Powered By Blogger

Sabtu, 30 November 2024

HUBUNGAN KORELASI ANTARA REAKSI KIMIA DAN THOHAROH

 


HUBUNGAN KORELASI ANTARA REAKSI KIMIA DAN THOHAROH

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro




Masih ingatkah kita tentang ciri-ciri reaksi kimia? Ya benar, ada empat indikator telah berlangsungnya reaksi kimia. Apakah empat indikator terjadinya reaksi kimia tersebut?

Indikator pertama terjadinya reaksi kimia adalah munculnya perubahan warna. Jika kita mencampurkan dua larutan dan setelah kedua larutan tercampur ternyata terjadi perubahan warna, maka itu menunjukkan telah terjadi reaksi kimia yang menghasilkan produk berupa senyawa berwarna. Contoh reaksi larutan kalium kromat (kuning) dengan larutan asam klorida menghasilkan warna jingga.

Indikator kedua adalah pembentukan gas. Terbentuknya gas dari pencampuran zat-zat bukan gas menunjukkan telah terjadi reaksi kimia. Munculnya bau dari suatu larutan juga mengindikasikan telah terjadi reaksi kimia dan dihasilkan produk senyawa gas. Contoh reaksi yang menghasilkan gas adalah reaksi antara logam magnesium dengan larutan asam klorida.

Indikator terjadinya reaksi kimia yang ketiga adalah terbentuknya endapan. Terbentuknya endapan dari pencampuran dua larutan mengindikasikan telah terjadi reaksi kimia. Contoh reaksi antara larutan perak nitrat dengan larutan natrium klorida yang menghasilkan endapan putih.

Indikator yang keempat adalah terjadinya perubahan temperatur. Semakin panas atau dinginnya campuran dua zat mengindikasikan telah terjadi reaksi kimia. Reaksi kimia yang menghasilkan kalor (panas) disebut reaksi "eksoterm" sedangkan reaksi yang menyerap kalor (ditunjukkan larutan menjadi lebih dingin) dinamakan reaksi "endoterm". Contoh reaksi antara larutan natrium hidroksida dengan larutan asam klorida menghasilkan larutan yang terasa hangat.

Indikator-indikator terjadinya reaksi kimia ternyata ada hubungannya dengan syarat suatu air dapat digunakan untuk bersuci (thoharoh). Jika ada air suci dan mensucikan kecampuran sedikit najis, bagaimana hukum air tersebut? Terkait permasalahan agama ini, ada perbedaan pendapat antar ulama. Ada ulama yang menyatakan bahwa jika airnya sedikit maka menjadi najis walaupun tidak berubah rasa, warna dan baunya sehingga tidak boleh untuk thoharoh. Ulama yang mendukung pendapat ini adalah imam Hanafi, imam Syafi'i dan imam Hambali.

Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa jika air tersebut tidak berubah rasanya, warnanya dan baunya, maka air tersebut tetap bersifat suci dan dapat digunakan untuk thoharoh. Ulama yang mendukung pendapat kedua ini adalah ibnu abbas, abu hurairah, hasan basri, imam maliki, dll.

Berdasarkan dua pendapat tersebut, ada benang merah penghubung antar kedua pendapat, yaitu keduanya menyatakan jika air itu tidak berubah rasa, warna dan bau, maka status air tersebut suci dan dapat digunakan untuk bersuci. Pendapat pertama menganggap najis jika airnya sedikit, tetapi jika airnya banyak maka tetap suci (ukuran banyaknya air tidak dibahas di sini). Lantas apa kaitan kasus tersebut dengan kimia?
Pada kasus air suci kecampuran sedikit najis, kedua pendapat ulama pada dasarnya sama, yaitu mensyaratkan bahwa air tetap suci jika tidak berubah rasa, warna dan baunya. Nah, parameter rasa, warna dan bau ini sebenarnya parameter terjadinya reaksi kimia.

Jika ada suatu air yang tidak berubah rasanya, warnanya, dan baunya, maka hal itu menunjukkan bahwa dalam air tersebut tidak terjadi reaksi kimia yang menghasilkan senyawa baru. Tidak berubah rasa menunjukkan tidak dalam air tidak terbentuk senyawa lain yang rasanya berbeda dengan rasa air. Tidak berubah warna menunjukkan tidak terjadi reaksi kimia yang menghasilkan senyawa berwarna. Tidak berubah baunya menunjukkan tidak terjadi reaksi kimia yang menghasilkan gas.

Dari ketiga parameter air suci tersebut, jika ketiganya tidak muncul mengandung arti bahwa dalam air tersebut memang benar-benar air murni yang tidak mengandung zat yang bersifat najis atau mengandung zat najis tetapi konsentrasinya sangat kecil sekali sehingga tidak mempengaruhi derajat kesucian air. WaAllahu a'lam.

*) Staf Pengajar Kimia di Universitas Sebelas Maret (UNS)

URGENSI MEMILIKI PENGETAHUAN DASAR AGAMA

 


URGENSI MEMILIKI PENGETAHUAN DASAR AGAMA

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro



Beberapa waktu yang lalu saat sholat Jumat di masjid, saya menjumpai sebuah pemandangan yang cukup menyedihkan. Sebuah pemandangan tentang ironisnya kualitas generasi muslim sekarang. Kejadian tersebut menunjukkan fenomena generasi muslim sekarang sangat minim pengetahuan agamanya.

Saat memasuki masjid, saya melihat beberapa remaja berseragam sekolah SMA yang sedang ngobrol dan bermain-main. Padahal saat itu khatib sudah menyampaikan khutbah Jum'at. Mereka bukannya duduk tenang dan mendengarkan isi khutbah Jum'at tetapi malah asyik mengobrol dan bermain-main.
Saya masuk masjid langsung mengerjakan sholat sunnah tahiyatul masjid dan kemudian duduk mendengarkan isi khutbah Jum'at hingga selesai. Saya melakukan hal itu karena sejak kecil sudah mendapat pelajaran agama bahwa khutbah Jum'at merupakan bagian tak terpisahkan dari sholat Jum'at. Khotbah Jum'at adalah termasuk rukun sholat Jum'at. Disebut mengerjakan sholat Jum'at adalah jika ikut mendengarkan khutbah Jum'at dan mengerjakan sholat Jum'at sebanyak dua rakaat.

Melihat perilaku beberapa remaja tersebut saya jadi berpikir, apakah mereka tidak mengetahui pengetahuan dasar agama terkait rukun sholat Jum'at? Apakah seusia mereka belum pernah mendapatkan pelajaran agama tentang rukun sholat Jum'at? Saya sangat heran bagaimana remaja sebesar mereka tidak mengetahui ilmu-ilmu agama yang dasar tersebut. Sementara saya dulu waktu kecil sudah mengetahui pengetahuan dasar rukun sholat Jum'at, makanya sejak kecil setiap kali mengikuti sholat Jum'at saya selalu duduk diam mendengarkan khotbah Jum'at dari Khatib.

Waktu kecil saya tidak punya pikiran saat mengikuti sholat Jum'at akan bermain-main dan ngobrol dengan teman-teman ketika Khotib menyampaikan khutbah Jum'at. Kejadian yang saya lihat pada para remaja tersebut adalah sebuah pemandangan yang sungguh aneh dan tidak pernah terbayangkan dalam pikiran saya waktu kecil. Pemandangan yang sangat menyedihkan karena melihat generasi Islam sekarang tidak mengetahui pengetahuan-pengetahuan dasar dalam ajaran agama Islam.

Jika pengetahuan dasar tentang rukun sholat Jum'at saja tidak mengetahui, apakah mungkin kita berharap mereka mampu memahami dan mengimplementasikan pesan-pesan kebaikan dari ajaran agama Islam? Apa yang bisa diharapkan untuk memajukan peradaban umat Islam dari generasi seperti mereka? Saya jadi berpikir, bagaimana nasib umat Islam yang di masa mendatang jika generasi remajanya memiliki kualitas pengetahuan agamanya seperti itu? Sungguh-sungguh sangat ironis dan menyedihkan sekali.

Saya sungguh tidak percaya jika ada generasi umat Islam yang tidak mengetahui rukun-rukun sholat Jum'at. Selama khatib menyampaikan khutbah Jum'atnya, para remaja sekolah tersebut asyik mengobrol dengan cukup keras. Untung karena suara speaker masjid cukup keras sehingga suara obrolan mereka tidak terlalu terdengar karena suara khutbah Khatib lebih keras terdengar.

Ketika Iqamah disuarakan muadzin pertanda sholat Jum'at mau segera didirikan, semua jamaah berdiri merapikan shaf sholat. Lantas bagaimana para remaja tersebut? Ternyata mereka baru mau mengambil air wudhu ketika Iqamah dibacakan. Berarti selama khutbah Jum'at mereka di dalam masjid belum berwudhu dan hanya asyik ngobrol. Melihat kejadian tersebut, saya jadi semakin bingung dengan kondisi mereka. Generasi muslim macam apakah mereka kok sampai sama sekali tidak mengetahui rukun sholat Jum'at?

Kejadian seperti itu ternyata tidak hanya dilakukan oleh generasi remaja. Ketika sholat Jum'at di masjid kampus, saya juga beberapa kali melihat orang-orang dewasa yang ketika khutbah sedang disampaikan oleh Khatib, mereka malah asyik membuka-buka aplikasi di handphone. Melihat kejadian tersebut, saya juga jadi berpikir, apakah mungkin masih banyak orang-orang Islam baik remaja maupun dewasa yang memang tidak mengetahui bahwa khutbah Jum'at itu berbeda dengan acara pengajian biasa? Mungkinkah mereka belum mengetahui pengetahuan dasar tentang rukun-rukun sholat Jum'at?

Berdasarkan pengamatan fakta di lapangan tentang implementasi pengamalan ajaran agama Islam oleh umat Islam seperti itu, maka menjadi PR bersama bagi seluruh umat Islam, terutama para pendakwah dan lembaga keagamaan untuk lebih intensif lagi membelajarkan ajaran-ajaran dasar agama Islam kepada anak-anak. Anak-anak harus dikenalkan dengan pengetahuan-pengetahuan dasar agama Islam agar kelak ketika mereka dewasa mampu memahami, memaknai, dan mengimplementasikan nilai-nilai kebaikan dari ajaran agama Islam. []


Gumpang Baru, 07 November 2024

MENGUBAH MINDSET DALAM MENULIS BUKU

 


MENGUBAH MINDSET DALAM MENULIS BUKU

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro




Memiliki karya berupa buku merupakan kebanggaan tersendiri bagi banyak orang. Orang-orang yang sukses juga akhirnya bercita-cita mempunyai buku sendiri. Biasanya buku tentang perjalanannya meniti karier hingga sukses. Buku-buku autobiografi banyak ditulis oleh para tokoh-tokoh besar maupun orang-orang sukses.

Menulis buku bukanlah perkara yang mudah. Menulis buku berbeda dengan menulis karya essai ataupun artikel jurnal. Karena buku memiliki jumlah halaman yang relatif banyak - bisa puluhan, ratusan hingga ribuan halaman, maka menulis buku memiliki kesulitan tersendiri. Salah satu kesulitan dalam menulis buku adalah bagaimana caranya menuliskan ide gagasan ke dalam halaman-halaman yang berjumlah sangat banyak tersebut.

Menemukan ide tulisan adalah tidak mudah. Tetapi menemukan ide tulisan yang dapat diubah menjadi tulisan ratusan hingga ribuan halaman adalah jauh lebih sulit. Maka untuk dapat menuliskan ide gagasan pemikiran ke dalam bentuk tulisan berjumlah ratusan hingga ribuan halaman memerlukan kemampuan tersendiri.

Menulis buku tidak hanya sekadar menuliskan ide gagasan pemikiran, tetapi juga terkait daya tahan sang penulisnya untuk terus menemukan ide tulisan hingga ratusan atau bahkan ribuan halaman. Untuk dapat memiliki daya tahan yang lama dalam menemukan ide tulisan yang sangat banyak, maka perlu teknik tertentu.

Salah satu teknik agar memiliki ketahanan yang tinggi dalam menemukan ide tulisan sebanyak-banyaknya dan tiada berhenti, maka diperlukan kesadaran untuk mengubah mindset. Harus ada perubahan mindset tentang menulis buku.

Menulis ratusan dan bahkan ribuan halaman itu sulit, inilah mindset kebanyakan orang ketika dihadapkan dengan keinginan menulis buku. Mindset seperti inilah yang menghambat kemampuan seseorang untuk menulis buku. Selama ia tidak dapat mengubah mindsetnya tersebut, maka ia akan terus berasumsi bahwa menulis buku itu sulit.

Mindset menulis buku yang selama ini saya pergunakan sehingga bisa produktif menulis buku adalah mindset matematika sederhana. Teknik menulis buku yang saya pergunakan dapat saya analogikan seperti formula perhitungan matematika sederhana berikut: 100 = 5 x 20. Artinya, untuk menulis buku dengan jumlah halaman sebanyak 100 lembar, saya cukup menulis 20 bab dimana setiap babnya berisi 5 halaman.

Dengan menggunakan formula perhitungan matematika sederhana tersebut, maka mindset saya dalam menulis buku menjadi berubah. Mindset awal saya bahwa menulis buku itu sulit berubah menjadi menulis buku itu mudah. Mengapa? Karena saya hanya perlu menulis 5 halaman setiap jangka waktu tertentu.

Jika saya mampu menulis 5 halaman perhari, maka saya hanya butuh waktu 20 hari untuk dapat menghasilkan tulisan sebanyak 100 halaman. Ataupun jika saya mampu menulis 5 halaman dalam 2 hari, maka saya membutuhkan 40 hari untuk bisa menulis buku 100 halaman.Bagaimana menurut Anda? Mudah bukan?

Formula mindset menulis buku tersebut di atas bersifat fleksibel, dimana angkanya menyesuaikan kemampuan penulisnya masing-masing. Intinya adalah menulis buku berapapun banyaknya jumlah halaman, jika pengerjaannya dicicil dan dibagi menjadi tema-tema yang lebih kecil, maka akan terasa lebih ringan. Teknik menulis buku seperti makan makanan cemilan (ngemil), yaitu sedikit demi sedikit akan memberikan kesan tidak terasa berat karena tidak memikirkan target akhir jumlah halaman yang banyak dan bisa menikmati prosesnya. Selamat mencoba. []


Ruang rawat inap RS UNS, 11 November 2024

Jumat, 29 November 2024

KAPAN WAKTU TERBAIK UNTUK MENULIS?

 


KAPAN WAKTU TERBAIK UNTUK MENULIS?

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

            Menulis merupakan aktivitas yang tidak banyak ditekuni setiap orang. Walaupun banyak manfaat dari melakukan aktivitas menulis, tetapi tetap saja tidak banyak orang yang mau menulis. Beragam alasan dikemukakan oleh orang-orang mengapa mereka tidak mau menulis. Di masyarakat, masih banyak orang yang beranggapan bahwa menulis adalah pekerjaan berat dan sulit. Hal dikaitkan dengan asumsi bahwa menulis itu harus memeras otak untuk menemukan ide tulisan. Kemudian juga harus menyediakan waktu khusus untuk menulis karena menulis itu membutuhkan konsentrasi tinggi.

Menulis membutuhkan komitmen dan kedisiplinan yang tinggi. Tanpa memiliki komitmen yang tinggi dan mendisiplinkan diri, seseorang akan sulit menjadi penulis produktif. Produktivitas menulis sangat berkorelasi dengan kemampuan menjaga spirit menulis. Spirit menulis harus terus dijaga agar penulis memiliki energi dan kemauan untuk terus menulis. Penulis yang produktif pun suatu waktu bisa saja mengalami penurunan semangat menulis karena situasi dan kesibukan lain yang banyak menyita waktu dan energinya. Oleh karena itu, para penulis produktif memiliki cara-cara tersendiri untuk bagaimana menjaga dan memelihara spirit menulisnya.

Penulis yang produktif tidak mengenal batasan waktu menulis. Maksudnya adalah seorang penulis produktif akan berusaha tetap menulis kapan saja. Ia tidak tergantung pada kondisi dan waktu tertentu untuk menulis. Ia tidak menunggu waktu longgar untuk bisa menulis. Justru sebaliknya ia berusaha menyempatkan diri untuk menulis di tengah kesibukannya yang padat. Waktu dan kesempatan menulis bukan untuk ditunggu kapan datangnya, melainkan justru harus diadakan dan diupayakan. Tanpa kesengajaan untuk menyempatkan waktu untuk menulis, maka waktu menulis tidak akan pernah ada karena habis untuk focus pada kesibukan dan pekerjaan.

Memang seorang penulis seharusnya tidak menggantungkan diri pada waktu longgar untuk menulis. Waktu kapanpun seharusnya bisa dipergunakan untuk menulis. Tema tulisan bisa menyesuaikan kondisi dan waktu yang dimilikinya. Seorang penulis yang profesional harus mampu memilih dan memilah tema-tema tulisan yang akan ditulisnya dengan menyesuaikan situasi dan kondisi.

Ketika waktunya longgar, seorang penulis bisa menulis tema-tema tulisan yang agak berat karena punya waktu banyak untuk menyiapkan bahan, proses berpikir dan menulis. Tetapi ketika waktunya sempit, seorang penulis dapat menulis tema-tema ringan dan sederhana sekadar untuk tetap menjaga spirit menulis dan produktivitasnya.

Jadi memang seorang penulis produktif akan selalu berusaha memanfaatkan waktu yang dimilikinya untuk terus menulis dan berkarya. Kesibukan dan waktu sempit bukanlah menjadi batu penghalang untuk tetap berkarya. Ia akan menyempatkan diri tetap menulis di antara waktu sibuknya. Atau ia akan menggunakan sebagian waktu istirahatnya untuk menulis.

Kesempatan bukan untuk ditunggu, melainkan diciptakan. Demikian pula halnya dalam menjalani aktivitas menulis. Banyak orang yang tidak menulis dengan alasan tidak punya waktu karena sibuk bekerja atau melakukan aktivitas profesi. Mereka akan menulis jika punya waktu longgar.

Pandangan sebagian orang tersebut di atas tidaklah tepat. Mereka mengatakan akan menulis ketika sudah tidak sibuk lagi. Tapi benarkah demikian? Apakah mereka pasti akan menulis jika mempunyai waktu longgar? Apakah orang yang memiliki waktu longgar pasti akan bisa menulis? Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa kita dapatkan dengan melihat kondisi para penulis produktif.

Apakah para penulis produktif adalah orang-orang yang tidak sibuk dan punya banyak waktu longgar? Sepertinya tidak, karena banyak penulis produktif yang juga sangat sibuk. Mereka tetap bisa menulis walaupun sangat sibuk atau sedikit waktu longgarnya. Jadi menulis tidak ditentukan oleh punya waktu longgar atau tidak, tetapi oleh punya kemauan atau tidak dan punya komitmen atau tidak.

Banyak penulis produktif yang menyempatkan diri tetap menulis dengan menciptakan waktu khusus menulis. Ada penulis yang menyempatkan menulis sebelum waktu tidur. Ada penulis lain yang menyempatkan menulis dengan bangun tengah malam. Ada juga penulis yang menyempatkan menulis di waktu sebelum dan sesudah sholat Shubuh.

Bahkan ada pula penulis yang menyempatkan menulis di antara waktu bekerja atau aktivitasnya dengan metode "ngemil", yaitu menulis sedikit demi sedikit hingga akhirnya selesai tulisannya. Penulis tipe ngemil ini tidak terlalu mempersoalkan butuh waktu berapa lama hingga tulisannya akan selesai, tetapi yang diutamakan adalah ia tetap terus konsisten menulis walau dengan cara mencicil.

Berdasarkan uraian di atas, maka kapan waktu terbaik untuk menulis? Jawabannya adalah semua waktu baik untuk menulis. Semuanya tergantung pada diri kita masing-masing kapan kita merasa nyaman untuk menulis. Kita sendiri yang lebih tahu kapan waktu pikiran kita bisa berpikir jernih dan menemukan banyak ide tulisan dan mengubahnya menjadi tulisan. Selamat menulis dan semangat berkarya. Karya hebat diawali dari karya sederhana. []

 

Ruang rawat inap RS UNS, 10 November 2024

PROFIL PENULIS: AGUNG NUGROHO CATUR SAPUTRO


PROFIL PENULIS:

AGUNG NUGROHO CATUR SAPUTRO, S.Pd.,M.Sc.

(ICT, C.MMF, C.AIF, C.GMC, C.CEP, C.MIP, C.SRP, C.MP)


          

Agung Nugroho Catur Saputro adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. Menempuh Pendidikan S1 (S.Pd) di Universitas Sebelas Maret dan Pendidikan S2 (M.Sc.) di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Saat ini penulis sedang menempuh pendidikan doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). 


Selain sebagai dosen, beliau juga aktif sebagai Blogger di https://sharing-literasi.blogspot.com, seorang Pegiat literasi dan Penulis yang telah menerbitkan 120+ judul buku (baik buku solo maupun buku kolaborasi) dan memiliki 46 sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dari Kemenkumham RI.


Banyak prestasi dan penghargaan yang diraih penulis, yaitu Peraih Juara 1 Nasional lomba penulisan buku pelajaran kimia MA/SMA di Kementerian Agama RI (2007), Peraih Sahabat Pena Kita (SPK) Award ”Anggota Teraktif” Peringkat 1 (2021), Peraih Penghargaan Rektor UNS sebagai ”Inovasi dan P2M Award LPPM UNS” Peringkat 2 (2022), Peraih Indonesia Top 3% Scientists bidang Chemical Sciences ”AD Scientific Index” (2023), Peraih World’s Top 20% Scientists bidang Natural Sciences ”AD Scientific Index” (2024), Peraih Penghargaan Rektor UNS sebagai ”Inovasi dan P2M Award LPPM UNS” Peringkat 3 (2023), Peraih Sahabat Pena Kita (SPK) Award ”Top Three Most Views of The Month” Peringkat 1 (2023).


Penulis adalah seorang penulis buku non fiksi yang tersertifikasi BNSP (2020), menjadi Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, menjadi Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 3, dan anggota pengurus Komite Madrasah di MAN 1 Surakarta.


Selain menjadi dosen dan penulis buku produktif, Penulis juga seorang Trainer yang telah tersertifikasi oleh lembaha sertifikasi tingkat nasional maupun internasional, yaitu Indomindmap Certified Trainer-ICT,  Indomindmap Certified Growth Mindset Coach, Indomindmap Certified Multipe Intelligences Practitioner, Indomindmap Certified Character Education Practitioner, ThinkBuzan Certified Applied Innovation Facilitator (UK), ThinkBuzan Certified Speed Reading Practitioner (UK), ThinkBuzan Certified Memory Practitioner (UK), ThinkBuzan Certified iMind Map Leader (UK), dan ThinkBuzan Certified Mind Map Facilitator (UK). 


Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email: anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat dibaca di akun Facebook: Agung Nugroho Catur Saputro, website: https://sahabatpenakita.id dan blog: https://sharing-literasi.blogspot.com. []

Kamis, 28 November 2024

MURUAH GURU DAN KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

 


MURUAH GURU DAN KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro




Masih dalam suasana memperingati Hari Guru Nasional tahun 2024, marilah kita bermuhasabah seputar muruah guru (pendidik). Berbagai persoalan seputar muruah guru masih menjadi keprihatinan kita semua. Profesi guru yang seharusnya memiliki muruah tinggi dan kedudukan mulia telah ternodai oleh tindak perilaku segelintir orang (oknum pendidik) yang tidak bertanggung jawab dan melanggar etika moral.

Profesi guru adalah profesi yang terhormat dan mulia. Guru adalah orang yang mendidik anak-anak sehingga mereka menjadi anak-anak yang berpengetahuan, terampil, dan bermoral tinggi. Guru bertugas mendampingi siswa agar mengenali potensi dirinya dan mampu mengembangkan diri menjadi generasi yang tangguh. Guru juga bertugas membimbing siswa agar mengenal aturan etika, moral, dan karakter yang baik sehingga mereka nanti akan menjadi generasi bangsa yang bermoral dan beretika tinggi.

Melihat berapa berat dan mulianya tugas guru, maka sudah sewajarnya jika profesi guru memiliki atau mempunyai muruah yang tinggi. Karena tugasnya sangat mulia, maka sudah seharusnya jika profesi guru diisi oleh orang-orang yang memiliki jiwa mendidik, sikap ketauladanan, memahami ilmu pedagogik, dan profesional.

Beberapa waktu ini profesi guru terus mendapatkan sorotan dari masyarakat. Beberapa peristiwa yang terjadi di seputar dunia pendidikan dan profesi keguruan mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat. Mulai dari peristiwa fenomena lemahnya kedudukan guru dalam hukum sehingga terjadinya beberapa kasus guru diperkarakan ke jalur hukum oleh orang tua siswa.

Kemudian munculnya kasus-kasus terjadinya tindak kekerasan di lingkungan sekolah, baik dilakukan guru ke siswa maupun dilakukan siswa ke guru. Belum lagi terjadinya kasus tindak asusila yang dilakukan oleh oknum-oknum guru yang tidak bermoral kepada siswi-siswinya.

Selain masalah-masalah tersebut di atas, masih ada masalah lain yang terjadi sejak dulu yaitu masalah tingkat kesejahteraan guru yang masih rendah. Di bandingkan dengan profesi-profesi lain, penghargaan dan penghasilan guru relatif lebih rendah. Padahal profesi guru memegang peranan penting dalam penyelenggaraan proses pendidikan.

Tanpa peranan penting guru, maka bagaimana nasib generasi penerus bangsa ini. Tetapi sayangnya, sejak dulu profesi guru masih dipandang sebelah mata oleh pemerintah maupun masyarakat umum. Masih banyak para orang tua yang kurang senang jika anak-anaknya bercita-cita ingin menjadi guru karena profesi guru dianggap kurang prestisius dan kurang menjanjikan kesejahteraan. Siswa-siswi yang unggul dan berprestasi tinggi juga kebanyakan tidak ingin melanjutkan pendidikan tinggi ke kampus LPTK yang nantinya setelah lulus menjadi guru.

Mungkin dikarenakan orang-orang yang kuliah di kampus LPTK dan menjadi guru pada awalnya bukanlah siswa-siswi terbaik, maka kualitas guru-guru yang dihasilkan di Indonesia masih jauh dari harapan. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia mungkin juga dikarenakan faktor banyaknya guru-guru yang mengajar di sekolah bukan sarjana pendidikan lulusan kampus LPTK dimana cita-cita awal mereka tidak menjadi guru tetapi karena situasi yang memaksanya menjadi guru. Dikarenakan bukan sarjana pendidikan, maka mereka tidak/kurang memahami ilmu pedagogik.

Sudah waktunya dibangkitkan kembali muruah (kehormatan, martabat, nama baik) guru yang sempat mengalami penurunan dan keterpurukan selama ini. Martabat dan kemuliaan guru harus dikembalikan. Muruah guru sangat berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan. Jika kualitas pendidikan di Indonesia meningkat dan bisa bersaing dengan negara-negara maju lain, maka muruah guru pasti juga akan terangkat.

Banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa kualitas pendidikan di Indonesia tertinggal jauh di banding negara-negara lain, yang tidak hanya disebabkan oleh faktor gurunya saja. Faktor perubahan kurikulum yang terjadi setiap kali ganti menteri pendidikan juga ikut mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia stagnan. Perubahan atau pergantian kurikulum yang terlalu cepat dan sering dilakukan pemerintah juga ikut andil dalam menjadi faktor penyebab kualitas pendidikan di Indonesia lambat majunya.

Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia bisa diawali dengan meningkatkan tingkat pendapatan dan kesejahteraan guru. Jika kesejahteraan guru telah terpenuhi maka guru bisa tenang dan fokus mendidik siswa dengan segala kemampuannya. Langkah berikutnya adalah menggeser mindset guru dari fixed mindset menjadi growth mindset agar guru-guru mampu menjadi coach bagi para siswa dalam proses mengembangkan kemampuan diri.

Sekolah seharusnya menjadi tempat yang kondusif bagi siswa untuk mengenali potensi diri dan mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Guru seharusnya menjadi pendamping yang baik bagi siswa untuk menjalani proses belajarnya. Jangan sampai terjadi sekolah justru mematikan potensi siswa dan memadamkan motivasinya.

Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi kurikulum yang sedang berjalan agar mendapatkan model implementasi kurikulum yang terbaik. Jika akan merekonstruksi kurikulum harus melalui proses kajian mendalam dengan melibatkan para ahli dan segenap praktisi pendidikan, serta mempertimbangkan kondisi fakta di lapangan yang dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas, sistematis dan terstruktur. Jangan sampai terjadi pergantian kurikulum dalam waktu yang sangat singkat tanpa melalui proses kajian dan riset yang mendalam.

Semoga di era pemerintahan baru sekarang ini dimana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengahnya berasal dari kalangan akademisi dan seorang ahli pendidikan serta memiliki pengalaman praktis yang cukup lama di dunia pendidikan, kualitas pendidikan di Indonesia akan berangsur-angsur meningkat dan bisa bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Amin. []


Gumpang Baru, 27 November 2024

Selasa, 26 November 2024

MENULIS UNTUK AKTUALISASI DAN EKSISTENSI DIRI

 


MENULIS UNTUK AKTUALISASI DAN EKSISTENSI DIRI

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

            Mengapa kita harus menulis? Sebuah pertanyaan yang singkat, pendek, dan sederhana, tetapi jawabannya memerlukan proses pemikiran yang panjang. Mengapa? Karena menulis itu bukan hanya sekadar aktivitas psikomotorik fisik atau jasmani (yakni menulis atau mengetik dengan menggunakan jari-jari tangan), melainkan juga melibatkan aktivitas kognitif dan psikis. Menulis memerlukan proses berpikir yang melibatkan aktivitas kognitif. Untuk bisa menulis harus memerlukan bahan bacaan. Bahan menulis adalah apa-apa yang tersimpan dalam sistem memori dari hasil kegiatan membaca dalam arti sempit (yakni membaca tulisan) maupun membaca dalam arti luas (yakni segala aktivitas yang melibatkan proses berpikir, merenung, menganalisis, hingga mensintesis dan mengkreasi hasil pemikiran).

            Menulis merupakan kegiatan memelihara peradaban. Kita semua sudah mengetahui bahwa kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari kegiatan menulis. Kita bisa mengetahui peradaban manusia zaman dulu melalui bukti-bukti peninggalan zaman dulu dalam bentuk tulisan (baik dalam bentuk tulisan sederhana berupa simbol-simbol atau gambar-gambar, maupun dalam bentuk kitab atau buku hasil karya para penulis). Melalui kegiatan menelusuri atau membaca tulisan-tulisan orang zaman dulu, kita mampu mengetahui bagaimana kondisi kehidupan orang zaman dulu. Pun demikian pula kita saat ini, apa yang kita tulis sekarang bisa jadi akan menjadi bukti eksistensi manusia zaman sekarang bagi manusia di masan depan. Manusia di masa depan akan mengetahui peradaban sekarang melalui tulisan-tulisan yang dihasilkan para penulis saat ini.

            Melalui aktivitas menulis, manusia dapat mentransfer pengetahuan kepada manusia lain melintasi batas ruang dan waktu. Manfaat menulis bahkan mampu menembus batas generasi, yakni manusia generasi di masa depan masih dapat membaca tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh penuliis masa sekarang. Menulis bisa menjadi sarana untuk mengaktualisasikan diri melalui ide gagasan pemikiran terhadap kondisi lingkungan sekitar. Melalui aktivitas menulis, kita dapat menuangkan pandangan dan pemikiran terkait bagaimana mensikapi perubahan di masyarakat. Melalui aktivitas menulis juga kita dapat menggunakan sebagai sarana membuktikan keberadaan diri kita atau eksisestensi kita di kehidupan bermasyarakat. Banyak orang yang dikenal karena tulisan-tulisannya walaupun belum atau tidak pernah bertemu secara langsung.

            Menulis dapat menjadi sarana pembuktian bahwa seseorang itu ada (eksis). Keberadaan seseorang dapat diakui sebagai sejarah manakala orang tersebut mewariskan (legacy) karya tulisnya, misalnya berupa buku atau kitab. Sebagaimana contoh pentingnya meninggalkan legacy berupa karya tulis sebagai bukti keberadaan atau eksistensi diri adalah kasus tentang keberadaan Wali Songo di tanah Jawa. Ada sebagian orang yang tidak percaya bahwa Wali Songo itu pernah ada dan yang menyebarkan (mendakwahkan) agama Islam di tanah Jawa. Alasan mereka yang meragukan eksistensi Wali Songo adalah bahwa tidak ditemukan kitab peninggalan/karangan para Wali Songo. Mereka berargumen bahwa jika memang benar Islam datang ke Indonesia, khususnya ke pulau Jawa karena didakwahkan oleh para Wali Songo, seharusnya ada satu atau  beberapa kitab karangan Wali Songo.

Argumentasi sebagian orang tersebut di atas ada benarnya juga walaupun tidak seratus persen benar karena bukti eksistensi seseorang tidak hanya berwujud karya tulis, tetapi bisa berwujud benda-benda purbakala. Tetapi logikanya memang seharusnya ada minimal satu judul buku/kitab karangan Wali Songo karena pengamalan ajaran Islam di tanah Jawa berbeda dengan yang di Arab Saudi tempat asalnya agama Islam. Hal itu menunjukkan bahwa para Wali Songo pasti melakukan kreativitas dan inovasi dalam menyampaikan dakwahnya ke masyarakat tanah Jawa. Kalau benar bahwa Wali Songo telah berkreasi dan berinovasi dalam metode dakwahnya dengan memasukkan unsur budaya dalam pengamalan ajaran agama Islam, masak mereka sama sekali tidak ada yang menuliskannya dalam sebuah kitab? Masak para Wali Songo tidak ada yang bisa menulis kitab?

            Kasus tentang diragukannya keberadaan (eksistensi) Wali Songo sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa hanya karena tidak ditemukannya satupun kitab karangan Wali Songo membuktikan betapa pentingnya aktivitas menulis sebagai bukti eksistensi diri. Walaupun eksistensi Wali Songo zaman dulu di tanah Jawa dapat dibuktikan dengan cara lain selain peninggalan kitab karangan mereka, setidaknya munculnya polemik tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya kegiatan tulis-menulis, terutama menulis buku (kitab). Buku, kitab, maupun karya-karya tulis lainnya dapat menjadi bukti eksistensi penulisnya sehingga menjadi sejarah, bukan hanya sekadar mitos atau cerita rakyat.

Aktivitas menulis merupakan bagian dari menulis sejarah. Legacy atau warisan tulisan para penulis itulah yang suatu saat nanti menjadi bukti sejarah keberadaan (eksistensi) sang penulis. Apalagi jika ada penulis yang menulis biografi seorang tokoh, maka tokoh tersebut akan tercatat dalam sejarah bahwa tokoh tersebut nyata ada, bukan tokoh fiktif. Selain menuliskan biografi para tokoh, penulis juga bisa menulis biografinya sendiri yang disebut buku autobiografi sebagai upaya untuk dikenang dalam sejarah. Walaupun menulis biografi orang lain juga otomatis menunjukkan eksistensi penulisnya sehingga tokoh dan penulisnya sama-sama tercatat dalam sejarah.

Menulis juga merupakan aktivitas memelihara peradaban. Peradaban yang maju dimulai dari aktivitas menulis dan tentunya membaca. Bangsa yang aktif membaca dan produktif menulis pasti akan menjadi bangsa yang maju dan memiliki tingkat peradaban yang tinggi. Belum ada ceritanya ada suatu bangsa yang gemar membaca dan menulis mengalami kemunduran peradaban. Justru sebaliknya, bangsa tersebut pasti menjadi bangsa yang maju, sejahtera, dan terhormat. Jikapun kemudian bangsa tersebut akhirnya hancur dan hilang, maka kemungkinan besar generasi penerusnya tidak melanjutkan tradisi baik yang dilakukan pendahulunya, yaitu kegiatan membaca, meneliti, dan menulis.

Sejarah telah mencatat bahwa di Timur Tengah pernah ada peradaban maju sebelum munculnya peradaban maju bangsa Eropa, yaitu peradaban Islam. Peradaban maju negara-negara Islam di jazirah Arab dikenal sejarah berangkat dari tingginya aktivitas membaca dan menulis. Sejarah mencatat nama-nama ilmuwan muslim yang memiliki nama besar karena jasa-jasanya dalam memajukan ilmu sains melalui peninggalan karya-karya tulisnya (kitab). Dunia mengetahui eksistensi para ilmuwan muslim tersebut karena mereka meninggalkan karya-karya tulis berupa kitab. Tetapi sayangnya peradaban maju tersebut akhirnya mengalami kemunduran karena generasi penerusnya tidak melanjutkan tradisi ilmiah yang sudah dibangun oleh para pendahulunya. Akhirnya tradisi ilmiah tersebut justru diwarisi dan dilanjutkan oleh bangsa-bangsa Eropa sehingga membuat bangsa-bangsa Eropa bangkit dan peradabannya menjadi maju pesat hingga sekarang dan bahkan menjadi pusatnya peradaban dunia.

Belajar dari sejarah perpindahan pusat peradaban dunia dari daratan timur tengah (jazirah Arab) bergeser ke daratan benua Eropa, kita dapat mengambil pelajaran berharga bahwa majunya peradaban suatu negara ditentukan oleh aktivitas membaca dan menulis. Bangsa-bangsa di dunia yang saat ini menguasai dunia (pusat peradaban maju) dulunya juga berasal dari negara terbelakang. Tetapi karena kesadaran warga negaranya yang tinggi terhadap aktivitas membaca dan menulis, maka mereka akhirnya bisa bangkit dan menjadi negara yang maju, modern, dan sejahtera.

Bangsa Indonesia memiliki sejarah sebagai bangsa yang besar dengan bekas-bekas peninggalan peradaban maju, dan juga dikenal sebagai pusat pengkajian ilmu. Tetapi mengapa bangsa Indonesia bisa sampai dijajah oleh bangsa lain ratusan tahun dan hingga sekarang belum juga menjadi negara yang maju dan sejahtera? Mungkin jawaban atas pertanyaan ini bisa dikaitkan dengan budaya membaca dan menulis warga negara Indonesia. Bagaimana tingkat membaca dan menulis (literasi) bangsa Indonesia dibandingkan bangsa-bangsa lain di dunia? Bagaimana budaya membaca dan menulis masyarakat Indonesia? Pasti kita semua sepakat bahwa tradisi membaca dan menulis belum menjadi budaya bangsa Indonesia, apalagi menjadi kebutuhan penting. Orang-orang Indonesia masih lebih memilih membeli makanan dan minuman (bukan makanan pokok) dibandingkan membeli buku.

Fakta bahwa orang-orang Indonesia masih lebih mementingkan urusan perut dibandingkan urusan kepala tidak perlu dibantah. Inilah kondisi nyata masyarakat bangsa kita. Mau sedih atau malu, terserah. Tetapi yang jelas, menjadi tugas kita bersama untuk mengubah kondisi menyedihkan tersebut. Kita semua harus bangkit memajukan bangsa Indonesia melalui pembudayaan membaca dan menulis. Mari memulai dari diri sendiri untuk berkontribusi positif bagi kemajuan negeri tercinta. Semangat !!!

 

Gumpang Baru, 18 September 2024

Senin, 25 November 2024

MENGKONTEKSTUALKAN PESAN AL-QUR'AN

 


MENGKONTEKSTUALKAN PESAN AL-QUR'AN 

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro 



Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah Swt. melalui wahyu kepada baginda Rasulullah Muhammad Saw. Al-Qur'an menjadi pedoman hidup bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan agar sesuai keinginan Allah Swt. Al-Qur'an diturunkan bukan hanya untuk kepentingan umat Islam saja, melainkan juga untuk menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia di dunia hingga akhir zaman. 


Sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, maka kebenaran isi Al-Qur'an pasti dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Al-Qur'an akan berlaku sepanjang masa hingga akhir dunia menunjukkan bahwa pesan-pesan yang terkandung dalam isi Al-Qur'an pasti selalu up to date dan mengikuti perkembangan zaman. 


Al-Qur'an memang bukan literatur atau referensi ilmiah yang dapat langsung menjadi rujukan penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan penemuan dan kebenaran ilmiah. Walaupun begitu, Al-Qur'an banyak menyinggung tentang peristiwa-peristiwa alam yang menjadi topik kajian ilmu sains. 


Oleh karena itu, upaya memahami isi kandungan Al-Qur'an yang berkaitan dengan peristiwa alam yang menjadi domain kajian/riset ilmu sains harus terus dilakukan dengan melibatkan para ahli sains.  Upaya ini perlu dilakukan dalam rangka untuk menunjukkan bahwa isi kandungan Al-Qur'an terus relevan dengan perkembangan zaman. 


Al-Qur'an tidak pernah out of date (ketinggalan zaman) melainkan selalu up to date (mengikuti perkembangan zaman terkini) karena isi Al-Qur'an dapat dipahami oleh setiap zaman peradaban manusia. Walaupun Al-Qur'an telah diturunkan sejak 15 abad yang lalu, tetapi pesan-pesan kehidupannya masih tetap relevan sampai kapanpun.


Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu upaya bagaimana mengkontekstualkan pesan-pesan Al-Qur'an sesuai perkembangan zaman. Al-Qur'an tidak akan pernah ketinggalan zaman selama kita mampu memaknai pesan-pesannya sesuai konteks zaman kekinian. Jangan sampai terjadi Al-Qur'an dikatakan ketinggalan zaman hanya karena ketidakmampuan kita dalam memahami dan menerjemahkan pesan-pesannya sesuai konteks terkini. 


Sebagai contoh kata "zarrah" pernah diterjemahkan sebagai benda seukuran biji sawi, kemudian ada juga yang menerjemahkan benda seukuran butiran debu, lalu setelah ditemukan konsep atom maka kata "zarrah" dimaknai sebagai seukuran atom. Perubahan dan perkembangan makna arti kata "zarrah" tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur'an dapat diterima kapanpun dan dapat dipahami sesuai perkembangan ilmu pengetahuan yang dikuasai manusia. 


Kata "zarrah" yang merujuk kepada ukuran yang sangat kecil menurut pandangan penulis menunjukkan adanya pesan tersirat bahwa "ukuran" memiliki arti yang sangat penting. Ayat yang mengandung kata "zarrah" seolah mendorong umat Islam agar berusaha mengungkap rahasia di balik "ukuran materi". Ada apa dengan ukuran kecil? Mengapa "ukuran kecil" seakan-akan penting di hadapan-Nya sampai Allah Swt. menggunakan kata "zarrah" yang merujuk kepada ukuran benda yang sangat kecil? 


Penting untuk dipahami bahwa kata "zarrah" yang merujuk kepada "sesuatu yang berukuran sangat kecil sekali' pernah diterjemahkan menjadi bermacam-macam benda, seperti biji sawi, butiran debu, dan atom. Penerjemahan kata "zarrah" menjadi kata yang berbeda-beda tersebut dikarenakan disesuaikan dengan pengetahuan manusia pada zamannya, yang artinya penerjemahan kata "zarrah" disesuaikan dengan konteks zaman. 


Karena objek yang disepadankan dengan kata "zarrah" bisa berbeda-beda sesuai konteks pemahaman umat Islam di suatu zaman, maka dapat ditarik benang merah bahwa tujuan dicantumkannya kata "zarrah" kemungkinan karena Allah Swt. ingin mengajak atau mendorong umat Islam agar mau meneliti lebih mendalam lagi tentang pengaruh faktor "ukuran"  terhadap sifat materi (benda). 


Di zaman modern ini, setelah ditemukannya konsep nano material dimana material berukuran nanometer ternyata menampakan sifat -sifat fisik maupun kimia yang berbeda sekali dengan ukuran makroskopisnya (ukuran material yang kita lihat sehari-hari) akibat pengaruh ukurannya yang sangat kecil. Fenomena ini dikenal dengan istilah "quantum dot size effect". 


Setelah dilakukannya riset-riset tentang material ukuran kuantum tersebut, akhirnya diketahui bahwa ternyata ukuran kuantum memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap sifat maupun kinerja dari suatu material. Dan ternyata material berukuran nanometer menunjukkan fenomena quantum dot size effect tersebut. Oleh karena itu, saat ini riset-riset ilmiah yang mengkaji teknik-teknik sintesis nano material (nano technology) terus dilakukan para ahli sains. 


Berkaitan dengan kata "zarrah" yang muncul di Al-Qur'an lima belas abad yang lalu, apakah ada keterkaitannya dengan penemuan teknologi sintesis nano material? Apakah penemuan ilmiah di bidang sintesis nano material dan aplikasinya di berbagai bidang kehidupan tersebut merupakan jawaban atas misteri atau rahasia di balik "ukuran" yang dimaksud dalam Al-Qur'an melalui kata "zarrah"? Wallahu a'lam. []


Gumpang Baru, 25 November 2024


NB. Artikel ini merupakan pandangan, pendapat, dan gagasan pemikiran penulis pribadi.

Postingan Populer