Sumber Gambar : https://www.wajada.net/2017/03/8-pintu-rezeki-dari-allah.html |
PUASA MENDATANGKAN REZEKI?
Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro
Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw pernah
bersabda, “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan ditambah umurnya, maka
hendaklah menjalin silaturrahim." (HR. Bukhari). Hadis
ini menegaskan bahwa menyambung ikatan silaturahmi memiliki hikmah yaitu dapat
menjadi sarana Allah Swt menambahkan rezeki dan memanjangkan usia kita. Jika kita
renungkan, apa kaitannya menyambung tali silaturahmi dengan kedua hikmah
tersebut? Apa pengaruh dari menyambung tali silaturahmi dengan urusan rezeki dan
umur? Katanya rezeki, umur, dan jodoh kita sudah ditentukan Allah Swt sejak
kita dilahirkan ke dunia ini. Dengan merujuk hadis di atas, apakah rezeki dan
umur kita bisa berubah gara-gara kita
menyambung silaturahmi?
Untuk
memahami makna hadis Rasulullah Saw di atas, kita jangan menggunakan akal atau
rasional karena pasti sulit menemukan hubungan antara menjalin silaturahmi
dengan melapangkan rezeki dan memanjangkan umur. Kita pergunakan sisi spiritual
kita untuk memahami hikmah di balik isi kandungan hadis tersebut. Apa yang kita
rasakan ketika kita menjalin silaturahmi atau komunikasi dengan orang lain? Ya,
hati kita merasa bahagia. Ketika kita saling mengunjungi saudara-saudara kita,
muncul rasa senang, gembira dan bahagia yang entah dari mana datangnya.
Tiba-tiba saja hati kita merasakan kebahagiaan saat kita berjumpa teman lama
atau saudara jauh. Dengan alasan ini juga mengapa banyak orang ingin mengadakan
reuni dengan teman-teman sekolah yang telah lama berpisah. Bahkan mereka rela
jauh-jauh hari repot menyaiapkan acara reuni tersebut yang terkadang mereka
harus berkorban waktu dan uang. Tapi mengapa banyak orang senang melakukannya?
Jawabannya adalah karena mereka senang dan bahagia akan bertemu kembali dengan teman-teman
mereka. Kebahagiaan inilah faktor penting dalam silaturahmi yang akan
berpengaruh pada aspek yang lain, di antaranya rezeki dan umur.
Ketika seseorang ikhlas menjalin tali
silaturahmi atau menyambung kembali tali silaturahmi yang lama terputus, maka
Allah Swt akan mengkaruniakan kebahagiaan di hatinya. Hati yang selalu
merasakan kebahagiaan adalah hati yang sehat. Hati yang sehat akan mudah
menangkap dan menerima datangnya kebaikan-kebaikan. Dengan sendirinya orang
yang memiliki hati yang sehat dan bahagia pastinya adalah orang yang baik. Orang
yang memiliki hati sehat (qolbu salim) akan senantiasa berbuat untuk kebaikan
dan kemanfaatan bagi sesame. Di sinilah terdapat hubungan yang sangat erat
antara menyambung silaturahmi dengan kebahagiaan yang berdampak pada
terbentuknya pribadi yang baik.
Orang yang memiliki hati yang sehat dan
selalu merasakan kebahagiaan, hidupnya pasti dijalani dengan optimis dan damai.
Orang seperti ini pasti memiliki kehidupan yang penuh kebahagiaan, kedamaian,
wajahnya memancarkan aura kebaikan, perkataan selalu berisi hikmah kebaikan,
akhlaknya selalu berorientasi ke kebaikan dan kebermanfaatan. Siapapun yang
bergaul dan berinteraksi dengannya pasti akan merasakan kebahagiaan pula. Orang
yang mampu menyebarkan kebaikan dan kedamaian ke lingkungan sekitarnya pastilah
orang yang diberkahi Allah Swt dan selalu dalam perlindungann-Nya. Dapat mengenal
dan bergaul dengan orang-orang yang selalu menyebarkan aura kebaikan seperti
itu merupakan keberuntungan tersendiri. Ikut merasakan kedamaian dan
kebahagiaan ketika bergaul orang-orang tersebut merupakan berkah tersendiri
yang harus disyukuri. Hanya orang-orang yang hatinya penuh kebaikan saja yang
akan mampu merasakan aura kebaikan dari hamba-hamba yang dimuliakan Allah Swt.
Lalu apa pengaruhnya hati yang sehat dan selalu bahagia
terhadap umur dan rezeki? Untuk mengetahui jawaban atas pertanyaan ini, marilah
kita amati data angka harapan hidup di dunia. Ternyata negara yang mempunyai
angka harapan hidup tertinggi rata-rata penduduknya menjalani hidup dengan bahagia. Ternyata hidup
bahagia mampu meningkatkan angka harapan hidup manusia. Negara yang memiliki
angka harapan hidup tertinggi adalah Monako. Penduduk di negara ini bisa hidup
hingga usia 89,4 tahun. Para lansia di Monako juga cenderung religius,
mengutamakan keluarga dan menghabiskan banyak waktu di luar ruangan. Mereka
juga punya kebiasaan pergi ke mana-mana dengan berjalan kaki. Penduduk Monako
juga diberi layanan kesehatan wajib yang didanai oleh negara, sehingga mereka
tak perlu takut apabila jatuh sakit (Zakiah, 2019). Negara berikutnya yang
memiliki angka harapan hidup tertinggi kedua adalah Jepang. Angka harapan hidup
orang Jepang tertinggi kedua di dunia, yakni rata-rata mencapai usia 85,3 tahun.
Mereka menghabiskan masa tuanya dengan damai, melakukan hobi seperti berkebun
serta bersosialisasi bersama para lansia lainnya. Panjangnya umur orang Jepang
juga dipengaruhi dengan makanan yang mereka makan, yaitu tahu, ikan laut dan
ubi manis serta menghindari makan daging. Bahkan, tak sedikit penduduk Jepang
yang berhasil mencapai usia 100 tahun. Persentasenya, 740 dari 1,3 juta
penduduk Jepang berusia di atas 100 tahun serta 90 persen di antaranya
perempuan (Zakiah, 2019).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat kita tarik benang
merah adanya keterkaitan yang sangat erat antara silaturahmi yang membawa
kebahagiaan dengan panjang umur yang dinyatakan dengan data angka harapan
hidup. Dengan tingginya angka harapan hidup suatu negara, dimana penduduknya
hidup dengan bahagia dan memiliki tingkat kesehatan yang prima, maka pastilah
produktivitas Negara tersebut sangat tinggi. Negara yang memiliki produktivitas
yang tinggi pastilah Negara yang makmur dan sejahtera. Negara yang terbelakang
dan miskin tidak mungkin memiliki produktivitas tinggi, yang ada malah tingkat
konsumtif yang tinggi. Maka kita perhatikan, Negara-negara yang maju dan makmur
adalah Negara-negara yang produktifitasnya tinggi sedangkan Negara-negara yang
konsumtif adalah Negara-negara yang belum maju atau sedang berkembang atau
malah Negara miskin. Dari sini, dengan melihat hubungan antara silaturahmi,
kebahagiaan, kesehatan, angka harapan hidup, produktivitas, kemakmuran, maka
kita akan menerima kebenaran isi hadis Rasulullah Saw di atas.
Lantas apa hubungannya dengan puasa Ramadan? Puasa Ramadan
bertujuan bukan hanya sekadar menahan rasa lapar dan dahaga tetapi mengajarkan
umat Islam untuk memiliki empati, kepedulian pada sesame dan rasa kemanusiaan
yang tinggi. Dorongan untuk bersikap humanism dituangkan dalam hadis Rasulullah
Saw yang menyatakan bahwa memberi makan makanan berbuka puasa untuk orang yang
sedang berpuasa akan mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa. Hadis ini menunjukkan bahwa puasa itu sarana
untuk menumbuhkan rasa empati dan kepedulian pada sesame dan dengan sendirinya
memberi makanan untuk berbuka puasa bagi orang yang sedang berpuasa akan mampu
membahagiakan orang yang berpuasa dan akan mempererat tali silaturahmi. Dari sinilah
kemudian kita dapat menghubungkan keterkaitan antara puasa dengan melapangkan
rezeki dan memperpanjang umur dengan menggunakan hubungan di atas. Wallahu a’lam bish-shawab. []
Referensi
Zakiah,
N. (2019, November 26). 7 Negara dengan Angka Harapan Hidup Tinggi, Apa
Kebiasaan Penduduknya? Retrieved April 30, 2021, from IDN Times website:
https://www.idntimes.com/science/discovery/nena-zakiah-1/negara-dengan-angka-harapan-hidup-tinggi
Gumpang Baru, 21 Ramadan 1442 H (03 Mei
2021)
*) Tulisan dalam artikel ini adalah
pendapat pribadi penulisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar