SILATURAHMI KE "EYANG"
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Beberapa waktu yang lalu saya berkomunikasi dengan guru kimia di MAN 1 Surakarta, sekolah dimana saya dulu pernah menimba ilmu di tingkat sekolah menengah atas. Saya berencana mengadakan penelitian di sekolah almamater. Saya memohon bantuan beliau untuk berkenan membantu penelitian saya. Alhamdulillah beliau merespon dengan positif dan berkenan membantu penelitian saya. Maka disepakati saya akan sowan ke beliau pada hari Senin minggu berikutnya.
Hari Senin merupakan hari pertama si kecil Icha melaksanakan tes SAS (Sumatif Akhir Semester) dan pulang agak pagi. Berhubung si kecil Icha pulang agak pagi, maka saya mengajaknya untuk ikut berkunjung ke sekolah papinya. Saya bertanya ke si kecil Icha apakah mau ikut berkunjung ke sekolah papi? Ternyata dia mau. Si kecil Icha ingin melihat sekolah papinya.
Maka setelah menjemput si kecil Icha pulang dari sekolah, bersama istri dan si kecil Icha, kami bertiga berangkat menuju MAN 1 Surakarta. Sebelumnya saya juga sudah menghubungi Wakasek Kurikulum untuk mengajukan permohonan izin penelitian dan direspon dengan positif. Alhamdulillah beliau berkenan membantu rencana penelitian saya.
Saat bertemu guru-guru saya dulu saat menjadi siswa MAN 1 Surakarta, saya mengenalkan si kecil Icha dengan mereka. Saya membahasakan si kecil Icha menyebut mereka dengan sebutan "eyang". Iya, karena guru-guru saya tersebut memang sudah menjadi eyang atau nenek. Jadi saat di sekolah tersebut, si kecil Icha dapat bersalaman dan sungkem ke eyang-eyangnya. Eyang-eyangnya sangat senang menyambut kedatangan si kecil Icha, terutama saat si kecil Icha mencium tangan mereka. Bahkan salah satu eyangnya segera mengambilkan sekotak snack hidangan untuk guru diberikan kepada si kecil Icha.
Banyak hal yang kami obrolkan dan diskusikan. Mulai tentang saat dulu saya masih sekolah di MAN 1 Surakarta hingga saat beliau menjalani program sertifikasi guru PLPG di kampus UNS dimana saya menjadi instrukturnya. Kebetulan waktu itu saya menjadi instruktur mata Diklat Praktikum Kimia.
Setelah kurang lebih satu setengah jam ngobrol dan berdiskusi dengan eyangnya si kecil Icha (guru kimia saya), saya mohon pamit pulang. Sebelum pulang, saya mengajari si kecil Icha untuk menyalami dan mencium tangan satu persatu eyangnya. Tidak lupa juga saya sungkem dan memohon doa-doa guru-guru saya tersebut agar saya diberikan kelancaran dan kemudahan dalam menyelesaikan studi maupun meniti karier. Sebelum pulang saya mampir dulu ke ruang Tata Usaha sekolah untuk memasukkan surat permohonan izin penelitian sesuai arahan Wakasek kurikulum.
Sambil perjalanan ke luar gedung sekolah, saya minta tolong istri untuk mengambilkan foto saya di beberapa tempat di lingkungan sekolah. Sekarang gedung sekolah sudah sangat berubah menjadi lebih megah dan mewah. Saya jadi terbayang bentuk gedung sekolah saat dulu saya sekolah yang masih sederhana, sangat jauh berbeda dibandingkan saat ini.
Karena belum sholat dhuhur, saya dan si kecil Icha mampir dulu ke masjid sekolah untuk mengerjakan sholat dhuhur. Masjid tersebut menyimpan memori indah saat dulu saya dan teman-teman sekolah mengerjakan sholat dhuha ketika waktu istirahat pertama. Setelah sholat dhuha, kami ngobrol santai atau ada yang rebahan di teras masjid sampai terdengar bunyi bel masuk kelas. Aktivitas sholat dhuha tersebut rutin kami lakukan setiap hari secara sukarela walaupun sekolah tidak membuat program sholat dhuha seperti sekolah-sekolah Islam sekarang ini. Jadi kebiasaan para siswa mengerjakan sholat dhuha zaman saya sekolah dulu memang terjadi secara alami.
Waktu mengobrol-ngobrol dengan eyangnya si kecil Icha di ruang guru, saya jadi mengetahui bahwa ternyata kebiasaan sholat dhuha yang dulu dilakukan para siswa di masjid sekolah setiap waktu istirahat pertama sudah mulai pudar. Ternyata siswa sekarang berbeda dengan siswa zaman dulu. Jangankan mengerjakan sholat sunah secara sukarela, bahkan mengerjakan sholat fardhu dhuhur pun terkadang masih ada siswa yang masih harus diingatkan oleh guru.
Pengaruh penggunaan gadget telah menyita banyak perhatian siswa. Mereka lebih tertarik dan asyik bermain game dibandingkan mengerjakan sholat sunah seperti yang dulu kami lakukan. Zaman memang telah berubah. Demikian pula tradisi baik yang dulu berlangsung alami juga mengalami perubahan. Tugas guru untuk mengajarkan nilai-nilai karakter baik kepada para siswa semakin berat. []
Gumpang Baru, 09 Desember 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar