Powered By Blogger

Sabtu, 26 Maret 2022

MENJADI IBU RUMAH TANGGA ATAU WANITA KARIER? PRIORITASKAN UNTUK KEBAHAGIANAN KELUARGA DAN PENDIDIKAN ANAK!


MENJADI IBU RUMAH TANGGA ATAU WANITA KARIER? PRIORITASKAN UNTUK KEBAHAGIANAN KELUARGA DAN PENDIDIKAN ANAK!

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini telah membawa bekal masing-masing. Bekal kehidupan tersebut merupakan titipan dari sang khalik Allah Swt yang diberikan kepada setiap manusia yang akan memasuki kehidupan dunia. Bekal kehidupan tersebut berupa potensi diri yang nantinya akan dapat berkembang tanpa batas seiring manusia tersebut menjalani proses kehidupannya. Pengalaman-pengalaman hidup yang dialami seseorang akan mewarnai perkembangan potensi diri dalam dirinya. Seseorang yang banyak melakukan eksplorasi potensi diri dengan melakukan banyak aktivitas yang bertujuan untuk mengungkap potensi diri dan kompetensi dirinya akan banyak memiliki bekal kehidupan yang nantinya akan menjadikan dirinya sukses dalam memerankan perannya selaku khalifatullahi fil-ardhi.

Manusia diciptakan dalam dua jenis gender, yakni laki-laki dan perempuan. Masing-masing gender tersebut memiliki keunikan dan kekhasan yang berbeda satu jenis dengan jenis yang lain. Setiap manusia mempunyai potensi diri yang sudah disesuaikan dengan karakteristik jenis gendernya. Potensi diri dalam diri seorang laki-laki pasti berbeda dengan potensi diri yang ada dalam diri seorang perempuan. Perbedaan jenis gender memang bukan untuk dibanding-bandingkan karena itu merupakan fitrah dan takdir dari Tuhan yang menciptakan. Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda jenis kelamin bukan untuk menunjukkan kelemahan masing-masing jenis, tetapi untuk saling bekerja sama dan saling melengkapi kekurangan masing-masing.

 Dilahirkan sebagai laki-laki ataupun sebagai perempuan pada dasarnya tidak ada masalah karena setiap manusia membawa bekal potensi diri dan tugas kehidupan masing-masing. Setiap orang akan bertanggungjawab dengan kehidupannya sendiri. Sebenarnya masalah yang seharusnya menjadi perhatian setiap orang adalah apakah dirinya telah memaksimalkan potensi dirinya dengan mempelajari berbagai kompetensi dan skill? Apakah dirinya telah menjalankan peran dan fungsi kehidupannya secara benar? Sudahkan dirinya menjalankan fitrah kehidupan yang disematkan oleh Allah Swt pada dirinya? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang seharusnya dipikirkan oleh setiap orang, bukan malah membanding-bandingkan perbedaan gender . Laki-laki memiliki tanggung jawab sendiri dengan potensi dan kompetensi dirinya. Demikian pula halnya dengan perempuan juga mempunyai peran, fungsi dan tanggung jawab tersendiri sesuai dengan kodrat yang melekat pada dirinya. Masing-masing orang tidak perlu saling iri atau memandang rendah orang lain hanya dikarenakan perbedaan jenis kelaminnya.

Ketika memasuki jenjang pernikahan, antara laki-laki dan perempuan memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Laki-laki di dalam keluarga menjadi suami dan kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan nafkah dan kehidupan yang layak dan sejahtera untuk istri dan anak-anaknya. Perempuan dalam keluarga memainkan peran sebagai istri dan ibu rumah tangga yang bertanggung jawab untuk melayani suami dan anak-anaknya agar kehidupan keluarganya harmonis, damai dan tenteram. Suami bertanggung jawab mencari nafkah untuk keluarganya, sedangkan istri bertanggung jawab mengurus rumah tangganya dengan membelanjakan nafkah suaminya untuk kesejahteraan seluruh anggota keluarga. Ini adalah fungsi utama kaitannya dengan pembagian peran dan fungsi suami istri dalam keluarga. Sedangkan fungsi lain bisa dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri, seperti fungsi pendidikan, fungsi keharmonisan, fungsi kebahagiaan, dan lain sebagainya. Sebagai misal fungsi pendidikan bukan hanya tugas suami atau istri saja melainkan dapat direncanakan dan diprogramkan secara bersama-sama, model pendidikan keluarga yang bagaimana yang akan diselenggarakan di keluarga.  Demikian pula misalnya tentang iklim komunikasi di keluarga mau direncanakan seperti apa, apakah akan dibuat sistem demokrasi ataukah sistem otoriter dimana anak hanya boleh manut saja apa perkataan dan keputusan orang tua. Hal-hal ini bisa dibicarakan dan didiskusikan bersama antara suami dan istri, karena merupakan tanggung jawab bersama sebagai orang tua. Keuntungan dan kerugian dari jenis sistem pengelolaan keluarga yang dipilih menjadi bahan pertimbangan bagi suami dan istri dalam menentukannya.

Berkaitan dengan trend keluarga zaman sekarang dimana suami maupun istri semuanya bekerja, manakah yang lebih baik? Apakah suami saja yang bekerja mencari nafkah ataukah istri juga ikut bekerja? Manakah yang lebih baik, istri bekerja dan memiliki karier pekerjaan ataukah istri hanya menjadi ibu rumah tangga? Sebenarnya ini bukanlah sebuah pilihan yang membuat pusing dan masalah dalam kehidupan berumah tangga. Hal ini seharusnya bisa didiskusikan di internal keluarga oleh suami dan istri. Prinsip pokok yang harus dipegang adalah tugas mencari nafkah atau bekerja adalah pada suami, sedangkan istri tidak mempunyai kewajiban mencari nafkah karena kewajiban istri adalah mengelola nafkah dari suaminya untuk kesejahteraan keluarga. Istri ikut bekerja atau menjadi ibu rumah tangga, keduanya sama-sama mengandung kebaikan selama itu merupakan keputusan dan kesepakatan bersama keluarga, dengan syarat kedua belah pihak yakni suami dan istri sama-sama memegang komitmen untuk menjalankan fungsi, peran, dan kewajibannya masing-masing dengan penuh tanggung jawab.

Menurut pendapat penulis, ketika seorang istri bekerja di luar rumah maka pasti konsekuensi yang diakibatkan, yaitu adanya sebagian proporsi waktu untuk keluarga yang hilang karena digunakan untuk bekerja. Hal inilah yang harus disadari oleh para perempuan yang memutuskan berkarier di dunia kerja. Permasalahan kemudian yang muncul adalah apakah suami dan anak-anak mau dan bisa menerima kondisi konsekuensi tersebut? Jika keluarga bisa menerima kondisi tersebut dengan segala konsekuensinya, maka hal itu bukanlah masalah bagi keluarga. Tetapi jika keluarga (suami atau anak-anak) tidak bisa menerima konsekuensi dari kondisi tersebut, maka di situlah muncul sebuah masalah. Permasalahan tersebut harus diurai terlebih dahulu sebelum mencari solusi terbaik. Kembali ke prinsip awal dalam berumah tangga bahwa tugas utama mencari nafkah keluarga adalah suami. Jika suami mampu memberikan nafkah keluarga secara cukup dan memberikan kehidupan yang layak untuk keluarganya, maka tidak ada alasan mendesak bagi istri untuk ikut mencari nafkah. Terkecuali kondisinya berbeda dimana penghasilan suami tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara layak, maka istri boleh membantu keuangan keluarga dengan ikut bekerja, dengan catatan seizin suami. Di sinilah pentingnya kesepakatan bersama antara suami dan istri jika istri mau ikut bekerja. Jika suami mengizinkan dan menerima segala konsekuensinya, maka keputusan istri untuk bekerja adalah bukan suatu masalah karena tujuannya untuk keluarga. Satu hal yang harus diingat oleh para istri yang bekerja bahwa ia bekerja dengan meninggalkan sebagian peranannya di rumah adalah untuk membantu keuangan keluarga. Maka uang yang dihasilkan oleh istri juga harus untuk kepentingan keluarga, bukan dianggap uang pribadi sang istri. Uang yang dihasilkan suami maupun istri adalah uang keluarga, jadi digunakan untuk kepentingan keluarga. Tidak ada yang namanya uang suami ataupun uang istri, yang ada adalah uang keluarga. Dengan memahami prinsip dan konsep uang  keluarga ini, maka suami ataupun istri tidak akan menggunakan uang hasil kerjanya untuk kepentingan pribadi yang tidak berkaitan dengan keluarga.

Di kehidupan keluarga saya pribadi, istri saya pernah memerankan diri sebagai wanita karier (bekerja) di dunia pendidikan sebagai seorang pendidik, dan sekarang memerankan diri sebagai istri dan ibu rumah tangga sepenuhnya. Sebagai suami, saya bisa merasakan keuntungan dan kerugian saat istri ikut bekerja dan saat istri sepenuhnya mengurus keluarga. Saya sendiri merasa lebih nyaman jika istri di rumah fokus mengurus keluarga dan mengelola keuangan keluarga. Saya menyadari bahwa sebagai suami dan kepala keluarga, saya lah yang seharusnya  bertanggung jawab mencari nafkah keluarga, bukan istri. Bagi saya, peranan istri sebagai ibu rumah tangga bukanlah peranan yang kurang penting tetapi justru sangat penting dan urgen karena tanpa keberadaan istri di rumah maka kondisi kehidupan keluarga pasti terganggu. Dulu ketika istri masih bekerja, terkadang urusan penyiapan makanan untuk keluarga kurang terlayani dengan baik karena waktu istri sangat terbatas karena harus buru-buru berangkat kerja. Akibatnya terkadang istri menyiapkan makanan untuk keluarga ala kadarnya. Ketika sore hari istri pulang kerja dalam kondisi capek, akibatnya penyiapan makan malam juga terkadang kurang memuaskan. Semua ketidaknyamanan dan ketidakpuasan ini berangkat dari hilangnya sebagian waktu istri untuk melayani keluarga karena tersita untuk urusan pekerjaan. Akhirnya dengan pertimbangan khusus dan melihat kondisi keluarga yang sedang memiliki balita, saya memutuskan untuk meminta istri berhenti dari bekerja.

Walaupun awalnya keputusan tersebut terasa sangat berat bagi istri, saya selalu berusaha memberikan pengertian kepada istri bahwa keputusan ini demi kebaikan keluarga. Setelah istri tidak bekerja, istri mempunyai waktu maksimal untuk melayani keluarga dan mengelola urusan rumah tangga. Sebagai konsekuensi dari keputusan tersebut, saya selaku suami dan kepala keluarga juga komitmen mengganti pendapatan istri yang hilang pasca berhenti bekerja dengan menambah lebih uang bulanan dengan tetap mempertimbangkan kondisi keuangan keluarga. Alhamdulillah hingga sekarang keluarga kami bisa hidup dengan baik dan bahagia walau memang kondisi keuangan keluarga sempat mengalami penurunan karena sumber keuangan hanya dari satu sumber saja. Tetapi kondisi tersebut berlangsung hanya sesaat saja karena beberapa waktu kemudian Allah Swt menambah rezekinya untuk keluarga kami sehingga kehidupan keluarga kembali normal. Setelah istri berhenti bekerja, saya menjadi lebih kreatif mencari sumber pendapatan tambahhan alternatif agar pola dan gaya hidup keluarga penulis tidak berubah banyak pasca istri berhenti bekerja.

Setelah istri tidak bekerja lagi, keluarga kami memiliki lebih banyak waktu untuk kebersamaan. Kemanapun saya ada acara di luar, saya selalu berusaha mengajak istri dan anak-anak. Boleh dibilang di mana ada saya di situ pasti ada keluarga saya. Saya memang lebih suka jika bepergian atau menghadiri acara undangan tertentu dengan ditemani istri dan anak-anak. Bagi saya, keluarga adalah segala-galanya. Semua yang saya lakukan semata-mata demi keluarga. Apapun akan saya lakukan agar keluarga saya dapat hidup dengan layak dan sejahtera.

Setelah istri resign dari tempat kerja dan full beraktivitas di rumah, saya sekarang punya lebih banyak waktu kebersamaan dengan istri tercinta. Saya sekarang merasa lebih bahagia karena setiap saat bisa bersama istri dan setiap hari bisa merasakan lezatnya makanan masakan istri. Pola makan saya yang sebelumnya tidak teratur sekarang menjadi lebih teratur setelah istri setiap hari rutin menyiapkan makanan dan bekal makan siang untuk saya. Saya dan istri sekarang juga lebih bisa merancang dan membuat program pendidikan keluarga untuk anak-anak. Kami jadi bisa lebih sering diskusi dan ngobrol-ngobrol santai membahas perkembangan pendidikan anak-anak. Sejak dua tahun yang lalu, kami telah mengadakan program pendidikan keluarga berupa kajian keluarga rutin bakda sholat Maghrib hingga masuk waktu sholat isya’. Isi kajian keluarga bisa berupa kajian keagamaan, diskusi monitoring perkembangan pendidikan anak, program pengembangan kompetensi anak, dan lain sebagainya. Selain itu, kami juga menjadi lebih punya banyak kesempatan untuk memonitoring perkembangan pertumbuhan si kecil. Kami melihat ada dampak positif yang signifikan terhadap  prestasi belajar anak dan perkembangan pertumbuhan anak. Demikianlah manfaat positif yang keluarga kami rasakan pasca keputusan bersama istri tidak bekerja lagi. []

 

Gumpang Baru, 09 Maret 2022

 

  

Biodata Penulis

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana tingkat Master (M.Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih dari 75 judul buku (baik buku solo maupun buku kolaborasi), Peraih Juara 1 nasional lomba penulisan buku pelajaran kimia di Kementerian Agama RI (2007), Peraih SPK Award Peringkat 1 (2021), Peraih Inovasi dan P2M Award LPPM UNS Peringkat 2 (2022), Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah SINTA 2 dan 3, dan trainer tersertifikasi Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia), Indomindmap Certified Growth Mindset Coach (Indonesia), ThinkBuzan Certified Mind Map Facilitator (UK), ThinkBuzan Certified Applied Innovation Facilitator (UK), ThinkBuzan Certified Speed Reading Practitioner (UK), dan ThinkBuzan Certified Memory Practitioner (UK). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

 

Tidak ada komentar:

Postingan Populer