Powered By Blogger

Selasa, 09 Mei 2023

MISTERI KEHIDUPAN

 


MISTERI KEHIDUPAN

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro



Beberapa hari yang lalu ayah mertua saya berpulang ke rahmatullah setelah sekitar sembilan tahun menderita sakit stroke. Awal terkena stroke beliau masih bisa jalan dan beraktivitas, hanya gerakan motoriknya sedikit mengalami penurunan. Seiring waktu, kondisi kesehatan beliau lama kelamaan mengalami penurunan. 


Saya menduga penurunan kesehatan ayah mertua saya tersebut tidak murni disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor psikis (mental). Sekian tahun menderita sakit dan tidak bisa beraktivitas normal pastilah mempengaruhi semangat hidupnya. Beliau pasti mengalami depresi. Perasaan putus asa pasti selalu membayang-bayangi pikiran beliau. 


Saya berasumsi seperti itu karena berangkat dari pengalaman pribadi. Saya pernah menderita penyakit Fistula Ani, sebuah penyakit yang termasuk langka, sulit disembuhkan (menurut dokter bedah), dan belum ada metode pengobatan standar yang memberikan jaminan kesembuhan. Karena beratnya penderitaan rasa sakit yang saya rasakan setiap harinya, ditambah dengan belum adanya metode penyembuhan yang pasti, membuat saya pernah mengalami putus asa. Saya pernah merasa pasrah dengan takdir akan seumur hidup merasakan sakit setiap hari saat penyakit tersebut kambuh. Saya pernah berniat mengikhlaskan diri untuk bersahabat dengan rasa sakit akibat penyakit Fistula tersebut. 


Di bulan Oktober tahun lalu, penyakit Fistula Ani saya kambuh dengan rasa sakit yang luar biasa dan terjadi setiap hari. Setiap hari saya hanya bisa berbaring memeluk bantal dan berguling-guling di tempat tidur sambil menangis menahan rasa sakit menyayat-nyayat yang menyerang setiap detiknya. Saat kondisi tersebut, saya benar-benar tidak berdaya dan merasa sangat lemah, fisik maupun psikis. Penderitaan rasa sakit yang menyerang setiap hari terasa sangat berat sekali. Saya hampir menyerah dan berputus asa karena beratnya menahan rasa sakit. 


Karena hampir sebulan setiap hari melihat saya menderita saya, istri tidak tega dan menyarankan saya untuk periksa ke dokter. Awalnya saya menolak saran istri tersebut dengan alasan kalau periksa ke dokter pasti disuruh operasi yang mengerikan itu (sesuai penjelasan dokter bedah yang dulu pernah menangani saya). Tetapi karena sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit menyayat-nyayat setiap hari, akhirnya saya bersedia dibawa ke RS. 


Benar dugaan saya, dokter bedah RS langsung menyarankan operasi. Ketika saya tanyakan bagaimana prosedur operasinya, dokter bedah RS menjelaskan sama persis dengan yang dulu pernah dijelaskan dokter sebelumnya. Awalnya saya ragu-ragu mau dioperasi atau tidak. Tetapi ketika dokter berkata, "Mau sakit terus atau sakit sebentar tapi sembuh?" Mendengar perkataan dokter bedah tersebut, akhirnya saya bersedia untuk dioperasi. 


Pasca operasi Fistula Ani, saya menjalani proses perawatan luka operasi dengan dipenuhi drama kesakitan yang luar biasa. Luka operasi Fistula Ani berupa luka terbuka, setiap hari luka dibersihkan dan diisi kasa steril (tampon). Saat pengambilan dan pengisian kasa tampon itulah saya merasakan sakit menyayat-nyayat yang luar biasa. Setiap kali perawat RS datang ke rumah untuk mengganti kasa tampon, hati saya bergetar, nyali saya menciut, dan muncul ketakutan yang luar biasa karena terbayang rasa sakit yang akan saya rasakan ketika penggantian kasa tampon. Kondisi drama kesakitan dan ketakutan ini saya alami setiap hari selama 3,5 bulan sampai penyakit Fistula Ani saya sembuh. 


Selama masa perawatan luka operasi Fistula Ani, saya pernah mengalami depresi dan down mental tatkala penyakit Fistula Ani saya kambuh. Pikiran saya buntu dan hilang semangat hidup ketika tahu bahwa proses operasi gagal menyembuhkan penyakit Fistula Ani saya. Pada saat kondisi down tersebut, saya kepikiran untuk menjenguk ayah mertua. Ketika melihat kondisi sakitnya ayah mertua yang hanya bisa berbaring di tempat tidur dan berbagi cerita rasa sakit yang diderita, pikiran saya menjadi lebih tenang dan hati terasa lebih damai. Muncul rasa syukur dan semangat hidup setelah melihat kondisi ayah mertua. Dalam hati saya berkata, "Harusnya saya lebih bersyukur karena sakit saya masih lebih ringan dibandingkan sakit ayah mertua. Harusnya saya lebih semangat untuk berikhtiar mencari kesembuhan dan menjalani kehidupan". 


Setelah mengalami pencerahan batin tersebut, saya kembali semangat untuk sembuh dan bersedia untuk menjalani operasi yang kedua. Bayangan rasa sakit saat perawatan luka operasi saya singkirkan dari pikiran saya. Pikiran saya isi dengan bayangan kebahagiaan ketika nanti saya sembuh dari penderitaan penyakit Fistula Ani. 


Beberapa hari terakhir sebelum ayah mertua wafat, ayah sering berteriak-teriak mengeluhkan rasa sakit. Tetapi di siang itu bakda dhuhur,  pasca pulang dari menjenguk ayah mertua, istri cerita kalau tadi ayah banyak diam, tidak mengeluhkan rasa sakit yang dideritanya. Mendengar cerita istri tersebut, hati saya bergetar. Saya langsung teringat kejadian dulu saat ayah saya wafat. Saya merasa kejadian yang dialami ayah mertua mirip dengan kejadian yang dialami ayah saya dulu beberapa hari sebelum beliau wafat. Saya berkata dalam hati, apakah  waktunya ayah mertua berpulang sudah dekat? 


Saya tidak berani menyampaikan dugaan saya yang belum pasti tersebut ke istri karena kawatir istri shock dan sedih. Saya berkata kepada istri, "Jika dipikirkan secara akal, kemungkinan ayah bisa sembuh itu kecil sekali karena beliau sudah sembilan tahun menderita sakit, dan saat ini kondisinya semakin memburuk". Saya kemudian menasihati istri agar supaya menyiapkan hati dan mental jika sewaktu-waktu ayah dipanggil Allah Swt. "Sebagai orang yang beragama, kita harus percaya bahwa setiap orang pasti meninggal. Jadi mami harus siap menerima dan ikhlas jika sewaktu-waktu ayah dipanggil Allah Swt". Demikianlah nasihat saya ke istri di siang itu. 


Sore harinya bakda Ashar, tiba-tiba istri sambil menangis memberitahukan bahwa ayah telah wafat. Saya tersentak dan langsung mengucapkan innalilahi wa Inna ilaihi raji'un. Saya meminta istri untuk tetap tenang, tabah dan ikhlas dengan kepergian ayah. Saya segera meminta istri untuk menyiapkan pakaian ganti dan bersiap pergi ke rumah ayah. 


Demikianlah misteri kehidupan. Setiap orang pasti akan meninggalkan kehidupan di dunia ini. Tentang kapan waktunya itu menjadi rahasia Allah Swt. Tugas kita hanyalah menyiapkan diri dengan menjalani hidup sebaik-baiknya dan melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya untuk bekal kehidupan di akhirat kelak. Semoga kita bisa mengakhiri kehidupan di dunia yang fana ini dengan husnul khatimah dan kelak di akhirat dimasukkan dalam golongan ahli surga. Amin. []


Gumpang Baru, 09 Mei 2023


 __________________________________

*Agung Nugroho Catur Saputro, Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2023), dan 90-an buku lainnya.

Tidak ada komentar:

Postingan Populer