Powered By Blogger

Senin, 03 Mei 2021

PUASA MENDATANGKAN REZEKI?


Sumber Gambar : https://www.wajada.net/2017/03/8-pintu-rezeki-dari-allah.html


PUASA MENDATANGKAN REZEKI?

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw pernah bersabda, “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan ditambah umurnya, maka hendaklah menjalin silaturrahim." (HR. Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa menyambung ikatan silaturahmi memiliki hikmah yaitu dapat menjadi sarana Allah Swt menambahkan rezeki dan memanjangkan usia kita. Jika kita renungkan, apa kaitannya menyambung tali silaturahmi dengan kedua hikmah tersebut? Apa pengaruh dari menyambung tali silaturahmi dengan urusan rezeki dan umur? Katanya rezeki, umur, dan jodoh kita sudah ditentukan Allah Swt sejak kita dilahirkan ke dunia ini. Dengan merujuk hadis di atas, apakah rezeki dan umur kita bisa berubah gara-gara  kita menyambung silaturahmi?

 

 Untuk memahami makna hadis Rasulullah Saw di atas, kita jangan menggunakan akal atau rasional karena pasti sulit menemukan hubungan antara menjalin silaturahmi dengan melapangkan rezeki dan memanjangkan umur. Kita pergunakan sisi spiritual kita untuk memahami hikmah di balik isi kandungan hadis tersebut. Apa yang kita rasakan ketika kita menjalin silaturahmi atau komunikasi dengan orang lain? Ya, hati kita merasa bahagia. Ketika kita saling mengunjungi saudara-saudara kita, muncul rasa senang, gembira dan bahagia yang entah dari mana datangnya. Tiba-tiba saja hati kita merasakan kebahagiaan saat kita berjumpa teman lama atau saudara jauh. Dengan alasan ini juga mengapa banyak orang ingin mengadakan reuni dengan teman-teman sekolah yang telah lama berpisah. Bahkan mereka rela jauh-jauh hari repot menyaiapkan acara reuni tersebut yang terkadang mereka harus berkorban waktu dan uang. Tapi mengapa banyak orang senang melakukannya? Jawabannya adalah karena mereka senang dan bahagia akan bertemu kembali dengan teman-teman mereka. Kebahagiaan inilah faktor penting dalam silaturahmi yang akan berpengaruh pada aspek yang lain, di antaranya rezeki dan umur.

 

Ketika seseorang ikhlas menjalin tali silaturahmi atau menyambung kembali tali silaturahmi yang lama terputus, maka Allah Swt akan mengkaruniakan kebahagiaan di hatinya. Hati yang selalu merasakan kebahagiaan adalah hati yang sehat. Hati yang sehat akan mudah menangkap dan menerima datangnya kebaikan-kebaikan. Dengan sendirinya orang yang memiliki hati yang sehat dan bahagia pastinya adalah orang yang baik. Orang yang memiliki hati sehat (qolbu salim) akan senantiasa berbuat untuk kebaikan dan kemanfaatan bagi sesame. Di sinilah terdapat hubungan yang sangat erat antara menyambung silaturahmi dengan kebahagiaan yang berdampak pada terbentuknya pribadi yang baik.

 

Orang yang memiliki hati yang sehat dan selalu merasakan kebahagiaan, hidupnya pasti dijalani dengan optimis dan damai. Orang seperti ini pasti memiliki kehidupan yang penuh kebahagiaan, kedamaian, wajahnya memancarkan aura kebaikan, perkataan selalu berisi hikmah kebaikan, akhlaknya selalu berorientasi ke kebaikan dan kebermanfaatan. Siapapun yang bergaul dan berinteraksi dengannya pasti akan merasakan kebahagiaan pula. Orang yang mampu menyebarkan kebaikan dan kedamaian ke lingkungan sekitarnya pastilah orang yang diberkahi Allah Swt dan selalu dalam perlindungann-Nya. Dapat mengenal dan bergaul dengan orang-orang yang selalu menyebarkan aura kebaikan seperti itu merupakan keberuntungan tersendiri. Ikut merasakan kedamaian dan kebahagiaan ketika bergaul orang-orang tersebut merupakan berkah tersendiri yang harus disyukuri. Hanya orang-orang yang hatinya penuh kebaikan saja yang akan mampu merasakan aura kebaikan dari hamba-hamba yang dimuliakan Allah Swt.

 

Lalu apa pengaruhnya hati yang sehat dan selalu bahagia terhadap umur dan rezeki? Untuk mengetahui jawaban atas pertanyaan ini, marilah kita amati data angka harapan hidup di dunia. Ternyata negara yang mempunyai angka harapan hidup tertinggi rata-rata penduduknya  menjalani hidup dengan bahagia. Ternyata hidup bahagia mampu meningkatkan angka harapan hidup manusia. Negara yang memiliki angka harapan hidup tertinggi adalah Monako. Penduduk di negara ini bisa hidup hingga usia 89,4 tahun. Para lansia di Monako juga cenderung religius, mengutamakan keluarga dan menghabiskan banyak waktu di luar ruangan. Mereka juga punya kebiasaan pergi ke mana-mana dengan berjalan kaki. Penduduk Monako juga diberi layanan kesehatan wajib yang didanai oleh negara, sehingga mereka tak perlu takut apabila jatuh sakit (Zakiah, 2019). Negara berikutnya yang memiliki angka harapan hidup tertinggi kedua adalah Jepang. Angka harapan hidup orang Jepang tertinggi kedua di dunia, yakni rata-rata mencapai usia 85,3 tahun. Mereka menghabiskan masa tuanya dengan damai, melakukan hobi seperti berkebun serta bersosialisasi bersama para lansia lainnya. Panjangnya umur orang Jepang juga dipengaruhi dengan makanan yang mereka makan, yaitu tahu, ikan laut dan ubi manis serta menghindari makan daging. Bahkan, tak sedikit penduduk Jepang yang berhasil mencapai usia 100 tahun. Persentasenya, 740 dari 1,3 juta penduduk Jepang berusia di atas 100 tahun serta 90 persen di antaranya perempuan (Zakiah, 2019).

 

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat kita tarik benang merah adanya keterkaitan yang sangat erat antara silaturahmi yang membawa kebahagiaan dengan panjang umur yang dinyatakan dengan data angka harapan hidup. Dengan tingginya angka harapan hidup suatu negara, dimana penduduknya hidup dengan bahagia dan memiliki tingkat kesehatan yang prima, maka pastilah produktivitas Negara tersebut sangat tinggi. Negara yang memiliki produktivitas yang tinggi pastilah Negara yang makmur dan sejahtera. Negara yang terbelakang dan miskin tidak mungkin memiliki produktivitas tinggi, yang ada malah tingkat konsumtif yang tinggi. Maka kita perhatikan, Negara-negara yang maju dan makmur adalah Negara-negara yang produktifitasnya tinggi sedangkan Negara-negara yang konsumtif adalah Negara-negara yang belum maju atau sedang berkembang atau malah Negara miskin. Dari sini, dengan melihat hubungan antara silaturahmi, kebahagiaan, kesehatan, angka harapan hidup, produktivitas, kemakmuran, maka kita akan menerima kebenaran isi hadis Rasulullah Saw di atas.

 

Lantas apa hubungannya dengan puasa Ramadan? Puasa Ramadan bertujuan bukan hanya sekadar menahan rasa lapar dan dahaga tetapi mengajarkan umat Islam untuk memiliki empati, kepedulian pada sesame dan rasa kemanusiaan yang tinggi. Dorongan untuk bersikap humanism dituangkan dalam hadis Rasulullah Saw yang menyatakan bahwa memberi makan makanan berbuka puasa untuk orang yang sedang berpuasa akan mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa.  Hadis ini menunjukkan bahwa puasa itu sarana untuk menumbuhkan rasa empati dan kepedulian pada sesame dan dengan sendirinya memberi makanan untuk berbuka puasa bagi orang yang sedang berpuasa akan mampu membahagiakan orang yang berpuasa dan akan mempererat tali silaturahmi. Dari sinilah kemudian kita dapat menghubungkan keterkaitan antara puasa dengan melapangkan rezeki dan memperpanjang umur dengan menggunakan hubungan di atas. Wallahu a’lam bish-shawab. []

 

Referensi

Zakiah, N. (2019, November 26). 7 Negara dengan Angka Harapan Hidup Tinggi, Apa Kebiasaan Penduduknya? Retrieved April 30, 2021, from IDN Times website: https://www.idntimes.com/science/discovery/nena-zakiah-1/negara-dengan-angka-harapan-hidup-tinggi

 

 

Gumpang Baru, 21 Ramadan 1442 H (03 Mei 2021)

*) Tulisan dalam artikel ini adalah pendapat pribadi penulisnya.

Tidak ada komentar:

Postingan Populer