Powered By Blogger

Minggu, 04 Agustus 2024

TEKNOLOGI AI (ARTIFICIAL INTELLIGENCE) UNTUK MENULIS: PELUANG ATAU ANCAMAN TERHADAP TRADISI LITERASI DI INDONESIA?

 


TEKNOLOGI AI (ARTIFICIAL INTELLIGENCE) UNTUK MENULIS:
PELUANG ATAU ANCAMAN TERHADAP TRADISI LITERASI DI INDONESIA?

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Beberapa waktu yang lalu, dunia akademik di Indonesia dihebohkan oleh berita tentang  oknum seorang profesor di sebuah kampus di Indonesia yang memiliki karya ilmiah sebanyak 160 lebih judul artikel jurnal selama kurun waktu sekitar 3 bulan di tahun 2024. Data tersebut diketahui berdasarkan profil Google Scholar professor tersebut (Ernis, 2024). Banyak orang kaget dan terbelalak dengan pencapaian sang professor tersebut. Orang-orang heran dan sulit menerima fakta tersebut, yakni bagaimana mungkin ada orang yang mampu menulis satu artikel ilmiah dalam waktu kurang dari sehari.


Di lain pihak, muncul fenomena baru di dunia akademik yang sangat kontras dengan kejadian pada professor tersebut. Fenomena yang sekarang sedang tren adalah bermunculannya pelatihan, training, workshop penulisan artikel jurnal ilmiah maupun buku dalam waktu yang sangat singkat melalui penggunaan aplikasi AI (Artificial Intelligence). Dalam iklannya, dijanjikan peserta akan mampu menulis artikel jurnal ilmiah dalam waktu beberapa jam, atau mampu menulis buku hanya dalam waktu beberapa hari saja (Ross, 2023). Dan yang menjadi narasumber workshop atau pelatihan menulis tersebut juga para akademisi (orang yang memiliki pendidikan tinggi) yang bergelar doktor dan bahkan professor (Bersama, 2023).


Munculnya dua fenomena di dunia akademik yang kontradiktif tersebut sepertinya kurang mendapatkan perhatian serius dari kalangan akademisi. Terbukti semakin banyak kampus-kampus yang menyelenggarakan workshop atau pelatihan penulisan artikel ilmiah berbasis AI. Salah satu keunggulan aplikasi AI yang diinginkan oleh penyelenggara adalah dosen mampu menghasilkan karya ilmiah dalam waktu yang singkat sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas karya ilmiah dosen dan kampus. Di sinilah faktor kecepatan menghasilkan karya ilmiah yang ingin dituju oleh dunia perguruan tinggi dan faktor tersebut ada di aplikasi AI.


Menurut pandangan penulis yang masih tahap belajar ini, ada keanehan dari munculnya dua fenomena tersebut. Di satu sisi para akademisi menghujat atau minimal menyangsikan kecepatan produktivitas oknum professor yang mampu menghasilkan sedikitnya 160 judul makalah ilmiah dalam waktu sekitar tiga bulan. Tetapi di sisi lain, banyak akademisi dan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pelatihan penggunaan teknologi AI untuk mempercepat penulisan artikel ilmiah dalam waktu singkat dan endingnya untuk meningkatkan jumlah produktivitas karya ilmiah dosen-dosen di kampusnya.


Dua kejadian atau fenomena tersebut sangat kontradiktif dalam pandangan penulis karena pada kejadian oknum professor, para akademisi seolah-olah melupakan kemungkinan penggunaan teknologi AI oleh sang professor (dan alternatif kemungkinan lainnya) dan menuduhnya tidak masuk akal dengan produktivitas karya ilmiah yang dihasilkannya. Tetapi pada fenomena kedua, perguruan tinggi dan para akademisi mendewa-dewakan teknologi AI sebagai dewa penolong untuk mendongkrak jumlah produktivitas karya ilmiah yang dihasilkan dosen-dosennya. Apakah ini bukan sebuah keanehan cara berpikir?


Dari dua kejadian atau fenomena di dunia akademi di atas, penulis menyoroti terkait dengan masih rendahnya tradisi dan budaya menulis di kalangan akademisi di Indonesia. Ketika produktivitas hasil karya tulis dosen-dosen di perguruan tinggi masih rendah, ternyata para pemangku kebijakan di beberapa kampus memilih untuk menggunakan teknologi AI untuk membantu mendongkrak jumlah publikasi ilmiah. Bukan sebalinya mendorong dan memotivasi para akademisi untuk meningkatkan motivasi dan semangat menulisnya. Tetapi justru jalan yang dipilih adalah melalui cara instan dengan mengandalkan teknologi AI.


Menurut pandangan penulis, cara yang ditempuh oleh beberapa pimpinan perguruan tinggi dalam mencari solusi bagaimana cara meningkatkan jumlah publikasi dan tingkat produktivitas menulis dosen dengan menggunakan teknologi AI adalah sebuah kemunduran dalam cara berpikir. Mengandalkan kecepatan teknologi AI untuk meningkatkan jumlah publikasi ilmiah tanpa disertai dengan peningkatan semangat dosen menulis secara alami hanya akan menciptakan masalah baru. Masalah lama yaitu masih rendahnya tradisi membaca dan menulis di kalangan akademisi, sekarang akan ditambah dengan masalah menggunakan cara instan untuk meningkatkan jumlah publikasi ilmiah. Penggunaan teknologi AI untuk menulis artikel ilmiah maupun buku riskan terhadap terjadinya tindak plagiarism dan menurunkan kualitas kemampuan menulis. Memang jumlah publikasi ilmiah bisa mengalami kenaikan yang luar biasa dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi AI, tetapi potensi kejadian yang menimpa oknum professor di atas dapat mungkin terulang kembali dan bahkan terjadi secara masif dan terstruktur. Bayangkan jika dosen-dosen dapat menghasilkan satu judul artikel ilmiah yang siap dipublish ke jurnal dalam hitungan beberapa jam saja berkat bantuan teknologi AI, betapa mungkinnya jumlah artikel publikas ilmiah akan meningkat tajam. Tetapi potensi terjadinya kemiripan artikel-artikel ilmiah yang dihasilkan teknologi AI belum mendapat perhatian serius.


Masalah masih rendahnya tingkat literasi bangsa Indonesia bukanlah rahasia lagi. Sudah banyak hasil penelitian maupun berita surat kabar yang menyoroti rendahnya tingkat literasi warga Indonesia. UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa (Devega, 2017).


Berdasarkan uraian alur berpikir tersebut di atas, maka penggunaan teknologi AI untuk membantu kecepatan menulis dengan tujuan akhir untuk mendongkrak jumlah publikasi ilmiah dan meningkatkan tingkat produktivitas para akademisi adalah cara yang kurang tepat dan berpotensi membahayakan upaya menghidupkan tradisi literasi di Indonesia. Usaha yang meningkatkan produktivitas sivitas akademika dalam menghasilkan publikasi karya ilmiah harusnya dengan meningkatkan kualitas SDMnya dulu, bukan mengandalkan kecaggihan teknologi AI. Langkah terpenting yang harusnya dilakukan oleh para pemangku kebijakan (pimpinan institusi pendidikan tinggi) adalah mendorong, memotivasi, memfasilitasi para akademisi untuk terus berkarya dan berkreasi dalam menghasilkan karya-karya publikasi dan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap hasil karya para akademisi. Dengan cara demikian, diharapkan iklim dan kualitas menulis akademisi semakin baik sehingga produktivitasnya meningkat dan pada akhirnya jumlah publikasi yang dihasilkan para akademisi di Indonesia juga dapat meningkat tajam. []
 
Gumpang Baru, 28 Mei 2024
 
 
Daftar Referensi
Bersama, I. (2023, May 10). Workshop Memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) untuk Menulis Artikel Ilmiah Bebas Plagiasi | LEKANTARA -. Retrieved May 27, 2024, from https://ilmubersama.com/2023/05/10/workshop-memanfaatkan-artificial-intelligence-ai-untuk-menulis-artikel-ilmiah-bebas-plagiasi-lekantara/

Devega, E. (2017, October 10). TEKNOLOGI Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos. Retrieved May 27, 2024, from Website Resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI website: http:///content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media

Ernis, D. (2024, April 15). Hasil Turnitin Karya Ilmiah Dekan Unas Kumba: 96-97 Persen Mirip dengan Artikel Lain. Retrieved May 27, 2024, from Tempo website: https://nasional.tempo.co/read/1856866/hasil-turnitin-karya-ilmiah-dekan-unas-kumba-96-97-persen-mirip-dengan-artikel-lain

Ross, C. (2023, March 2). How to Write an Entire Book in 3 Days using A.I. Retrieved May 27, 2024, from Medium website: https://medium.com/@charles-ross/how-to-write-a-book-in-3-days-using-a-i-6621aa2b0120

Tidak ada komentar:

Postingan Populer