Powered By Blogger

Senin, 21 Juni 2021

INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERAGAMA

 

Sumber Gambar : https://bpip.go.id/bpip/berita/1035/256/makna-pancasila-sebagai-pandangan-hidup-ketahui-isi-dari-kelima-butirnya.html


INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA  DAN BERAGAMA

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Kronologi lahirnya Pancasila secara singkat adalah dimulai pada tanggal 1 Juni 1945 ketika Ir. Sukarno (Bung Karno) menyampaikan ide serta gagasannya terkait dasar negara Indonesia, yang dinamai “Pancasila”. Panca artinya lima, sedangkan sila artinya prinsip atau azas. Pada saat itu Bung Karno menyebutkan lima dasar untuk negara Indonesia, yakni Sila pertama “Kebangsaan”, sila kedua “Internasionalisme atau Perikemanusiaan”, sila ketiga “Demokrasi”, sila keempat “Keadilan sosial”, dan sila kelima “Ketuhanan yang Maha Esa”. Untuk menyempurnakan rumusan Pancasila dan membuat Undang-Undang Dasar yang berlandaskan kelima azas tersebut, maka Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) membentuk sebuah panitia yang disebut sebagai panitia Sembilan. Panitia Sembilan ini terdiri atas Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Abikoesno Tjokroseojoso, Agus Salim, Wahid Hasjim, Mohammad Yamin, Abdul Kahar Muzakir, Mr. AA Maramis, dan Achmad Soebardjo. Setelah melalui beberapa proses persidangan, Pancasila akhirnya dapat disahkan pada Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Pada sidang tersebut, disetujui bahwa Pancasila dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara Indonesia yang sah (BPIP RI, n.d.).

Istilah pancasila diperkenalkan oleh Bung Karno saat membacakan usulan dasar negara di sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 (Parandaru, 2021). Bung Karno di dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 tersebut juga sempat menghubungkan hal simbolis dengan Pancasila yang berisi lima butir falsafah. Kata Bung Karno, ia senang pada sesuatu yang simbolis. Rukun Islam ada lima jumlahnya. Begitu juga jari dan panca indra manusia, juga lima jumlahnya. Bung Karno menjelaskan alasan mengapa ia memberi nama Pancasila:

Saudara-saudara! Dasar-dasar Negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajibann, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai pancaindra. Apa lagi yang lima bilangannya? (Seorang yang hadir menjawab : Pandawa Lima!). Pandawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi-saya namakan ini denga petunjuk seorang teman kita ahli bahasa-namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. (tepuk tangan riuh).  (Sukarno dalam De Jonge, 2015 : 238)

 

Dalam sidang BPUPKI tersebut, sebelum Bung Karno mengenalkan istilah dasar negara Pancasila, para tokoh yang berpidato sebelumnya tidak ada satupun yang menjelaskan tentang dasar negara. Ketika giliran Bung Karno tiba, beliau berpidato selama kurang lebih satu jam untuk menjawab pertanyaan ketua BPUPKI yang menanyakan apa dasar negara yang mau didirikan nanti. Karena ternyata tidak ada satupun peserta sidang yang menjawab pertanyaan ketua BPUPKI tersebut, hanya Bung Karno yang menjawabnya sebagaimana isi pidato di awal sebagai berikut:

 

Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda philosofische grondslag daripada Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi (Sukarno dalam De Jonge, 2015 : 230).

           

            Pancasila adalah milik seluruh bangsa Indonesia. Pancasila bukan milik satu golongan, satu organisasi, satu suku, atau individu tertentu, tetapi milik seluruh bangsa Indonesia karena pancasila digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Maka tidak dibenarkan adanya klaim dari pemeluk agama tertentu yang menyatakan bahwa pancasila adalah ajaran agamanya. Juga tidak dibenarkan klaim bahwa Pancasila milik satu keluarga saja. Pancasila bukan milik siapa-siapa tetapi milik bersama, yakni milik seluruh rakyat Indonesia. Pancasila dirumuskan Bung Karno bukan berdasarkan ajaran agama tertentu ataupun budaya suku tertentu, melainkan digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

            Pendapat penulis di atas sesuai pernyataan Bung Karno yang menyatakan bahwa Pancasila adalah “semua buat semua”, yang maknanya adalah Pancasila milik bersama dan untuk kepentingan bersama, yaitu seluruh rakyat bangsa Indonesia. Pernyataan Bung Karno tersebut lebih lengkapnya ada dalam buku beliau yang berjudul Tjamkan Pantja Sila! Pantja Sila Dasar Falsafah Negara (1964).

           

Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan yang kaya, tetapi “semua buat semua”. Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di dalam satu punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di dalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun lebih, ialah Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat Negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan (Sukarno dalam De Jonge, 2015 : 237).

           

Dari pernyataan pak Sukarno tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Pancasila itu milik seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya milik suku, agama, atau ras tertentu saja. Selain  itu, Pancasila tidak dirumuskan oleh Bung Karno hanya dalam sehari di tanggal 1 Juni 1945 saja, melainkan telah dipikirkan oleh Bung Karno sejak 25 tahun sebelumnya, tepatnya yaitu sejak tahun 1918.

            Pancasila digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia selama puluhan tahun oleh Bung Karno. Pancasila adalah falsafah hidup bangsa Indonesia. Pancasila tidak merepresentasikan nilai-nilai ajaran agama tertentu ataupun suku tertentu, melainkan merepresentasikan kondisi  bangsa Indonesia yang beranekaragam suku bangsa dan agama. Pancasila merepresentasikan jiwa dan ruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kewajiban seluruh rakyat Indonesia untuk menjaga Pancasila.

            Pancasila harus menjiwai setiap rakyat Indonesia. Nilai-nilai luhur dalam kelima butir Pancasila tersebut harus menjadi falsafah hidup dan terinternalisasi dalam kehidupan berbangsa dan beragama. Nilai-nilai luhur Pancasila tidak bertentangan dengan adat istiadat suku bangsa manaupun di Indonesia. Nilai-nilai luhur Pancasila juga tidak berseberangan dengan prinsip dasar ajaran agama manapun di bumi Nusantara ini. Jadi kita tidak perlu mempertentangkan antara Pancasila dan agama ataupun adat istiadat.

            Pancasila merupakan manifestasi dari keberagaman bangsa Indonesia yang terdiri atas ribuan suku bangsa dan berbagai agama dan kepercayaan. Pancasila mengakomodir semua keunikan suku bangsa dan ajaran kebaikan di setiap agama. Pancasila sebagai landasan falsafah hidup bangsa Indonesia bukan bermaksud menggantikan landasan ajaran agama, tetapi memberikan panduan bagaimana menjalani kehidupan berbangsa yang heterogen dan beranekaragam ini. Pancasila sangat menganjurkan setiap warga Negara Indonesia untuk saling toleransi dan saling menghormati adat istiadat setiap suku bangsa dan keyakinan atau kepercayaan setiap pemeluk agama.

Pancasila adalah tali pengikat yang mempersatukan dan menyatukan seluruh rakyat Indonesai dalam satu kesatuan wilayah yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila adalah milik kita bersama, maka kewajiban kitalah untuk menjaga dan memeliharanya. Pancasila bukan sekadar simbol melainkan ruh atau spirit rakyat Indonesia dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.

Setiap warga Negara Indonesia harus menghafal lima butir Pancasila tersebut dan menghayati maknanya dan kemudian diaplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Pancasila tidak cukup dihafal saja karena hal itu sangat mudah dilakukan dikarenakan hanya berisi lima butir saja, melainkan harus diimplementasikan dalam segala sikap dan perilaku kita sehari-hari. Pancasila harus menjadi ruh kita dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam menjalani kehidupan beragama.

Pancasila dirumuskan oleh Bung Karno tidak hanya dalam satu hari saja di tanggal 1 Juni 1945 melainkan telah dipikirkan selama puuhan tahun sejak tahun 1918. Hal ini menunjukkan bahwa Pancasila bukan sebuah konsep yang sederhana dan minim makna. Pancasila memiliki makna filosofi yang dalam karena butir-butir Pancasila diperas dari saripati nilai-nilai luhur kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila adalah murni produk bangsa Indonesia, bukan produk bangsa lain. Pancasila adalah ciri khas bangsa Indonesia yang berketuhanan dan beranekaragam suku dan bahasa. Pancasila hanya cocok untuk bangsa Indonesia karena Pancasila adalah gambaran miniatur kehidupan bangsa Indonesia. Jika ingin mengetahui bagaimana kehidupan bangsa Indonesia, maka silakan pelajari dan hayati kelima butir Pancasila tersebut. []

 

Daftar Pustaka

BPIP RI. (n.d.). BPIP: Hari Lahir Pancasila, Begini Kronologi dan Sejarahnya secara Lengkap. Retrieved June 20, 2021, from BPIP :: Hari Lahir Pancasila, Begini Kronologi dan Sejarahnya secara Lengkap website: https://bpip.go.id/bpip/

De Jonge, W. W. (2015). Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan. Yogyakarta: Galang Pustaka.

Parandaru, I. (2021, May 31). Sejarah Pancasila sebagai Dasar Negara. Retrieved June 20, 2021, from Kompaspedia website: https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/kronologi/sejarah-pancasila-sebagai-dasar-negara/

 

Gumpang Baru, 20 Juni 2021

 

________________________________________________________________________

Biodata Penulis

 

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan dasar dan menengah dijalani di madrasah, yaitu MI Al-Islam 1 Ngesrep, MTs Nurul Islam 2 Ngesrep, dan MAN 1 Surakarta. Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana tingkat Master (M.Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih dari 50 judul buku (baik buku solo maupun buku antologi), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 dan SINTA 3, Auditor internal Certified Internal Quality Audit ISO 9001 : 2008, Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK),  Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia), dan Certified ThinkBuzan Facilitator in Applied Innovation-CTFAI (UK). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung   Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com.

 

 

Postingan Populer