MENGAJARKAN ANAK PUASA RAMADAN
Oleh:
Agung
Nugroho Catur Saputro
Islam adalah agama yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia,
dan hubungan manusia dengan alam atau lingkungan. Ketiga jenis relasi
(hubungan) tersebut menjadi karakteristik dari dimensi ibadah dalam agama
Islam. Salah satu jenis ibadah yang berdimensi ketiga relasi tersebut adalah
puasa Ramadan. Puasa Ramadan selain berorientasi kepada ketuhanan (transenden),
juga berkaitan dengan interaksi sosial dan interaksi dengan alam. Puasa Ramadan
mengajarkan umat Islam untuk bagaimana menjadi sosok manusia yang
berkepribadian muttaqin (manusia bertakwa).
Bulan Ramadan adalah bulan yang istimewa. Keistimewaannya
bukan hanya karena bulan diturunkannya kitab
suci Al-Qur’an hingga terdapatnya malam Lailatul Qadar. Tetapi, di bulan Ramadan
juga terdapat ibadah yang diwajibkan untuk dilaksanakan oleh seluruh umat Islam,
yaitu berpuasa. Karena keistimewaan inilah maka bulan Ramadan diyakini
sebagai bulan yang penuh kemuliaan. Setiap datang bulan Ramadan, umat Islam di
berbagai belahan dunia menyambutnya dengan gembira dan penuh harapan, yaitu
harapan mendapatkan kebaikan bulan
Ramadan berupa ampunan dari Allah SWT dan dijauhkan dari siksa api neraka (Saputro, 2023).
Ibadah puasa Ramadan
bersifat wajib (fardhu ‘ain) bagi setiap
muslim dan muslimat yang sudah baligh. Oleh karena itu, setiap anak Islam sejak
kecil harus diajarkan untuk mengerjakan puasa Ramadan. Dasar kewajiban menjalankan
ibadah puasa Ramadan adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 183.
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)
Puasa Ramadan memang
kewajiban bagi setiap orang Islam. Menjalankan ibadah puasa Ramadan adalah
sebuah keharusan bagi setiap orang Islam yang sudah baligh tanpa terkecuali.
Walaupun ada beberapa orang yang diperbolehkan secara syariat untuk tidak
berpuasa karena kondisi tertentu, tetapi pada hakikatnya keringanan tersebut
tidak menghilangkan kewajibannya untuk berpuasa karena ia tetap harus mengganti
puasa yang ditinggalkannya di waktu lain dan dengan cara lain. Jika kita
berpuasa hanya sekadar untuk menjalankan kewajiban, maka nilai puasa kita hanya
sebatas penggugur kewajiban. Puasa yang seperti itu tidak akan memiliki nilai
plus. Puasa dengan niat sekadar menjalankan kewajiban tidak akan berdampak
apa-apa, hanya sekadar telah terpenuhi kewajibannya. Berbeda halnya dengan jika
kita berpuasa selain untuk menjalankan kewajiban juga untuk memperoleh hikmah
di balik rasa lapar yang kita rasakan ketika berpuasa (Saputro, 2023).
Puasa Ramadan harus
diajarkan kepada anak-anak sejak kecil agar mereka terbiasa menjalankan puasa
wajib di bulan Ramadan. Melatihkan anak-anak kecil untuk mau berpuasa tidaklah
mudah karena puasa itu berat bagi anak-anak. Puasa itu menahan untuk tidak
makan dan minum seharian yang pastinya menimbulkan perut lapar dan haus serta badan
lemas kehilangan energi. Anak-anak yang biasanya makan setiap saat pasti akan
merasa keberatan jika harus merasakan rasa lapar. Oleh karena itu, ibadah puasa
harus dilatihkan ke anak-anak sejak masih kecil agar mereka menjadi terbiasa
menahan rasa lapar dan haus ketika berpuasa.
Dunia
anak-anak adalah dunia kegembiraan dan menyenangkan. Anak-anak itu tahunya
hidup itu isinya bermain, bernyanyi, bersenang-senang, dan bergembira. Oleh
karena itu, untuk mengajarkan, mengenalkan, dan melatihkan agar anak-anak mau
berpuasa Ramadan, maka orang tua harus mampu menyampaikan ke anak-anak bahwa
puasa Ramadan itu menyenangkan. Apa yang disukai anak-anak? Jawabannya adalah
hadiah dan makanan enak. Dua hal inilah yang dapat dipergunakan oleh orang tua sebagai
pendekatan alternatif untuk membujuk dan mengajak anak-anak agar mau berlatih
berpuasa Ramadan. Orang tua bisa menyampaikan ke anak-anak bahwa jika mereka
mampu berpuasa tidak makan dan minum
sejak sahur hingga Dhuhur (tahap awal belajar berpuasa) akan diberikan hadiah
dan ketika Maghrib akan berbuka dengan makanan yang enak-enak.
Apakah
membujuk anak-anak berpuasa Ramadann dengan strategi memberikan iming-iming
hadiah dan makanan enak bisa diperbolehkan? Jawaban penulis adalah boleh karena
dunia anak-anak memang dunia yang menyenangkan. Maka mengajarkan ibadah pun
juga harus disampaikan dengan cara yang menyenangkan. Tetapi yang perlu
dipahami bahwa strategi pemberian iming-iming hadiah dan makanan enak ini
hanyalah pendekatan awal saja untuk menyesuaikan dengan karakteristik
anak-anak, bukan strategi mutlak.
Jika anak-anak sudah
remaja, maka strateginya bisa diubah dengan pendekatan mengajak anak berpikir. Jadi
strategi pemberian iming-iming hadiah dan makanan enak bukan berarti
mengajarkan anak-anak berjiwa materalistik dan tidak ikhlas. Mengajarkan
keikhlasan dalam beribadah ke anak-anak itu harus tetap dilakukan setiap orang
tua. Tetapi keikhlasan itu akan dapat terwujud ketika amalan sudah menjadi
kebiasaan (habit). Atas dasar berpikir demikianlah, strategi pemberian iming-iming
hadiah dan makanan enak ke anak-anak adalah bagian dari strategi untuk melatih
anak-anak terbiasa mengerjakan ibadah puasa Ramadan.
Puasa walaupun
mengakibatkan rasa lapar dan kehausan akan mampu membuahkan kesabaran bagi yang
melakukannya, dengan syarat puasanya ikhlas lillahi ta’ala semata-mata
mengharapkan rida Allah SWT Puasa yang dilakukan bukan dengan ikhlas dan bukan
untuk mengharapkan rida Allah SWT pasti tidak akan membuahkan kesabaran. Puasa
itu untuk Allah SWT, maka Allah lah yang akan memberikan balasannya kepada
orang yang berpuasa. Apa balasan yang akan diterima oleh para hamba ahli puasa
adalah rahasia Allah SWT Tetapi dengan ber-husnudhan, Allah SWT pasti akan
memberikan hikmah-hikmah kebaikan untuk kehidupan di dunia dan kehidupan di
akhirat kelak. Orang yang mampu menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan ikhlas
akan mendapat keistimewaan tersendiri dari Allah SWT (Saputro, 2023).
Pada
bulan Ramadan, diyakini setiap kebaikan akan dilipatgandakan pahala
kebaikannya. Setiap ibadah puasa di bulan Ramadan bernilai 10 pahala dan di
bulan Ramadan setiap pahala dilipatgandakan oleh Allah SWT menjadi tak
terbatas. Bulan Ramadan adalah bulan
pelipatgandaan pahala. Setiap ibadah, pahalanya tak terbatas. Di bulan Ramadan,
dilipatgandakan oleh Allah menjadi tak terbatas. Pahala puasa dinilai langsung
oleh Allah SWT (Nurdiarsih, 2022).
Berdasarkan alur
pemikiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajarkan puasa Ramadan
kepada anak-anak yang masih kecil harus menggunakan metode yang disesuaikan dengan
karakteristik dunia anak-anak, yaitu metode yang menyenangkan dan menarik. Karena
dunia anak-anak adalah dunia yang penuh dengan keceriaan dan kegembiraan, maka
metode dakwah yang cocok untuk mengajarkan anak-anak agar mau menjalankan
Ibadah puasa Ramadan adalah dengan pemberian iming-iming hadiah (reward) dan makanan yang enak-anak saat
berbuka puasa. Nanti ketika anak-anak sudah menginjak dewasa, metode dakwahnya
diubah ke arah penggunaan rasional dan pemikiran karena orang dewasa sudah
mampu berpikir terkait apa manfaat kebaikan dari ibadah puasa Ramadan.
Mengajarkan
ibadah-ibadah wajib seperti ibadah puasa Ramadan kepada anak-anak merupakan
kewajiban setiap orang tua yang tidak bisa ditawar-tawar. Setiap orang tua
harus tegas dalam mengajarkan mana ajaran agama yang wajib dan mana yang
sunnah. Tetapi ketegasan dalam mendakwahkan ajaran agama Islam kepada anak-anak
harus dilakukan dengan penuh kelembutan dan suasana yang menyenangkan. Hal itu
karena dunai anak-anak adalah dunia yang penuh kesenangan. Menjadi tugas setiap
orang tua untuk mampu mendisain metode dakwah yang menyenangkan untuk
mengajarkan ajaran agama Islam kepada anak-anaknya. Semoga kita para orang tua
dimudahkan dan dimampukan untuk mengajak anak-anak kita mengenali fitrah kehidupannya
sehingga mereka dapat mengenali Tuhannya dan menjalankan perintah-perintah-Nya.
Amin. []
Gumpang Baru, 29 Februari 2024
Sumber
Bacaan:
Nurdiarsih,
F. (2022, April 10). Tiga Keistimewaan Bulan Ramadhan, Berlimpah Pahala
hingga Ampunan. liputan6.com.
https://www.liputan6.com/islami/read/4934476/tiga-keistimewaan-bulan-ramadhan-berlimpah-pahala-hingga-ampunan
Saputro,
A. N. C. (2023). Spiritualisme Lapar dalam Ibadah Puasa: Mencari Mutiara
Hikmah Dibalik Kemuliaan Bulan Ramadan. KBM Indonesia.