Powered By Blogger

Rabu, 02 Oktober 2024

MISTERI DI BALIK PEMBENTUKAN IKATAN KIMIA: Sebuah Perpaduan yang Serasi antara “Love” dan “Hate”

 Seri Filsafat Kimia (1)


MISTERI DI BALIK PEMBENTUKAN IKATAN KIMIA:
Sebuah Perpaduan yang Serasi antara “Love” dan “Hate”

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro




Dari manakah asal mula air? Air terbentuk dari ikatan antara atom oksigen dengan atom hidrogen dengan perbandingan tertentu. Pernahkah kita berpikir bagaimana seandainya atom oksigen dan atom hidrogen tidak diberi “kehendak” oleh Allah Swt untuk saling berikatan? Pasti seluruh makhluk hidup di muka bumi ini akan mati semua karena tidak ada air padahal air adalah kebutuhan pokok penopang kehidupan. Oleh karena itu bukankah sudah semestinya kita sebagai makhluk yang berakal mensyukuri nikmat Allah Swt ini dan mengabdikan hidup kita untuk keagungan nama-Nya?

Atom oksigen dan atom hidrogen dapat saling berikatan karena Allah Swt telah mengaruniakan kepada kedua atom tersebut sebuah “kehendak” yang berupa suatu gaya untuk saling berikatan. Gaya yang menyebabkan sekumpulan atom yang sama atau berbeda menjadi satu kesatuan dengan perilaku yang sama disebut IKATAN KIMIA (Effendy, 2006). Ikatan kimia pada dasarnya adalah gaya elektrostatik antara inti atom suatu atom dengan elektron terluar atom lain yang saling bergabung membentuk satu kesatuan.

Ikatan kimia terjadi karena adanya perbedaan muatan antara muatan positif dari inti atom suatu atom dengan muatan negatif dari elektron atom lain. Perbedaan muatan inilah yang menyebabkan timbul gaya elektrostatik berupa gaya tarik-menarik sehingga atom-atom tersebut saling mendekat dan membentuk senyawa melalui ikatan kimia.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat kita pahami bahwa ikatan kimia sebenarnya merupakan sebuah karunia Allah Swt yang patut kita syukuri. Melalui karunia-Nya yang berupa ikatan kimia inilah, atom-atom di alam dapat saling berikatan. Mekanisme maha cerdas Allah Swt dalam menciptakan ikatan kimia adalah dengan cara mengarunikan suatu “kehendak” pada inti atom yang bermuatan positif dan elektron yang bermuatan negatif untuk saling tarik-menarik. Jadi, pada pembentukan ikatan kimia, gaya elektrostatik yang timbul antara inti atom dengan elektron terluar atom lain sebenarnya adalah “kehendak” yang diberikan Allah Swt kepada atom-atom di alam ini. Kalau Allah Swt tidak mengaruniakan “kehendak” tersebut, bagaimana mungkin atom yang berupa benda mati dapat bergerak saling tarik-menarik?

Mengapa atom-atom di alam saling berikatan? Ternyata umumnya atom-atom ditemukan di alam dalam kondisi saling berikatan membentuk senyawa melalui ikatan kimia. Atom - atom berikatan karena pada kondisi individual mereka memiliki energi potensial yang tinggi yang menyebabkan bersifat tidak stabil. Atom-atom tersebut memiliki kecenderungan untuk menurunkan energi potensialnya agar mencapai kondisi stabil. Nah, pembentukan ikatan kimia merupakan mekanisme maha cerdas dari Allah Swt untuk menstabilkan atom-atom tersebut, karena ketika atom-atom saling berikatan membentuk satu kesatuan, maka energi potensialnya menjadi lebih rendah. Jadi pembentukan ikatan kimia merupakan cara Allah Swt menyatukan atom-atom di alam semesta ini agar mencapai kondisi lebih stabil.

Seorang ahli filsafat Yunani yang bernama Agrigentum (492 - 432 S.M.), menyatakan bahwa atom-atom di alam ini saling berikatan membentuk senyawa karena adanya perpaduan antara gaya tarik-menarik dan gaya tolak-menolak seperti halnya perpaduan perasaan “love” (cinta) dan “hate” (benci). Apa maksud pernyataan dari Agrigentum tersebut? Mengapa ia mengatakan bahwa proses terjadinya ikatan kimia itu seperti perpaduan antara perasaan “love” dan perasaan “hate”?

Terdapat dua “filosofi dasar” yang melandasi terbentuknya ikatan kimia. Filosofi pertama adalah keseimbangan antara gaya tarik-menarik dan gaya tolak-menolak antar atom-atom yang berikatan. Filosofi kedua adalah kecenderungan untuk mencapai kondisi lebih stabil melalui penataan elektron pada atom-atom yang berikatan. Ketika terdapat dua atom yang sejenis ataupun berbeda jenis saling mendekat, maka akan muncul dua jenis gaya, yaitu gaya tarik-menarik dan gaya tolak-menolak. Karena perbedaan muatan antara inti atom dengan muatan elektron terluar atom lain, maka muncul gaya elektrostatik tarik-menarik antar dua atom tersebut sehingga atom-atom tersebut saling mendekat. Ketika mencapai jarak tertentu (jarak optimum), dimana gaya tarik-menarik masih mendominasi dibandingkan gaya tolak-menolak, maka terbentuklah ikatan kimia. Tetapi jika dua atom tersebut berusaha untuk lebih mendekat lagi melampaui jarak optimum, justru kedua atom tersebut akan saling tertolak menjauhi satu sama lain karena munculnya gaya tolak-menolak dari elektron-elektron terluar atom-atom tersebut.

Ikatan kimia terbentuk ketika terjadi kondisi keseimbangan antara gaya tarik-menarik dan gaya tolak-menolak antar atom-atom yang akan berikatan (filosofi pertama). Ikatan kimia hanya terbentuk ketika jarak antar atom berada pada jarak tertentu (optimum), yaitu tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh. Jika terlalu dekat maka atom-atom akan saling tolak-menolak, artinya tidak terbentuk ikatan kimia. Sebaliknya, jika jarak antar atom terlalu jauh juga mengakibatkan tidak terbentuk ikatan kimia. Jadi, baik terlalu dekat ataupun terlalu jauh sama-sama tidak menghasilkan ikatan kimia. Justru ikatan kimia terbentuk ketika jarak antar atom berada pada kondisi “tengah-tengahan”.

Jika akhirnya suatu ikatan kimia jadi terbentuk, bukan berarti gaya tolak-menolak telah hilang. Walaupun atom-atom telah membentuk suatu senyawa, gaya tolak-menolak antar elektron tetap ada. Gaya tolak-menolak ini berada kondisi “laten” yang sewaktu-waktu dapat muncul dan merusak ikatan kimia yang terbentuk. Hanya pada kondisi lingkungan yang “sesuai” yang memungkinkan gaya tolak-menolak menjadi lebih kuat (misalnya dipanaskan), maka ikatan kimia yang terbentuk bisa terputus dan senyawanya terdekomposisi (terurai).

Hikmah apa yang dapat kita ambil dari fenomena pembentukan ikatan kimia ini? Ikatan kimia terbentuk karena adanya “kehendak” yang dikaruniakan Allah Swt kepada atom-atom di alam ini. Dengan adanya “kehendak” dari Allah Swt tersebut, atom-atom dapat saling mendekat karena perbedaan muatan dan pada jarak tertentu terjadi keseimbangan antara gaya tarik-menarik dan gaya tolak-menolak. Gaya tarik-menarik ini laksana perasaan “cinta” dan gaya tolak-menolak laksana perasaan “benci” (mengikuti filosofi Agrigentum). Perasaan “cinta” dan “benci” ini merupakan karunia Allah Swt yang diberikan kepada setiap atom. Ikatan kimia pada atom-atom hanya terbentuk ketika ada keseimbangan antara perasaan “cinta” dan “benci” dimana perasaan “cinta” lebih dominan daripada perasaan “benci”. Jadi inti penggerak dari pembentukan ikatan kimia adalah CINTA.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka proses pembentukan ikatan kimia antar atom-atom dapat kita jadikan sebagai analogi dari sebuah hubungan interaksi antar insan Tuhan di dunia ini. Dalam kehidupan ini marilah kita jadikan “cinta” sebagai inti dalam sebuah hubungan. Sebuah hubungan akan terjalin dengan kuat hanya ketika “cinta” lebih dominan daripada “benci”. “Cinta” dan “benci” adalah karunia Allah Swt yang selalu ada di setiap diri manusia, maka manajemen diri dalam mengelola perasaan “cinta” dan “benci” inilah yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu hubungan, kuat atau lemahnya suatu ikatan. Perasaan “cinta” akan semakin menguat ketika lingkungan sekitar mendukung untuk semakin tumbuhnya perasaan tersebut, dan sebaliknya perasaan “benci” juga bisa tumbuh pelan-pelan tapi pasti jika lingkungan mendukungnya pula. Maka, pilihlah dan ciptakan sendiri lingkungan kehidupanmu yang mendukung tumbuhnya “cinta” tetapi melemahkan “benci”. Kebahagiaan hidup kita sangat bergantung pada bagaimana kita mengelola perasaan “cinta” dan “benci” yang ada di dalam diri setiap kita. Jadi, hidup bahagia atau menderita adalah sebuah pilihan, bukan keterpaksaan.

Sebagai penutup akhir tulisan ini, penulis kutipkan pandangan para sufi tentang hubungan “cinta” dan penciptaan alam semesta. Menurut pandangan para Sufi (Kartanegara, 2007), ternyata motif Allah Swt dalam menciptakan alam semesta adalah “cinta”. Alam diciptakan oleh Allah Swt atas dorongan “cinta”, dan karena itu, cinta Allah meresap ke dalam seluruh bagian alam, bahkan seluruh partikel-partikelnya. Karena itu, menurut Jalaluddin Rumi (seorang filosofis dan penyair dari Persia), “cinta” telah menjadi “daya fundamental” alam yang kreatif, dan yang telah “menghidupkan” dan “mengaktifkan” alam sehingga memiliki sifat-sifat kehidupan dan kecerdasan.

Dalam salah satu syairnya, Jalaluddin Rumi mengatakan :
Bagi orang bijak langit adalah laki-laki dan bumi adalah perempuan. Bumi memupuk apa yang telah dijatuhkan dari langit. Ketika bumi kedinginan, langit mengirimkan kehangatan. Ketika bumi kekeringan, langit mengirim embun atau hujan. Langit berputar seperti suami mencari nafkah demi sang istri. Sedangkan sang istri menerima pemberian dari sang suami. Langit dan bumi pastilah dikaruniai kecerdasan, karena mereka melakukan pekerjaan makhluk yang cerdas. Andai pasangan ini tidak mengenyam kebahagiaan, bagaimana mereka melangkah seperti sepasang kekasih?

Demikian, semoga bermanfaat. []

Referensi :
Effendy. 2006. Seri Buku Ikatan Kimia dan Kimia Anorganik : Teori VSEPR, Kepolaran dan Gaya antar Molekul Edisi 2. Malang: Bayumedia Publishing.
Kartanegara,M., 2007, Mengislamkan Nalar: Sebuah Respon terhadap Modernitas, Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Postingan Populer