Powered By Blogger

Selasa, 28 April 2020

MISTERI KEAJAIBAN DUNIA


Oleh : 
Agung Nugroho Catur Saputro


Sepuluh tahun yang lalu, ketika hari perkiraan kelahiran anak yang pertama telah mendekati, penulis yang waktu itu sedang tugas belajar sampai mengajukan ijin ke dosen untuk tidak ikut perkuliahan karena mau menunggui istri melahirkan. Setelah menunggu di rumah selama satu minggu ternyata anak belum juga lahir sampai akhirnya penulis harus ke luar kota lagi untuk mengikuti ujian akhir semester.

Ketika ujian akhir semester tinggal hari terakhir, ternyata Allah Swt justru mentakdirkan anak penulis lahir di malam hari terakhir ujian akhir semester dimana saat itu posisi penulis sedang di luar kota, sehingga akhirnya penulis tidak dapat menemani proses persalinan istri.

Dari kejadian tersebut, penulis melakukan perenungan mendalam dan menyimpulkan bahwa walau manusia berusaha sekuat tenaga, kalau Allah Swt belum menghendaki maka tidak akan terjadi. Oleh karena itu, segala usaha yang telah kita lakukan pada akhirnya harus kita "pasrahkan" kepada Allah Swt karena hanya DIA-lah zat yang Maha Menentukan.

Sekitar dua tahun sejak kelahiran anak pertama, penulis dan istri meniatkan menambah "momongan" lagi, tetapi ternyata sampai tahun ke-10 kami belum juga mendapat momongan lagi. Kami bingung mengapa kami sulit memperoleh anak kedua, padahal proses memperoleh anak pertama lancar-lancar saja.

Untuk menguatkan niat kami dalam memperoleh momongan lagi, berbagai cara sudah kami tempuh. Mulai dari konsultasi dokter spesialis kandungan yang belum menemukan faktor penyebab istri belum bisa hamil, padahal riwayat kehamilan anak pertama tidak ada masalah. Kemudian kami ke pengobatan alternatif berbasis herbal juga belum membuahkan hasil. Alternatif lain berikutnya adalah pijat yang juga belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan.

Karena berbagai cara dan upaya sudah ditempuh tapi semuanya tidak berhasil, akhirnya pada diri istri muncul sedikit perasaan pesimis atau putus asa untuk bisa hamil lagi, apalagi ditambah usia yang mau mendekati kepala empat.

Di sela-sela perasaan putus asa, tetap terbersit perasaan yakin (walau sedikit) bahwa Allah Swt akan mengabulkan doa dan harapan kami. Akhirnya kami  memutuskan untuk "pasrah" saja terhadap apapun keputusan Allah Swt. Kami berupaya tidak terlalu memikirkan lagi tentang keinginan menambah momongan lagi.

Keputusan untuk "pasrah" pada ketetapan Allah Swt tersebut berlangsung beberapa bulan sampai akhirnya kami mendapat kejutan "keajaiban" berupa karunia Allah Swt yang selama ini kami harap-harapkan. Ya, sebuah tanda kemahakuasaan Allah Swt telah menyertai kehidupan keluarga kami.

Ternyata hasil dari "kepasrahan" memberikan hasil yang di luar perkiraan kami, tetapi sangat kami harapkan selama 10 tahun ini. Subhanallah, Allah Swt memperlihatkan kemahakuasaan-Nya dengan tanda "kehamilan" istri penulis. Penulis sangat bersyukur dengan peristiwa ini.

Akhirnya, pada hari Jumat tanggal 3 November 2017 pukul 08.05 WIB, Allah Swt kembali menampakkan kemahakuasaan-Nya dengan mentakdirkan anak kami lahir secara normal. Seorang bidadari kecil nan cantik telah dipilihkan Allah Swt untuk menemani kami sekeluarga. Terima kasih ya Allah, Engkau telah mengabulkan doa-doa dan harapan kami.

Pada kelahiran anak kami yang kedua ini, Allah Swt memberikan kesempatan penulis untuk mendampingi istri dalam proses persalinan. Saat mendampingi istri mempersiapkan persalinannya tersebut, penulis melihat secara langsung proses persalinan dan "seakan-akan" ikut merasakan bagaimana beratnya perjuangan istri untuk melahirkan putri kecil kami. Penulis seakan-seakan ikut merasakan dan ambil bagian dari rasa sakit yang dialami istri.

Dari kejadian tersebut, penulis merenungkan betapa berat perjuangan seorang ibu dalam melahirkan anak-anaknya. Rasa sakit, optimis, putus asa, harapan, kebahagiaan, dan rasa-rasa yang lain bercampur jadi satu demi melahirkan seorang anak ke dunia ini. Dan ternyata perjuangan seorang ibu bukan berakhir setelah melahirkan, tetapi justru baru dimulai. Maka tak heran jika "Surga itu di bawah telapak kaki ibu". Wallahu A'lam.[]


Sumber Artikel :

Agung Nugroho Catur Saputro. (2018). Renungan Kehidupan : Kumpulan Refleksi Kehidupan Sehari-hari untuk Mengasah Ketajaman Mata Hati. Kebumen : CV. Intishar Publishing.


 *) Penulis adalah dosen, penulis, dan pegiat literasi di Universitas Sebelas Maret (UNS) yang telah menerbitkan lebih dari 20 buku baik karya solo maupun karya antologi. Saat ini penulis sedang menempuh pendidikan pascasarjana di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

6 komentar:

astutiamudjono.wordpress.com mengatakan...

Catatan penting yang sudah diabadikan dalam bentuk blog.keren Pak.

ifasaputro mengatakan...

Jadi inget perjuangan kita untuk kehadiran si kecil. Love You pi..

Much. Khoiri mengatakan...

Tulisan yang menyentuh hati. Teringat masa2 ketika anak2 kami lahir. Begitulah. Tmksh Pak

Agung Nugroho Catur Saputro,S.Pd.,M.Sc. mengatakan...

Terima kasih komentarnya bu Astuti.

Agung Nugroho Catur Saputro,S.Pd.,M.Sc. mengatakan...

Perjuangan yang telah menyadarkan kita arti sebuah keikhlasan. Makasih sayang. Love you to..

Agung Nugroho Catur Saputro,S.Pd.,M.Sc. mengatakan...

Terima kasih master Emcho telah mampir di blog saya. Sukses dan berkah selalu.

Postingan Populer