MENJADI IBU RUMAH TANGGA ATAU WANITA KARIER? PRIORITASKAN UNTUK KEBAHAGIANAN KELUARGA DAN PENDIDIKAN ANAK!
Oleh
:
Agung
Nugroho Catur Saputro
Setiap manusia yang
dilahirkan ke dunia ini telah membawa bekal masing-masing. Bekal kehidupan
tersebut merupakan titipan dari sang khalik Allah Swt yang diberikan kepada
setiap manusia yang akan memasuki kehidupan dunia. Bekal kehidupan tersebut
berupa potensi diri yang nantinya akan dapat berkembang tanpa batas seiring
manusia tersebut menjalani proses kehidupannya. Pengalaman-pengalaman hidup
yang dialami seseorang akan mewarnai perkembangan potensi diri dalam dirinya.
Seseorang yang banyak melakukan eksplorasi potensi diri dengan melakukan banyak
aktivitas yang bertujuan untuk mengungkap potensi diri dan kompetensi dirinya
akan banyak memiliki bekal kehidupan yang nantinya akan menjadikan dirinya sukses
dalam memerankan perannya selaku khalifatullahi
fil-ardhi.
Manusia diciptakan
dalam dua jenis gender, yakni laki-laki dan perempuan. Masing-masing gender
tersebut memiliki keunikan dan kekhasan yang berbeda satu jenis dengan jenis
yang lain. Setiap manusia mempunyai potensi diri yang sudah disesuaikan dengan
karakteristik jenis gendernya. Potensi diri dalam diri seorang laki-laki pasti
berbeda dengan potensi diri yang ada dalam diri seorang perempuan. Perbedaan
jenis gender memang bukan untuk dibanding-bandingkan karena itu merupakan
fitrah dan takdir dari Tuhan yang menciptakan. Tuhan menciptakan manusia
berbeda-beda jenis kelamin bukan untuk menunjukkan kelemahan masing-masing
jenis, tetapi untuk saling bekerja sama dan saling melengkapi kekurangan
masing-masing.
Dilahirkan sebagai laki-laki ataupun sebagai
perempuan pada dasarnya tidak ada masalah karena setiap manusia membawa bekal
potensi diri dan tugas kehidupan masing-masing. Setiap orang akan
bertanggungjawab dengan kehidupannya sendiri. Sebenarnya masalah yang
seharusnya menjadi perhatian setiap orang adalah apakah dirinya telah
memaksimalkan potensi dirinya dengan mempelajari berbagai kompetensi dan skill?
Apakah dirinya telah menjalankan peran dan fungsi kehidupannya secara benar?
Sudahkan dirinya menjalankan fitrah kehidupan yang disematkan oleh Allah Swt
pada dirinya? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang seharusnya dipikirkan oleh
setiap orang, bukan malah membanding-bandingkan perbedaan gender . Laki-laki
memiliki tanggung jawab sendiri dengan potensi dan kompetensi dirinya. Demikian
pula halnya dengan perempuan juga mempunyai peran, fungsi dan tanggung jawab
tersendiri sesuai dengan kodrat yang melekat pada dirinya. Masing-masing orang
tidak perlu saling iri atau memandang rendah orang lain hanya dikarenakan
perbedaan jenis kelaminnya.
Ketika memasuki jenjang
pernikahan, antara laki-laki dan perempuan memiliki peran dan fungsi yang
berbeda. Laki-laki di dalam keluarga menjadi suami dan kepala keluarga yang
memiliki tanggung jawab untuk memberikan nafkah dan kehidupan yang layak dan
sejahtera untuk istri dan anak-anaknya. Perempuan dalam keluarga memainkan
peran sebagai istri dan ibu rumah tangga yang bertanggung jawab untuk melayani
suami dan anak-anaknya agar kehidupan keluarganya harmonis, damai dan tenteram.
Suami bertanggung jawab mencari nafkah untuk keluarganya, sedangkan istri
bertanggung jawab mengurus rumah tangganya dengan membelanjakan nafkah suaminya
untuk kesejahteraan seluruh anggota keluarga. Ini adalah fungsi utama kaitannya
dengan pembagian peran dan fungsi suami istri dalam keluarga. Sedangkan fungsi
lain bisa dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri, seperti fungsi
pendidikan, fungsi keharmonisan, fungsi kebahagiaan, dan lain sebagainya. Sebagai
misal fungsi pendidikan bukan hanya tugas suami atau istri saja melainkan dapat
direncanakan dan diprogramkan secara bersama-sama, model pendidikan keluarga
yang bagaimana yang akan diselenggarakan di keluarga. Demikian pula misalnya tentang iklim
komunikasi di keluarga mau direncanakan seperti apa, apakah akan dibuat sistem
demokrasi ataukah sistem otoriter dimana anak hanya boleh manut saja apa
perkataan dan keputusan orang tua. Hal-hal ini bisa dibicarakan dan
didiskusikan bersama antara suami dan istri, karena merupakan tanggung jawab
bersama sebagai orang tua. Keuntungan dan kerugian dari jenis sistem
pengelolaan keluarga yang dipilih menjadi bahan pertimbangan bagi suami dan
istri dalam menentukannya.
Berkaitan dengan trend keluarga
zaman sekarang dimana suami maupun istri semuanya bekerja, manakah yang lebih
baik? Apakah suami saja yang bekerja mencari nafkah ataukah istri juga ikut
bekerja? Manakah yang lebih baik, istri bekerja dan memiliki karier pekerjaan
ataukah istri hanya menjadi ibu rumah tangga? Sebenarnya ini bukanlah sebuah
pilihan yang membuat pusing dan masalah dalam kehidupan berumah tangga. Hal ini
seharusnya bisa didiskusikan di internal keluarga oleh suami dan istri. Prinsip
pokok yang harus dipegang adalah tugas mencari nafkah atau bekerja adalah pada
suami, sedangkan istri tidak mempunyai kewajiban mencari nafkah karena
kewajiban istri adalah mengelola nafkah dari suaminya untuk kesejahteraan keluarga.
Istri ikut bekerja atau menjadi ibu rumah tangga, keduanya sama-sama mengandung
kebaikan selama itu merupakan keputusan dan kesepakatan bersama keluarga,
dengan syarat kedua belah pihak yakni suami dan istri sama-sama memegang
komitmen untuk menjalankan fungsi, peran, dan kewajibannya masing-masing dengan
penuh tanggung jawab.
Menurut pendapat
penulis, ketika seorang istri bekerja di luar rumah maka pasti konsekuensi yang
diakibatkan, yaitu adanya sebagian proporsi waktu untuk keluarga yang hilang
karena digunakan untuk bekerja. Hal inilah yang harus disadari oleh para perempuan
yang memutuskan berkarier di dunia kerja. Permasalahan kemudian yang muncul
adalah apakah suami dan anak-anak mau dan bisa menerima kondisi konsekuensi tersebut?
Jika keluarga bisa menerima kondisi tersebut dengan segala konsekuensinya, maka
hal itu bukanlah masalah bagi keluarga. Tetapi jika keluarga (suami atau
anak-anak) tidak bisa menerima konsekuensi dari kondisi tersebut, maka di
situlah muncul sebuah masalah. Permasalahan tersebut harus diurai terlebih
dahulu sebelum mencari solusi terbaik. Kembali ke prinsip awal dalam berumah
tangga bahwa tugas utama mencari nafkah keluarga adalah suami. Jika suami mampu
memberikan nafkah keluarga secara cukup dan memberikan kehidupan yang layak
untuk keluarganya, maka tidak ada alasan mendesak bagi istri untuk ikut mencari
nafkah. Terkecuali kondisinya berbeda dimana penghasilan suami tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara layak, maka istri boleh membantu
keuangan keluarga dengan ikut bekerja, dengan catatan seizin suami. Di sinilah
pentingnya kesepakatan bersama antara suami dan istri jika istri mau ikut bekerja.
Jika suami mengizinkan dan menerima segala konsekuensinya, maka keputusan istri
untuk bekerja adalah bukan suatu masalah karena tujuannya untuk keluarga. Satu
hal yang harus diingat oleh para istri yang bekerja bahwa ia bekerja dengan
meninggalkan sebagian peranannya di rumah adalah untuk membantu keuangan
keluarga. Maka uang yang dihasilkan oleh istri juga harus untuk kepentingan
keluarga, bukan dianggap uang pribadi sang istri. Uang yang dihasilkan suami maupun
istri adalah uang keluarga, jadi digunakan untuk kepentingan keluarga. Tidak
ada yang namanya uang suami ataupun uang istri, yang ada adalah uang keluarga.
Dengan memahami prinsip dan konsep uang keluarga
ini, maka suami ataupun istri tidak akan menggunakan uang hasil kerjanya untuk
kepentingan pribadi yang tidak berkaitan dengan keluarga.
Di kehidupan keluarga
saya pribadi, istri saya pernah memerankan diri sebagai wanita karier (bekerja)
di dunia pendidikan sebagai seorang pendidik, dan sekarang memerankan diri
sebagai istri dan ibu rumah tangga sepenuhnya. Sebagai suami, saya bisa
merasakan keuntungan dan kerugian saat istri ikut bekerja dan saat istri sepenuhnya
mengurus keluarga. Saya sendiri merasa lebih nyaman jika istri di rumah fokus mengurus
keluarga dan mengelola keuangan keluarga. Saya menyadari bahwa sebagai suami
dan kepala keluarga, saya lah yang seharusnya bertanggung jawab mencari nafkah keluarga,
bukan istri. Bagi saya, peranan istri sebagai ibu rumah tangga bukanlah peranan
yang kurang penting tetapi justru sangat penting dan urgen karena tanpa
keberadaan istri di rumah maka kondisi kehidupan keluarga pasti terganggu. Dulu
ketika istri masih bekerja, terkadang urusan penyiapan makanan untuk keluarga
kurang terlayani dengan baik karena waktu istri sangat terbatas karena harus
buru-buru berangkat kerja. Akibatnya terkadang istri menyiapkan makanan untuk
keluarga ala kadarnya. Ketika sore hari istri pulang kerja dalam kondisi capek,
akibatnya penyiapan makan malam juga terkadang kurang memuaskan. Semua
ketidaknyamanan dan ketidakpuasan ini berangkat dari hilangnya sebagian waktu
istri untuk melayani keluarga karena tersita untuk urusan pekerjaan. Akhirnya
dengan pertimbangan khusus dan melihat kondisi keluarga yang sedang memiliki
balita, saya memutuskan untuk meminta istri berhenti dari bekerja.
Walaupun awalnya
keputusan tersebut terasa sangat berat bagi istri, saya selalu berusaha
memberikan pengertian kepada istri bahwa keputusan ini demi kebaikan keluarga.
Setelah istri tidak bekerja, istri mempunyai waktu maksimal untuk melayani
keluarga dan mengelola urusan rumah tangga. Sebagai konsekuensi dari keputusan
tersebut, saya selaku suami dan kepala keluarga juga komitmen mengganti
pendapatan istri yang hilang pasca berhenti bekerja dengan menambah lebih uang
bulanan dengan tetap mempertimbangkan kondisi keuangan keluarga. Alhamdulillah
hingga sekarang keluarga kami bisa hidup dengan baik dan bahagia walau memang
kondisi keuangan keluarga sempat mengalami penurunan karena sumber keuangan
hanya dari satu sumber saja. Tetapi kondisi tersebut berlangsung hanya sesaat
saja karena beberapa waktu kemudian Allah Swt menambah rezekinya untuk keluarga
kami sehingga kehidupan keluarga kembali normal. Setelah istri berhenti bekerja,
saya menjadi lebih kreatif mencari sumber pendapatan tambahhan alternatif agar
pola dan gaya hidup keluarga penulis tidak berubah banyak pasca istri berhenti
bekerja.
Setelah istri tidak
bekerja lagi, keluarga kami memiliki lebih banyak waktu untuk kebersamaan. Kemanapun
saya ada acara di luar, saya selalu berusaha mengajak istri dan anak-anak.
Boleh dibilang di mana ada saya di situ pasti ada keluarga saya. Saya memang
lebih suka jika bepergian atau menghadiri acara undangan tertentu dengan
ditemani istri dan anak-anak. Bagi saya, keluarga adalah segala-galanya. Semua
yang saya lakukan semata-mata demi keluarga. Apapun akan saya lakukan agar
keluarga saya dapat hidup dengan layak dan sejahtera.
Setelah istri resign dari tempat kerja dan full
beraktivitas di rumah, saya sekarang punya lebih banyak waktu kebersamaan
dengan istri tercinta. Saya sekarang merasa lebih bahagia karena setiap saat
bisa bersama istri dan setiap hari bisa merasakan lezatnya makanan masakan
istri. Pola makan saya yang sebelumnya tidak teratur sekarang menjadi lebih
teratur setelah istri setiap hari rutin menyiapkan makanan dan bekal makan
siang untuk saya. Saya dan istri sekarang juga lebih bisa merancang dan membuat
program pendidikan keluarga untuk anak-anak. Kami jadi bisa lebih sering
diskusi dan ngobrol-ngobrol santai membahas perkembangan pendidikan anak-anak. Sejak
dua tahun yang lalu, kami telah mengadakan program pendidikan keluarga berupa
kajian keluarga rutin bakda sholat Maghrib hingga masuk waktu sholat isya’. Isi
kajian keluarga bisa berupa kajian keagamaan, diskusi monitoring perkembangan
pendidikan anak, program pengembangan kompetensi anak, dan lain sebagainya. Selain
itu, kami juga menjadi lebih punya banyak kesempatan untuk memonitoring
perkembangan pertumbuhan si kecil. Kami melihat ada dampak positif yang
signifikan terhadap prestasi belajar
anak dan perkembangan pertumbuhan anak. Demikianlah manfaat positif yang
keluarga kami rasakan pasca keputusan bersama istri tidak bekerja lagi. []
Gumpang Baru, 09 Maret 2022
BIODATA PENULIS
Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc. (ICT, C.MMF,
C.AIF, C.GMC, C.CEP, C.MIP, C.SRP, C.MP) adalah dosen di Program Studi
Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. Menempuh Pendidikan
S1 (S.Pd) di Universitas Sebelas Maret dan Pendidikan S2 (M.Sc.) di Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa
doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY). Selain sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan
penulis yang telah menerbitkan lebih dari 80 judul buku (baik buku solo maupun
buku kolaborasi) dan memiliki 28 sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
berupa hak cipta buku, Peraih Juara 1 Nasional lomba penulisan buku pelajaran
kimia MA/SMA (2007), Peraih SPK AWARD Peringkat 1 (2021), Peraih Inovasi dan P2M
Award LPPM UNS Peringkat 2 (2022), Peraih Indonesia Top 5000 Scientists ”AD
Scientific Index” (2022), Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP (2020),
Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah
terakreditasi SINTA 2 dan 3, dan Trainer tersertifikasi Indomindmap Certified
Trainer-ICT, Indomindmap Certified
Growth Mindset Coach, Indomindmap Certified Multipe Intelligences Practitioner,
Indomindmap Certified Character Education Practitioner, ThinkBuzan Certified
Applied Innovation Facilitator (UK), ThinkBuzan Certified Speed Reading
Practitioner (UK), ThinkBuzan Certified Memory Practitioner (UK), dan
ThinkBuzan Certified Mind Map Facilitator (UK). Penulis dapat dihubungi melalui
nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.
Tulisan-tulisan penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur
Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar