Powered By Blogger

Minggu, 07 Juli 2024

BERSIKAP POSITIF

 


BERSIKAP POSITIF 

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro 


Dalam kehidupan bermasyarakat, kita akan bertemu dan berinteraksi  dengan banyak orang yang sikap dan perilakunya berbeda-beda. Terkadang perilaku orang lain tersebut kurang elok dalam pandangan standar etika kita. Lalu, bagaimana sebaiknya kita menyikapi fenomena tersebut? Apakah kita membiarkannya atau berusaha mengubahnya sesuai standar kita?


Sebagai bagian dari masyarakat yang heterogen, kita harus menyadari bahwa setiap orang punya standar sikap dan perilaku yang berbeda-beda. Karena setiap orang punya agama, keyakinan, pengetahuan, dan pengalaman hidup yang berbeda-beda, maka dimungkinkan bisa punya pandangan dan standar hidup berbeda. Potensi munculnya masalah adalah ketika seseorang menggunakan standar dirinya untuk menilai atau memaksakan standar dirinya kepada orang lain. 


Dikarenakan standar nilai orang lain bisa saja berbeda, maka terjadilah penghakiman sepihak. Di sinilah terjadi konflik sosial yang berpotensi mengganggu kerukunan hidup bermasyarakat. Padahal, andaikan setiap orang bisa menahan diri dari keinginan melakukan penghakiman sepihak, maka kerukunan hidup bermasyarakat akan tetap terjaga. 


Dalam menjalani hidup bermasyarakat diperlukan sikap saling menghormati dan menghargai sesama. Kita harus membiasakan diri bersikap positif terhadap adanya perbedaan di masyarakat. Perbedaan adalah sesuatu yang biasa terjadi di masyarakat karena kita hidup di negara yang heterogen, baik dari sisi agama, kepercayaan, suku, bahasa, adat istiadat, dan budaya. 


Sikap bisa menerima perbedaan memang tidak mudah, tapi harus terus dilatih dan dibiasakan. Harus ditanamkan dalam diri bahwa perbedaan tidak sama dengan permusuhan. Orang yang berbeda sikap dan pandangan hidup dengan kita tidak berarti musuh kita. 


Orang yang berbeda agama dan keyakinan dengan kita tidak selalu menjadi musuh kita. Dalam hidup bermasyarakat, yang harus dikedepankan adalah mencari teman sebanyak-banyaknya, bukan mencari musuh sebanyak-banyaknya. Ada pepatah yang perlu kita renungkan yaitu teman seribu masih kurang tapi musuh satu kebanyakan. Sikap tidak mudah memaksakan pendapat dan kehendak kepada orang lain harus terus kita dilatih. Dan demikian juga sikap menerima dan menghormati perbedaan harus terus kita biasakan dalam kehidupan sehari-hari. 


Perbedaan yang menyangkut keimanan dan kepercayaan biasanya mudah memicu konflik karena masing-masing pihak merasa paling benar. Perbedaan pandangan ataupun keyakinan yang berhubungan dengan aspek transenden memang krusial memicu konflik. Padahal kebenaran itu tidak bisa diterimakan melalui pemaksaan. Kebenaran hanya bisa diterima melalui kesadaran diri dan penerimaan secara suka rela. 


Oleh karena itu, marilah kita saling berlomba-lomba menyampaikan kebenaran melalui cara yang baik dan dengan melalui pemberian contoh perilaku dan sikap hidup yang baik. Sikap dan perilaku hidup kita mencerminkan pandangan hidup dan nilai-nilai hidup yang kita percayai. []


Gumpang Baru, 07 Juli 2024


Kamis, 04 Juli 2024

MENGAJARKAN ANAK PUASA RAMADAN



MENGAJARKAN ANAK PUASA RAMADAN 

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro

 


Islam adalah agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam atau lingkungan. Ketiga jenis relasi (hubungan) tersebut menjadi karakteristik dari dimensi ibadah dalam agama Islam. Salah satu jenis ibadah yang berdimensi ketiga relasi tersebut adalah puasa Ramadan. Puasa Ramadan selain berorientasi kepada ketuhanan (transenden), juga berkaitan dengan interaksi sosial dan interaksi dengan alam. Puasa Ramadan mengajarkan umat Islam untuk bagaimana menjadi sosok manusia yang berkepribadian muttaqin (manusia bertakwa).


Bulan Ramadan adalah bulan yang istimewa. Keistimewaannya bukan hanya karena  bulan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an hingga terdapatnya malam Lailatul Qadar. Tetapi, di bulan Ramadan juga terdapat ibadah yang diwajibkan untuk dilaksanakan oleh seluruh umat Islam, yaitu berpuasa. Karena keistimewaan inilah maka bulan Ramadan diyakini sebagai bulan yang penuh kemuliaan. Setiap datang bulan Ramadan, umat Islam di berbagai belahan dunia menyambutnya dengan gembira dan penuh harapan, yaitu harapan mendapatkan kebaikan  bulan Ramadan berupa ampunan dari Allah SWT dan dijauhkan dari siksa api neraka (Saputro, 2023).


Ibadah puasa Ramadan bersifat wajib (fardhu ‘ain)  bagi setiap muslim dan muslimat yang sudah baligh. Oleh karena itu, setiap anak Islam sejak kecil harus diajarkan untuk mengerjakan puasa Ramadan. Dasar kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadan adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 183.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)


Puasa Ramadan memang kewajiban bagi setiap orang Islam. Menjalankan ibadah puasa Ramadan adalah sebuah keharusan bagi setiap orang Islam yang sudah baligh tanpa terkecuali. Walaupun ada beberapa orang yang diperbolehkan secara syariat untuk tidak berpuasa karena kondisi tertentu, tetapi pada hakikatnya keringanan tersebut tidak menghilangkan kewajibannya untuk berpuasa karena ia tetap harus mengganti puasa yang ditinggalkannya di waktu lain dan dengan cara lain. Jika kita berpuasa hanya sekadar untuk menjalankan kewajiban, maka nilai puasa kita hanya sebatas penggugur kewajiban. Puasa yang seperti itu tidak akan memiliki nilai plus. Puasa dengan niat sekadar menjalankan kewajiban tidak akan berdampak apa-apa, hanya sekadar telah terpenuhi kewajibannya. Berbeda halnya dengan jika kita berpuasa selain untuk menjalankan kewajiban juga untuk memperoleh hikmah di balik rasa lapar yang kita rasakan ketika berpuasa (Saputro, 2023).


Puasa Ramadan harus diajarkan kepada anak-anak sejak kecil agar mereka terbiasa menjalankan puasa wajib di bulan Ramadan. Melatihkan anak-anak kecil untuk mau berpuasa tidaklah mudah karena puasa itu berat bagi anak-anak. Puasa itu menahan untuk tidak makan dan minum seharian yang pastinya menimbulkan perut lapar dan haus serta badan lemas kehilangan energi. Anak-anak yang biasanya makan setiap saat pasti akan merasa keberatan jika harus merasakan rasa lapar. Oleh karena itu, ibadah puasa harus dilatihkan ke anak-anak sejak masih kecil agar mereka menjadi terbiasa menahan rasa lapar dan haus ketika berpuasa.


Dunia anak-anak adalah dunia kegembiraan dan menyenangkan. Anak-anak itu tahunya hidup itu isinya bermain, bernyanyi, bersenang-senang, dan bergembira. Oleh karena itu, untuk mengajarkan, mengenalkan, dan melatihkan agar anak-anak mau berpuasa Ramadan, maka orang tua harus mampu menyampaikan ke anak-anak bahwa puasa Ramadan itu menyenangkan. Apa yang disukai anak-anak? Jawabannya adalah hadiah dan makanan enak. Dua hal inilah yang dapat dipergunakan oleh orang tua sebagai pendekatan alternatif untuk membujuk dan mengajak anak-anak agar mau berlatih berpuasa Ramadan. Orang tua bisa menyampaikan ke anak-anak bahwa jika mereka mampu berpuasa tidak  makan dan minum sejak sahur hingga Dhuhur (tahap awal belajar berpuasa) akan diberikan hadiah dan ketika Maghrib akan berbuka dengan makanan yang enak-enak.


Apakah membujuk anak-anak berpuasa Ramadann dengan strategi memberikan iming-iming hadiah dan makanan enak bisa diperbolehkan? Jawaban penulis adalah boleh karena dunia anak-anak memang dunia yang menyenangkan. Maka mengajarkan ibadah pun juga harus disampaikan dengan cara yang menyenangkan. Tetapi yang perlu dipahami bahwa strategi pemberian iming-iming hadiah dan makanan enak ini hanyalah pendekatan awal saja untuk menyesuaikan dengan karakteristik anak-anak, bukan strategi mutlak.


Jika anak-anak sudah remaja, maka strateginya bisa diubah dengan pendekatan mengajak anak berpikir. Jadi strategi pemberian iming-iming hadiah dan makanan enak bukan berarti mengajarkan anak-anak berjiwa materalistik dan tidak ikhlas. Mengajarkan keikhlasan dalam beribadah ke anak-anak itu harus tetap dilakukan setiap orang tua. Tetapi keikhlasan itu akan dapat terwujud ketika amalan sudah menjadi kebiasaan (habit). Atas dasar berpikir demikianlah, strategi pemberian iming-iming hadiah dan makanan enak ke anak-anak adalah bagian dari strategi untuk melatih anak-anak terbiasa mengerjakan ibadah puasa Ramadan.


Puasa walaupun mengakibatkan rasa lapar dan kehausan akan mampu membuahkan kesabaran bagi yang melakukannya, dengan syarat puasanya ikhlas lillahi ta’ala semata-mata mengharapkan rida Allah SWT Puasa yang dilakukan bukan dengan ikhlas dan bukan untuk mengharapkan rida Allah SWT pasti tidak akan membuahkan kesabaran. Puasa itu untuk Allah SWT, maka Allah lah yang akan memberikan balasannya kepada orang yang berpuasa. Apa balasan yang akan diterima oleh para hamba ahli puasa adalah rahasia Allah SWT Tetapi dengan ber-husnudhan, Allah SWT pasti akan memberikan hikmah-hikmah kebaikan untuk kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat kelak. Orang yang mampu menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan ikhlas akan mendapat keistimewaan tersendiri dari Allah SWT (Saputro, 2023).


Pada bulan Ramadan, diyakini setiap kebaikan akan dilipatgandakan pahala kebaikannya. Setiap ibadah puasa di bulan Ramadan bernilai 10 pahala dan di bulan Ramadan setiap pahala dilipatgandakan oleh Allah SWT menjadi tak terbatas. Bulan Ramadan adalah bulan pelipatgandaan pahala. Setiap ibadah, pahalanya tak terbatas. Di bulan Ramadan, dilipatgandakan oleh Allah menjadi tak terbatas. Pahala puasa dinilai langsung oleh Allah SWT (Nurdiarsih, 2022).


Berdasarkan alur pemikiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajarkan puasa Ramadan kepada anak-anak yang masih kecil harus menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik dunia anak-anak, yaitu metode yang menyenangkan dan menarik. Karena dunia anak-anak adalah dunia yang penuh dengan keceriaan dan kegembiraan, maka metode dakwah yang cocok untuk mengajarkan anak-anak agar mau menjalankan Ibadah puasa Ramadan adalah dengan pemberian iming-iming hadiah (reward) dan makanan yang enak-anak saat berbuka puasa. Nanti ketika anak-anak sudah menginjak dewasa, metode dakwahnya diubah ke arah penggunaan rasional dan pemikiran karena orang dewasa sudah mampu berpikir terkait apa manfaat kebaikan dari ibadah puasa Ramadan.


Mengajarkan ibadah-ibadah wajib seperti ibadah puasa Ramadan kepada anak-anak merupakan kewajiban setiap orang tua yang tidak bisa ditawar-tawar. Setiap orang tua harus tegas dalam mengajarkan mana ajaran agama yang wajib dan mana yang sunnah. Tetapi ketegasan dalam mendakwahkan ajaran agama Islam kepada anak-anak harus dilakukan dengan penuh kelembutan dan suasana yang menyenangkan. Hal itu karena dunai anak-anak adalah dunia yang penuh kesenangan. Menjadi tugas setiap orang tua untuk mampu mendisain metode dakwah yang menyenangkan untuk mengajarkan ajaran agama Islam kepada anak-anaknya. Semoga kita para orang tua dimudahkan dan dimampukan untuk mengajak anak-anak kita mengenali fitrah kehidupannya sehingga mereka dapat mengenali Tuhannya dan menjalankan perintah-perintah-Nya. Amin. []

           

Gumpang Baru, 29 Februari 2024

 

Sumber Bacaan:

Nurdiarsih, F. (2022, April 10). Tiga Keistimewaan Bulan Ramadhan, Berlimpah Pahala hingga Ampunan. liputan6.com. https://www.liputan6.com/islami/read/4934476/tiga-keistimewaan-bulan-ramadhan-berlimpah-pahala-hingga-ampunan

Saputro, A. N. C. (2023). Spiritualisme Lapar dalam Ibadah Puasa: Mencari Mutiara Hikmah Dibalik Kemuliaan Bulan Ramadan. KBM Indonesia.

Selasa, 02 Juli 2024

SATU KELUARGA DAPAT TUGAS

 


SATU KELUARGA DAPAT TUGAS

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro




Tanggal 15 Juni 2024 di KB-TKIT Mutiara Insan Utama, sekolahnya si kecil Icha akan diselenggarakan acara akhirussanah. Rangkaian acara akhirussanah telah disusun oleh pihak sekolah. Banyak pihak yang akan dilibatkan dalam rangkaian acara akhirussanah tersebut, baik guru, siswa, maupun orang tua siswa.

Semua siswa baik tingkat PAUD, TK A, maupun TK B dilibatkan dalam pentas acara akhirussanah. Setiap kelas mementaskan pertunjukkan di panggung. Khusus untuk siswa TK B yang akan lulus, selain menampilkan pertunjukkan klasikal, beberapa siswa juga ditunjuk sekolah untuk bertugas dalam acara akhirussanah tersebut.

Dalam acara akhirussanah sekolah si kecil tersebut, kami sekeluarga ternyata juga mendapat tugas dari sekolah. Si kecil Icha mendapatkan kepercayaan dari gurunya (ustadzahnya) untuk bertugas sebagai Qori'ah (pembaca) Al-Qur'an bersama satu temannya yang bertugas membaca terjemahannya. Beberapa hari sebelum hari H, di rumah si kecil setiap hari berlatih membaca surat dan ayat yang dipilihkan ustadzahnya yang akan dibacanya saat acara akhirussanah.

Alhamdulillah si kecil Icha dapat tampil dengan baik ketika membaca ayat-ayat Al-Qur'an. Kemampuan membaca Al-Qur'an si kecil Icha mendapatkan apresiasi dan pujian dari Penilik sekolah PAUD Kecamatan Kartasura yang hadir sebagai tamu undangan di acara akhirussanah tersebut.

Sementara itu, saya mendapat tugas atau mendapat permohonan dari pihak sekolah untuk menyampaikan pesan kesan orang tua siswa yang sekaligus mewakili para orang tua siswa lain. Mendapat permohonan untuk menyampaikan pesan kesan orang tua terkait proses dan hasil belajar siswa tersebut, saya pun menyatakan kesanggupan saya dan insyaAllah akan hadir di acara penting tersebut.

Tidak ketinggalan, maminya Icha juga mendapat tugas dalam rangkaian acara akhirussanah sekolah Icha. Dikarenakan di sekolah, maminya Icha ditunjuk sebagai Ketua FKOG (Forum Komunikasi Orang tua dan Guru), maka ia mendapat tugas untuk menyampaikan sambutan mewakili pengurus FKOG KB-TKIT Mutiara Insan Utama dan juga sekaligus memberikan pesan dan kesan.

Demikianlah di acara akhirussanah KB-TKIT Mutiara Insan Utama, acara kelulusan si kecil Icha, kami (ayah, ibu, dan anak) semua ikut terlibat dalam rangkaian acara akhirussanah. Kami bersyukur si kecil Icha mampu mengikuti proses pendidikannya di TK selama dua tahun ini dengan baik dan menunjukkan hasil belajar yang membanggakan.

Dalam acara akhirussanah tersebut, selain tampil sebagai pembaca ayat-ayat Al-Qur'an, si kecil Icha juga merupakan salah satu dari tiga siswa yang mendapatkan syahadah siswa yang telah lulus Iqra' jilid 1-6 atau siswa yang telah mampu membaca Al-Qur'an. Di kelasnya, si kecil Icha merupakan siswa yang pertama kali mampu membaca Al-Qur'an dan kemudian disusul dua siswa temannya, termasuk teman bestie-nya yaitu Naila. []


Gumpang Baru, 16 Juni 2024

PROTES ANAK


 PROTES ANAK

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro





Beberapa bulan ini, saya sering mengunjungi rumah sakit untuk menjalani proses pengobatan penyakit batu ginjal. Dalam rentang satu tahun ini, saya sudah menjalani empat kali tindakan operasi dan empat kali tindakan ESWL.Terkadang dalam waktu satu Minggu, saya bisa dua sampai tiga kali kontrol ke dokter di poli yang berbeda-beda. Hal itu dikarenakan ada keluhan sakit lain yang menyertai penyakit batu ginjal yang saya derita sehingga dokter spesialis urologi merujuk saya untuk berobat ke dokter spesialis lain.

Karena harus sering berobat ke RS UNS, maka situasi tersebut berdampak pada terganggunya proses perkuliahan, yaitu perkuliahan menjadi sering kosong. Untuk menjaga jaminan mutu proses pembelajaran, maka saya harus tetap melaksanakan proses pembelajaran di waktu lain. Berkaitan dengan hal tersebut, maka saya sering menyelenggarakan kuliah pengganti di waktu lain secara daring (online).

Waktu penyelenggaraan kuliah pengganti biasanya saya laksanakan di waktu malam hari bakda sholat isya' atau hari libur di hari Sabtu dan/atau Minggu. Penentuan waktu Perkuliahan pengganti merupakan hasil kesepakatan dengan mahasiswa. Saya tidak memaksakan waktu tertentu kepada mahasiswa untuk mengganti kuliah, tetapi saya memberikan beberapa alternatif waktu dan mahasiswa yang menentukan pilihan waktu.

Perkuliahan pengganti diselenggarakan di malam hari atau di hari Sabtu dan/atau Minggu didasarkan atas pertimbangan bahwa di waktu-waktu tersebutlah mahasiswa longgar. Saya memahami bahwa jadwal perkuliahan mahasiswa sangat padat, oleh karena itu saya tidak ingin mengganggu waktu efektif mereka dengan menyelenggarakan perkuliahan pengganti di jam efektif. Di samping itu juga karena keterbatasan jumlah ruang kuliah yang tersedia, maka cukup sulit mencari ruang yang kosong untuk melaksanakan kuliah pengganti.

Pilihan menyelenggarakan perkuliahan pengganti di waktu malam atau hari Sabtu dan/atau Minggu secara daring merupakan alternatif pilihan yang paling memungkinkan dilakukan karena waktu mahasiswa longgar dan tidak memerlukan ruang kelas . Tetapi ternyata pilihan waktu tersebut bukan tanpa risiko. Ada risiko yang harus saya tanggung demi melindungi hak mahasiswa mendapatkan jumlah pertemuan sesuai standar mutu pembelajaran.

Risiko efek penyelenggaraan kuliah pengganti yang harus saya tanggung adalah berkaitan dengan pemenuhan hak keluarga. Memang menjadi sebuah dilematis, di satu sisi tidak ingin mengganggu waktu efektif belajar mahasiswa, tetapi di sisi lain harus mengorbankan waktu quality time bersama keluarga.

Waktu malam dan hari libur adalah waktu haknya keluarga tetapi terpaksa saya renggut demi memperjuangkan hak mahasiswa dan memenuhi kewajiban sebagai dosen yang harus menjaga standar mutu pelayanan berupa penyelenggaraan proses pembelajaran sesuai panduan mutu.

Beberapa kali saya menyelenggarakan perkuliahan pengganti di hari Sabtu dan Minggu. Akibatnya saya diprotes oleh putri kecil kami. Si kecil memprotes papinya karena hari Sabtu dan Minggu seharusnya untuk pergi bersenang-senang bersamanya. Si kecil mengistilahkan hari libur adalah untuk happy day, bukan untuk kerja. Mungkin karena terlalu seringnya waktu happy day dia yang hilang atau berkurang waktunya, maka dia protes kepada papinya.

Setiap hari Sabtu dan Minggu atau libur tanggal merah, si kecil pasti sudah merancang untuk happy day. Maka beberapa hari sebelum hari libur, dia sering bertanya ke papinya, "Besok hari libur papi kerja tidak?" Ketika papinya menjawab bahwa besok ada jadwal mengajar online, maka si kecil langsung membalas, "Harusnya kalau hari libur itu untuk happy day, bukan kerja terus" dengan raut wajah agak kecewa.

Berangkat dari kejadian diprotes oleh anak tersebut, maka saya berusaha untuk tidak menyelenggarakan kuliah pengganti di hari Sabtu dan Minggu, terkecuali sangat terpaksa dan tidak ada alternatif waktu lagi. Tetapi jika tidak sangat terpaksa, demi menghindari kuliah pengganti di hari Sabtu atau minggu, maka saya berusaha memanfaatkan waktu malam untuk kuliah pengganti walaupun badan terasa capek dan mata mengantuk.

Saya berusaha menjaga keseimbangan antara waktu bekerja dan waktu untuk keluarga. Sebagai dosen saya punya kewajiban profesi untuk mengajar sesuai standar mutu pembelajaran. Tetapi sebagai suami dan ayah, saya juga punya kewajiban untuk memenuhi hak-hak istri dan anak-anak. Maka upaya untuk menjaga keseimbangan pemenuhan hak keluarga dan tuntutan pekerjaan harus dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya agar semuanya berjalan lancar. []


Ruang Tunggu RS UNS, 12 Juni 2024

HIKMAH IDUL ADHA: MELEPASKAN CINTA BERLEBIHAN PADA DUNIA UNTUK MENDEKATKAN DIRI PADA ALLAH SWT.

 


Sumber Gambar: 
https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2023/06/22/idul-adha_169.jpeg?w=700&q=90

HIKMAH IDUL ADHA:
MELEPASKAN CINTA BERLEBIHAN PADA DUNIA UNTUK MENDEKATKAN DIRI PADA ALLAH SWT.  

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

 

Manusia dilahirkan ke dunia ini dengan dibekali nafsu mencintai dunia. Dengan memiliki rasa cinta pada dunia, manusia berusaha menciptakan kehidupan dunia yang nyaman. Melalui proses belajar dan mengeksplorasi potensi sumber daya alam yang tersedia di alam, manusia dengan kemampuan berpikirnya akhirnya mampu menemukan ilmu sains dan teknologi modern. Seiring dengan ditemukannya teknologi-teknologi baru yang terus semakin canggih, kehidupan manusia di dunia juga semakin nyaman.

 

Manusia secara fitrah memang akan mencintai kehidupan dunia. Komponen kehidupan dunia yang dicintai semua orang adalah harta, tahta, dan wanita. Ketiga hal tersebut merupakan perhiasan kehidupan di dunia. Tidak ada salah ketika seseorang mencintai ketiga perhiasan dunia tersebut. Justru rasa cinta pada ketiga perhiasan dunia tersebut akan mendorong manusia mengerahkan segenap kemampuan dan potensi dirinya untuk bertumbuh dan berkembang menjadi sosok manusia yang tangguh, berkualitas, dan pantang menyerah. Semangat pantang menyerah dan keinginan menjadi manusia yang tangguh dan hebat inilah yang menjadi faktor pendorong manusia mampu mengalahkan segala tantangan, hambatan, dan masalah kehidupan.

 

Mencintai kehidupan dunia dengan segala isinya memang tidak salah. Justru rasa cinta kepada dunia inilah yang membuat kehidupan manusia menjadi dinamis. Tetapi ketika rasa cinta kepada kenikmatan kehidupan dunia itu berlebihan, itulah awal terjadinya masalah. Mengapa? Karena ketika manusia terlalu cinta pada kehidupan dunia, dia akan menjadi lupa pada kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan alam akhirat. Kehidupan di dunia hanya sementara, yaitu sepanjang umur manusia. Tetapi kehidupan di alam akhirat berlangsung selamanya alias abadi. Oleh karena itu, terlalu mencintai kehidupan dunia hingga melupakan kehidupan alam akhirat adalah sebuah kesalahan. Setiap orang harus menyadari potensi terjadinya kesalahan tersebut dan berusaha menjalani pola kehidupan yang seimbang antara kepentingan hidup di dunia dengan kepentingan kehidupan di akhirat.

 

Apakah kita bisa menjalani kehidupan di dunia dengan sebaik-baiknya tanpa melupakan kebutuhan untuk menjalani kehidupan di akhirat? Jawabnya tentu saja bisa. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan menjalani kehidupan di dunia dengan sebaik-baiknya dalam rangka mempersiapkan bekal kehidupan di akhirat. Segala perbuatan dan aktivitas di kehidupan dunia diniatkan untuk beribadah kepada Allah Swt. dan melakukan kebaikan. Berbuat kebaikan dapat dicirikan dengan apakah yang dilakukan tersebut membawa manfaat atau tidak? Tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain. Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lain” (HR. Ahmad).

 

Kunci menjalani kehdupan yang baik adalah dengan berusaha meniatkan segala aktivitas hidup kita di dunia ini dalam rangka memberikan manfaat sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri dan orang-orang lain di sekitar kita. Berbuat baik kepada orang lain tidak ada ruginya. Harta, tenaga, waktu, ataupun pikiran kita yang hilang untuk membantu orang lain akan dibalas oleh Allah Swt. dengan pahala kebaikan yang berlipat ganda. Jadi jangan pernah takut menjadi miskin gara-gara sering bersedekah atau membantu orang lain.

 

Selain meniatkan segala aktivitas dan perbuatan untuk kebaikan, kita juga harus memiliki sikap hidup positif yaitu mau berkurban untuk orang lain. Mau berkurban untuk kepentingan diri sendiri itu wajar dan sangat biasa, tetapi mau berkurban untuk kepentingan orang lain itu barulah luar biasa. Berkurban untuk kepentingan orang lain dengan mengesampingkan kepentingan sendiri itu tidaklah mudah. Mau mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri merupakan sebuah sikap hidup positif yang sangat luar biasa. Hanya orang-orang yang akhirat oriented saja yang mau dan mampu melakukan hal baik tersebut. Sebaliknya, orang-orang yang dunia oriented pasti akan sangat berat dan sulit melakukan kebaikan tersebut.

 

Oleh karena itu, maka bersyukurlah jika kita memiliki hati dan pikiran yang selalu mengarah kepeda kepentingan akhirat oriented. Sebaliknya, jika hati dan pikiran kita belum secara otomatis mengarah kepada akhirat oriented, maka kita harus berlatih mengubahnya. Bagaimana cara mengubahnya? Dengan melatih membangkitkan empati dan rasa kepedulian kita pada orang lain. Kita biasakan untuk melihat lingkungan di sekitar kita yang kehidupan orang-orangnya jauh di bawah standar hidup kita. Lihat dan bayangkan bagaimana beratnya kehidupan orang-orang dhuafa tersebut, dan kemudian bandingkan dengan kehidupan kita yang serba cukup dan nyaman. Apa yang hati kita rasakan? Kalau hati kita merasa bergetar dan muncul perasaan seperti ikut merasakan penderitaan hidup mereka, maka berarti kita punya potensi kembali menjadi manusia yang fitrah.

 

Momen peringatan hari raya Idul Adha atau hari raya Idul Kurban merupakan kesempatan yang tepat untuk merefresh pikiran dan hati kita menjadi manusia yang fitrah, yakni manusia yang memiliki kepedulian dan kasih sayang pada sesama. Berkurban tidak hanya bermakna sebatas menyembelih kambing atau sapi, tetapi lebih kepada menyembelih kecintaan yang berlebihan pada kenikmatan duniawi. Kambing atau sapi sebagai simbol kepemilikan pada kenikmatan duniawi disembelih (dibunuh) dalam rangka pengabdian pada Allah Swt. Maka hikmah dari merayakan Idul Adha dapat juga dimaknai sebagai momen untuk membunuh (memutus) rasa cinta berlebihan pada kenikmatan kehidupan dunia untuk dialihkan kepada rasa cinta dan pengabdian kepada Allah Swt. Karena Allah Swt. suka dengan amalan kebaikan, maka ber-Idul Adha dapat juga dimaknai sebagai momen untuk kembali menjadi manusia yang baik, yaitu sosok manusia yang hati dan pikirannya hanya tertuju untuk beribadah kepada Allah Swt. dan menyebarkan kemanfaatan kepada sesama umat manusia. Wallahu A’lam. []

 

Gumpang Baru, 30 Juni 2024

 

Postingan Populer