Powered By Blogger

Selasa, 02 Juli 2024

HIKMAH IDUL ADHA: MELEPASKAN CINTA BERLEBIHAN PADA DUNIA UNTUK MENDEKATKAN DIRI PADA ALLAH SWT.

 


Sumber Gambar: 
https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2023/06/22/idul-adha_169.jpeg?w=700&q=90

HIKMAH IDUL ADHA:
MELEPASKAN CINTA BERLEBIHAN PADA DUNIA UNTUK MENDEKATKAN DIRI PADA ALLAH SWT.  

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

 

Manusia dilahirkan ke dunia ini dengan dibekali nafsu mencintai dunia. Dengan memiliki rasa cinta pada dunia, manusia berusaha menciptakan kehidupan dunia yang nyaman. Melalui proses belajar dan mengeksplorasi potensi sumber daya alam yang tersedia di alam, manusia dengan kemampuan berpikirnya akhirnya mampu menemukan ilmu sains dan teknologi modern. Seiring dengan ditemukannya teknologi-teknologi baru yang terus semakin canggih, kehidupan manusia di dunia juga semakin nyaman.

 

Manusia secara fitrah memang akan mencintai kehidupan dunia. Komponen kehidupan dunia yang dicintai semua orang adalah harta, tahta, dan wanita. Ketiga hal tersebut merupakan perhiasan kehidupan di dunia. Tidak ada salah ketika seseorang mencintai ketiga perhiasan dunia tersebut. Justru rasa cinta pada ketiga perhiasan dunia tersebut akan mendorong manusia mengerahkan segenap kemampuan dan potensi dirinya untuk bertumbuh dan berkembang menjadi sosok manusia yang tangguh, berkualitas, dan pantang menyerah. Semangat pantang menyerah dan keinginan menjadi manusia yang tangguh dan hebat inilah yang menjadi faktor pendorong manusia mampu mengalahkan segala tantangan, hambatan, dan masalah kehidupan.

 

Mencintai kehidupan dunia dengan segala isinya memang tidak salah. Justru rasa cinta kepada dunia inilah yang membuat kehidupan manusia menjadi dinamis. Tetapi ketika rasa cinta kepada kenikmatan kehidupan dunia itu berlebihan, itulah awal terjadinya masalah. Mengapa? Karena ketika manusia terlalu cinta pada kehidupan dunia, dia akan menjadi lupa pada kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan alam akhirat. Kehidupan di dunia hanya sementara, yaitu sepanjang umur manusia. Tetapi kehidupan di alam akhirat berlangsung selamanya alias abadi. Oleh karena itu, terlalu mencintai kehidupan dunia hingga melupakan kehidupan alam akhirat adalah sebuah kesalahan. Setiap orang harus menyadari potensi terjadinya kesalahan tersebut dan berusaha menjalani pola kehidupan yang seimbang antara kepentingan hidup di dunia dengan kepentingan kehidupan di akhirat.

 

Apakah kita bisa menjalani kehidupan di dunia dengan sebaik-baiknya tanpa melupakan kebutuhan untuk menjalani kehidupan di akhirat? Jawabnya tentu saja bisa. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan menjalani kehidupan di dunia dengan sebaik-baiknya dalam rangka mempersiapkan bekal kehidupan di akhirat. Segala perbuatan dan aktivitas di kehidupan dunia diniatkan untuk beribadah kepada Allah Swt. dan melakukan kebaikan. Berbuat kebaikan dapat dicirikan dengan apakah yang dilakukan tersebut membawa manfaat atau tidak? Tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain. Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lain” (HR. Ahmad).

 

Kunci menjalani kehdupan yang baik adalah dengan berusaha meniatkan segala aktivitas hidup kita di dunia ini dalam rangka memberikan manfaat sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri dan orang-orang lain di sekitar kita. Berbuat baik kepada orang lain tidak ada ruginya. Harta, tenaga, waktu, ataupun pikiran kita yang hilang untuk membantu orang lain akan dibalas oleh Allah Swt. dengan pahala kebaikan yang berlipat ganda. Jadi jangan pernah takut menjadi miskin gara-gara sering bersedekah atau membantu orang lain.

 

Selain meniatkan segala aktivitas dan perbuatan untuk kebaikan, kita juga harus memiliki sikap hidup positif yaitu mau berkurban untuk orang lain. Mau berkurban untuk kepentingan diri sendiri itu wajar dan sangat biasa, tetapi mau berkurban untuk kepentingan orang lain itu barulah luar biasa. Berkurban untuk kepentingan orang lain dengan mengesampingkan kepentingan sendiri itu tidaklah mudah. Mau mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri merupakan sebuah sikap hidup positif yang sangat luar biasa. Hanya orang-orang yang akhirat oriented saja yang mau dan mampu melakukan hal baik tersebut. Sebaliknya, orang-orang yang dunia oriented pasti akan sangat berat dan sulit melakukan kebaikan tersebut.

 

Oleh karena itu, maka bersyukurlah jika kita memiliki hati dan pikiran yang selalu mengarah kepeda kepentingan akhirat oriented. Sebaliknya, jika hati dan pikiran kita belum secara otomatis mengarah kepada akhirat oriented, maka kita harus berlatih mengubahnya. Bagaimana cara mengubahnya? Dengan melatih membangkitkan empati dan rasa kepedulian kita pada orang lain. Kita biasakan untuk melihat lingkungan di sekitar kita yang kehidupan orang-orangnya jauh di bawah standar hidup kita. Lihat dan bayangkan bagaimana beratnya kehidupan orang-orang dhuafa tersebut, dan kemudian bandingkan dengan kehidupan kita yang serba cukup dan nyaman. Apa yang hati kita rasakan? Kalau hati kita merasa bergetar dan muncul perasaan seperti ikut merasakan penderitaan hidup mereka, maka berarti kita punya potensi kembali menjadi manusia yang fitrah.

 

Momen peringatan hari raya Idul Adha atau hari raya Idul Kurban merupakan kesempatan yang tepat untuk merefresh pikiran dan hati kita menjadi manusia yang fitrah, yakni manusia yang memiliki kepedulian dan kasih sayang pada sesama. Berkurban tidak hanya bermakna sebatas menyembelih kambing atau sapi, tetapi lebih kepada menyembelih kecintaan yang berlebihan pada kenikmatan duniawi. Kambing atau sapi sebagai simbol kepemilikan pada kenikmatan duniawi disembelih (dibunuh) dalam rangka pengabdian pada Allah Swt. Maka hikmah dari merayakan Idul Adha dapat juga dimaknai sebagai momen untuk membunuh (memutus) rasa cinta berlebihan pada kenikmatan kehidupan dunia untuk dialihkan kepada rasa cinta dan pengabdian kepada Allah Swt. Karena Allah Swt. suka dengan amalan kebaikan, maka ber-Idul Adha dapat juga dimaknai sebagai momen untuk kembali menjadi manusia yang baik, yaitu sosok manusia yang hati dan pikirannya hanya tertuju untuk beribadah kepada Allah Swt. dan menyebarkan kemanfaatan kepada sesama umat manusia. Wallahu A’lam. []

 

Gumpang Baru, 30 Juni 2024

 

Tidak ada komentar:

Postingan Populer