DINAMIKA KEHIDUPAN KELUARGA
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Dalam sebuah keluarga, setiap anggota keluarga
harus saling membantu. Keseimbangan kehidupan harus menjadi prioritas semua
anggota keluarga. Kepentingan keluarga harus diletakkan di atas kepentingan-kepentingan
yang lain.
Keluarga bagaikan sebuah rumah yang memiliki
beberapa tiang penyangga. Jika ada salah satu tiang penyangga bermasalah yang
merepresentasikan ada salah satu anggot keluarga yang sedang punya masalah,
misalnya sakit, maka harus ada anggota keluarga lain yang bersedia menggantikan
perannya untuk sementara sampai anggota keluarga yang sakit tersebut sembuh dan
kembali mampu menjalankan perannya.
Selama enam bulan terakhir ini kondisi
kesehatan saya sedang kurang baik. Sejak bulan November 2022 saya menjalani
proses pengobatan yang mengharuskan melalui beberapa tindakan operasi. Hasil
tindakan operasi mengakibatkan saya harus banyak istirahat dan mengurangi
aktivitas normal. Dikarenakan dalam masa perawatan pasca operasi, maka sebagian
peran yang biasa saya lakukan dalam keluarga terpaksa diambil alih oleh istri.
Kondisi keluarga yang kurang normal tersebut
mengharuskan istri berperan ganda. Misalnya dalam hal urusan transportasi
keluarga. Selama ini jika kemana-mana bepergian bersama keluarga, saya yang
menjadi drivernya. Tetapi untuk enam bulan terakhir ini, terpaksa istri yang
gantian menjadi driver sedangkan saya duduk di sampingnya. Mekanisme alih
fungsi peranan ini harus kami jalankan demi keberlangsungan kehidupan keluarga
tetap normal.
Selama enam bulan terakhir ini, hampir setiap
Minggu saya ada jadwal rutin kontrol dokter di RS UNS, dan bahkan sudah
menjalani tindakan operasi sebanyak empat kali. Setiap kali saya kontrol dokter
ke RS UNS setiap minggunya, istri selalu yang mengantar dan mendampingi saya.
Dikarenakan kondisi kesehatan saya yang belum nyaman untuk mengendarai mobil,
maka terpaksa istri yang harus menjadi drivernya. Jadi praktis selama enam
bulan terakhir ini istri saya menjalankan peran sebagai driver ojek untuk keluarga.
Saya yakin situasi tersebut kurang nyaman
untuk istri. Umumnya seorang istri pasti ingin dilayani dan disayang-sayang
suaminya. Jika bepergian inginnya hanya duduk manis. Tetapi tidak demikian
dengan istri saya. Selama enam bulan ini ia harus kehilangan situasi nyaman
tersebut. Kini setiap hari selain rutin mengantar jemput si kecil ke sekolah,
ia juga harus rutin setiap Minggu mengantar saya kontrol ke RS UNS.
Ketika saya dijadwalkan untuk tindakan operasi
yang berarti harus opname di RS, istri harus berpikir keras bagaimana mengatur
keluarga, yaitu bagaimana dengan anak-anak. Pernah anak-anak kami titipkan ke
rumah eyangnya, pernah juga kami titipkan di rumah budenya, dan bahkan pernah
anak-anak terpaksa tinggal sendirian di rumah.
Alhamdulillah si kecil yang baru berusia lima
tahun bisa diajak mengerti kondisi orang tuanya sehingga tidak keberatan
tinggal sendiri di rumah bersama kakaknya yang sudah SMA selama orang tuanya di
RS. Bahkan pernah si kecil terpaksa kami titipkan ke tetangga untuk diantarkan
ke sekolah karena kondisi kami yang sangat rumit, berbagai alternatif pilihan
sudah kami pikirkan tetapi semuanya tidak memungkinkan. Sehingga pilihan
terakhir terpaksa minta tolong ke tetangga untuk mengantarkan si kecil ke
sekolah, sedangkan pulangnya dijemput kakaknya.
Selama saya dan istri menginap di RS, untuk
urusan makan anak-anak terkadang istri bolak-balik RS - rumah untuk menyiapkan
makanan di sela-sela waktu menemani saya di kamar rawat inap. Terkadang si
kakak inisiatif masak mie instant sendiri, dan terkadang ia beli makanan lewat
aplikasi GoFood. Selama di RS, kami selalu memantau kondisi anak-anak apakah
sudah makan atau belum, mengecek si kecil rewel atau tidak, dan memberikan
arahan ke si kakak untuk belajar membereskan urusan rumah seperti mencuci
piring, mencuci baju dan menjemurnya.
Demikianlah jalan kehidupan keluarga saya
selama enam bulan terakhir ini selama saya menjalani proses pengobatan. Saya
dan istri selalu harus berpikir bagaimana kehidupan keluarga tetap berjalan
normal dengan segala problematika dan situasi yang kurang kondusif. Saya dan
istri harus terus berdiskusi bagaimana mencari solusi atas setiap masalah yang
muncul.
Setiap saat kami bertukar pikiran mencari
alternatif-alternatif solusi yang paling tepat untuk menyelesaikan semua
persoalan keluarga. Terkadang karena begitu banyaknya urusan keluarga yang
harus diselesaikan, istri mengeluh capek atau berkata sedang malas untuk masak.
Jika mendengar keluhan istri seperti itu, saya berusaha menguatkannya dan
menghiburnya.
Saya memang berusaha sebisa mungkin membantu
meringankan beban istri. Saya kadang berkata ke istri, "Urusan rumah
memang gak akan ada habisnya, jadi dibuat santai saja, gak usah memaksakan
diri. Jika capek ya istirahat. Untuk makan, nanti jika kondisi badan papi sudah
agak enakan, kita makan di luar sekalian refreshing. Tetapi jika nanti masih
sakit, kita beli makanan aja lewat aplikasi GoFood".
Apapun kondisi dan situasi yang tidak
menguntungkan, kehidupan keluarga harus tetap berjalan normal. Demikianlah
komitmen saya dan istri untuk selalu memprioritaskan kepentingan keluarga tanpa
mengesampingkan kepentingan yang lain. Skala prioritas selalu kami
pertimbangkan demi efektivitas dan efisiensi tercapainya tujuan. []
Gumpang Baru, 04 Mei 2023
___________________________________
*Agung Nugroho Catur Saputro, Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2023), dan 90-an buku lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar