Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran Kimia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran Kimia. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 September 2020

MENGUNGKAP HUBUNGAN REAKSI KIMIA DAN THOHAROH : Sebuah Pemikiran Analisis Korelasional Antara Reaksi Kimia dan Syarat Air Suci

 


Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro

 

Masih ingatkah kita tentang ciri-ciri reaksi kimia? Ya benar, ada empat indikator telah berlangsungnya reaksi kimia. Apakah empat indikator terjadinya reaksi kimia tersebut? Indikator pertama terjadinya reaksi kimia adalah munculnya perubahan warna. Jika kita mencampurkan dua larutan dan setelah kedua larutan tercampur ternyata terjadi perubahan warna, maka itu menunjukkan telah terjadi reaksi kimia yang menghasilkan produk berupa senyawa berwarna. Contoh reaksi larutan kalium kromat (kuning) dengan larutan asam klorida menghasilkan warna jingga.

Indikator kedua adalah pembentukan gas. Terbentuknya gas dari pencampuran zat-zat bukan gas menunjukkan telah terjadi reaksi kimia. Munculnya bau dari suatu larutan juga mengindikasikan telah terjadi reaksi kimia dan dihasilkan produk senyawa gas. Contoh reaksi yang menghasilkan gas adalah reaksi antara logam magnesium dengan larutan asam klorida.

Indikator terjadinya reaksi kimia yang ketiga adalah terbentuknya endapan. Terbentuknya endapan dari pencampuran dua larutan mengindikasikan telah terjadi reaksi kimia. Contoh reaksi antara larutan perak nitrat dengan larutan natrium klorida yang menghasilkan endapan putih.

Indikator yang keempat adalah terjadinya perubahan temperatur. Semakin panas atau dinginnya campuran dua zat mengindikasikan telah terjadi reaksi kimia. Reaksi kimia yang menghasilkan kalor (panas) disebut reaksi "eksoterm" sedangkan reaksi yang menyerap kalor (ditunjukkan larutan menjadi lebih dingin) dinamakan reaksi "endoterm". Contoh reaksi antara larutan natrium hidroksida dengan larutan asam klorida menghasilkan larutan yang terasa hangat.

Indikator-indikator terjadinya reaksi kimia ternyata ada hubungannya dengan syarat suatu air dapat digunakan untuk bersuci (thoharoh). Jika ada air suci dan mensucikan kecampuran sedikit najis, bagaimana hukum air tersebut? Terkait permasalahan agama ini, ada perbedaan pendapat antar ulama. Ada ulama yang menyatakan bahwa jika airnya sedikit maka menjadi najis walaupun tidak berubah rasa, warna dan baunya sehingga tidak boleh untuk thoharoh. Ulama yang mendukung pendapat ini adalah imam Hanafi, imam Syafi'i dan imam Hambali. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa jika air tersebut tidak berubah rasanya, warnanya dan baunya, maka air tersebut tetap bersifat suci dan dapat digunakan untuk thoharoh. Ulama yang mendukung pendapat kedua ini adalah ibnu abbas, abu hurairah, hasan basri, imam maliki, dll.

Berdasarkan dua pendapat tersebut, ada benang merah penghubung antar kedua pendapat, yaitu keduanya menyatakan jika air itu tidak berubah rasa, warna dan bau, maka status air tersebut suci dan dapat digunakan untuk bersuci. Pendapat pertama menganggap najis jika airnya sedikit, tetapi jika airnya banyak maka tetap suci (ukuran banyaknya air tidak dibahas di sini). Lantas apa kaitan kasus tersebut dengan kimia?

Pada kasus air suci kecampuran sedikit najis, kedua pendapat ulama pada dasarnya sama, yaitu mensyaratkan bahwa air tetap suci jika tidak berubah rasa, warna dan baunya. Nah, parameter rasa, warna dan bau ini sebenarnya parameter terjadinya reaksi kimia.

Jika ada suatu air yang tidak berubah rasanya, warnanya, dan baunya, maka hal itu menunjukkan bahwa dalam air tersebut tidak terjadi reaksi kimia yang menghasilkan senyawa baru. Tidak berubah rasa menunjukkan tidak dalam air tidak terbentuk senyawa lain yang rasanya berbeda dengan rasa air. Tidak berubah warna menunjukkan tidak terjadi reaksi kimia yang menghasilkan senyawa berwarna. Tidak berubah baunya menunjukkan tidak terjadi reaksi kimia yang menghasilkan gas. Dari ketiga parameter air suci tersebut, jika ketiganya tidak muncul mengandung arti bahwa dalam air tersebut memang benar-benar air murni yang tidak mengandung zat yang bersifat najis atau mengandung zat najis tetapi konsentrasinya sangat kecil sekali sehingga tidak mempengaruhi derajat kesucian air. WaAllahu a'lam. []

 

Sumber Artikel :

Agung Nugroho Catur Saputro. (2018). Kimia Kehidupan. Yogyakarta : Deepublish.

BELAJAR KEHIDUPAN DI BALIK MISTERI PENCIPTAAN CANGKANG TELUR : Berkorban Demi Mentaati Perintah Allah Swt dan Demi Tujuan yang Lebih Mulia

 


Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

               Setiap hari kita disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi     (ingat slogan 4 sehat 5 jadi sempurna). Agama Islam mengajarkan umatnya makan makanan yang halalan thoyyiban, dan cukup (tidak berlebihan). Salah satu makanan bergizi yang banyak dikonsumsi masyarakat kita adalah telur ayam karena kandungan proteinnya yang tinggi.

               Telur dihasilkan induk ayam dalam wujud diselubungi lapisan keras yang kita sebut cangkang/kulit telur. Tahukah kita terbuat dari apakah cangkang telur itu? Dari manakah asal bahan baku cangkang telur teresbut disuplai? Bagaimana mekanisme proses pembentukan cangkang telur teresbut? dll. Nah, di sinilah kita akan menemukan keunikan dan keajaiban dari misteri penciptaan cangkang telur dalam tubuh ayam. Dan, di sini juga-lah mata kita akan terbelalak melihat begitu agung dan sempurnanya cara kerja Allah swt dalam menciptakan cangkang telur ayam.

               Komposisi utama dari cangkang telur adalah kalsit, yaitu bentuk kristalin dari kalsium karbonat (CaCO3). Bobot rata-rata sebuah cangkang telur sekitar 5 gram dan 40%-nya adalah kalsium. Sebagian besar kalsium dalam cangkang telur mengendap dalam waktu 16 jam. Ini berarti laju deposisinya sekitar 125 mg/jam (Chang, 2003). Tahukah kita bahwa tidak ada seekor ayam-pun yang dapat mengkonsumsi kalsium begitu cepat untuk memenuhi tuntutan ini? Lantas, bagaimana cara ayam dapat mensuplai kebutuhan kalsiumnya yang begitu besar? Nah, di sinilah letak keunikannya dan tampak ke-Mahakuasa-Nya Allah Swt dalam mengatur dan menjamin kelangsungan hidup makhluk-makhluk-Nya. Ternyata Allah mempunyai sekenario tersendiri melalui sunnatullah (hukum-hukum alam-Nya) untuk membuat ayam tidak kekurangan bahan baku kalsium untuk pembentukan cangkang telur. Sebagai gantinya, kalsium dipasok oleh massa-massa tulang khusus yang terdapat pada tulang ayam, yang mengumpulkan cadangan kalsium dalam jumlah besar untuk pembentukan cangkang. Uniknya,  ternyata ayam dapat menggunakan 10% dari jumlah seluruh kalsium dalam tulangnya hanya  untuk membentuk sebutir telur. Coba kita pikirkan bersama keajaiban fenomena alam ini, jika hanya untuk membentuk cangkang sebutir telur saja ayam memerlukan 10% keseluruhan kalsium dalam massa tulangnya, apakah cadangan kalsium di tulangya cukup? Padahal seekor ayam dapat bertelur lebih dari sebutir bahkan ada yang lebih dari 10 butir. Lantas kalau memang kebutuhan kalsium hanya diambilkan dari tulang, seharusnya tulang ayam menjadi keropos. Tetapi faktanya bagaimana? TIDAK !!! Kalau begitu, sekenario cerdas apalagi yang mau ditunjukkan Allah swt kepada kita? 

               Ternyata, sekenario cerdas Allah swt dalam menjaga kelangsungan proses pembentukan cangkang telur ayam adalah menggunakan prinsip REAKSI KESETIMBANGAN. Bagaimana penjelasannya? Biasanya, bahan baku cangkang telur yaitu ion kalsium (Ca2+) dan ion karbonat (CO32-) dipasok oleh darah ke kelenjar cangkang. Proses kalsifikasinya adalah reaksi pengendapan. Dalam darah, ion  Ca2+ bebas akan berada dalam kesetimbangan dengan ion Ca2+ yang terikat pada protein. Ketika ion kalsium bebas diambil oleh kelenjar cangkang, lebih banyak lagi ion kalsium akan dihasilkan dari penguraian kalsium yang terikat protein. Ion karbonat yang diperlukan untuk pembentukan cangkang telur adalah produk samping metabolisme. Karbon dioksida yang dihasikan selama metabolisme diubah menjadi asam karbonat (H2CO3) oleh enzim karbonat anhidrase (CA). Asam karbonat terionisasi secara bertahap menghasilkan ion karbonat (Chang, 2003):

               Hikmah kehidupan apa yang dapat kita ambil dari fenomena tersebut?  Hikmah yang pertama adalah Ayam menerima kehendak sang penciptanya dengan ikhlas mengorbankan tulangnya untuk mensuplai ion kalsium dalam rangka menjaga kelangsungan hidup keturunannya dan juga untuk menjalankan perintah Allah Swt yaitu memberi manfaat bagi umat manusia berupa telur. Fenomena ini memberikan pelajaran untuk kita semua bahwa kita harus mau berkorban untuk mencapai tujuan yang lebih besar, mau berkorban untuk kesejahteraan anak-anak kita, mau berkorban untuk menggapai cita-cita kita, mau berkorban untuk dapat bermanfaat bagi orang lain, mau berkorban untuk menjaga kemuliaan agama kita, mau berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara kita, dll. Semua pengorbanan tersebut harus dilakukan tanpa rasa keterpaksaan, tetapi diniatkan ikhlas semata-mata karena menjalankan perintah Allah Swt.

                Hikmah kedua adalah Allah Swt menunjukkan kepada kita umat manusia bagaimana Allah swt memberikan berbagai sumber agar kebutuhan ion kalsium untuk pembentukan cangkang telur ayam terpenuhi, bisa dari makanan, bisa dari tulang, dan bisa dari darah. Hal ini dapat kita analogkan bahwa Allah swt telah menyediakan rezeki untuk kita di mana saja, bisa di pasar, bisa di kantor, bisa di toko, bisa di sawah, bisa di sekolah, dll. Kita seharusnya lebih kreatif menggunakan berbagai cara, metode, pemikiran sesuai keahlian/kompetensi kita masing-masing untuk menjemput rezeki Allah Swt tersebut. Kalau kita hanya menunggu dan diam saja (pasif), Allah swt tidak akan mengirimkan rezeki-Nya mendatangi kita, kita-lah yang harus aktif bergerak (action) dengan bekerja dan ikhlas menjemput rezeki yang telah ditebar Allah swt di permukaan bumi ini. WaAllahu a’lam.

 

Sumber Artikel :

Agung Nugroho Catur Saputro. (2018). Kimia Kehidupan. Yogyakarta : Deepublish..

Rabu, 16 September 2020

PARADIGMA PEMBELAJARAN KIMIA : Mengajarkan Kimia Melalui Pendidikan atau Mendidik Melalui Kimia?

 

Oleh : 
Agung Nugroho Catur Saputro

 


Menurut Anda, Kalimat "mengajarkan kimia melalui pendidikan" dengan "mendidik melalui kimia" apakah sama? Sekilas memang ada kesamaannya, yaitu kedua-duanya mengandung kata "mendidik atau pendidikan" dan "kimia", yang berbeda hanya susunannya. Apa benar demikian?


"Mengajarkan kimia melalui pendidikan" merupakan paradigma pembelajaran kimia yang lama, sedangkan "mendidik melalui kimia" merupakan paradigma baru yang sedang trend sekarang. Paradigma "Mengajarkan kimia melalui pendidikan" mengandung makna bahwa kimia adalah objek yang diajarkan dan pendidikan sebagai sarana mengajarkan. Di sini fungsi kimia hanya sebatas objek, kimia hanya sebagai objek pembelajaran, tidak ada fungsi lain selain objek yang dipelajari.


Sementara itu, paradigma "mendidik melalui kimia" sangat berbeda sekali dengan paradigma sebelumnya. Dalam paradigma yang baru ini, peran kimia bukan sebagai objek kajian, tetapi justru sebagai sarana atau media untuk mendidik. Pendidikan di sini justru yang menjadi objek pembelajaran. Jadi kalau diungkapkan dengan kalimat redaksional yang berbeda menjadi "Mengajarkan Pendidikan Melalui Kimia".


Dalam konteks pendidikan karakter, paradigma "Mendidik Melalui Kimia" menurut pendapat penulis sangat relevan. Mengapa demikian? Sebagaimna tulisan-tulisan penulis pada rubrik "Kimia Kehidupan" di akun Facebook penulis, kimia merupakan materi pelajaran yang mempelajari materi dan perubahannya. Sifat-sifat materi dan perubahannya dipengaruhi oleh hukum-hukum alam yang mengaturnya.


Hukum alam atau sunatullah sebenarnya tidak lain adalah "kehendak" Allah Swt, hukum alam adalah sebuah ketetapan Allah Swt yang diberikan kepada setiap materi di alam semesta. Kalau kita mempelajari materi di alam semesta ini secara tidak langsung kita juga mempelajari hukum-hukum atau kehendak Allah Swt. Melalui pengkajian sifat-sifat materi dan perubahannya, sama dengan kita mengkaji mekanisme kerja Allah Swt dalam mengatur alam semesta ini.


Allah Swt menetapkan "kehendak"-Nya pada setiap materi dan gejala perubahan materi pasti bertujuan positif, tidak mungkin Allah Swt punya tujuan negatif terhadap makhluk-Nya karena tidak ada manfaatnya. Nah...dengan memfungsikan kimia sebagai sarana mendidik itu sama dengan memanfaatkan " kehendak" Allah Swt dalam bentuk hukum/hikmah/ibroh dalam setiap materi sebagai sarana mengajarkan nilai-nilai karakter insan mulia kepada peserta didik (siswa maupun mahasiswa).


Jadi, mari kita didik karakter siswa/mahasiswa kita melalui mencontoh langsung karakter-karakter Allah Swt yang diwujudkan dalam hukum-hukum alam yang berlaku pada materi dan perubahannya. Untuk dapat mengajarkan karakter-karakter Allah Swt yang tercermin dalam fenomena Allam, maka seorang pendidik (guru dan dosen) harus mampu mengungkap dan menemukan pesan tersirat/hikmah/pelajaran/ibroh apa saja yang terkandung dalam setiap gejala alam. WaAllahu a'lam. []

 

_______________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2.

 

Kamis, 10 September 2020

MENGUNGKAP MAKNA FILOSOFIS DI BALIK REAKSI KIMIA : Proses Transformasi Diri Menjadi Pribadi yang Baru

 


Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

        Setiap materi di alam ini pasti mengalami perubahan karena alam ini senantiasa berubah, tidak konstan. Perubahan materi bisa berlangsung secara fisika maupun secara kimia. Perubahan fisika adalah perubahan materi yang tidak menghasilkan zat baru. Perubahan fisika bisa berlangsung bolak-balik. Karena perubahan fisika tidak menghasilkan zat baru, maka secara substansi materi yang mengalami perubahan fisika sebenarnya tidak berubah. Contohnya air, jika dibekukan air akan berubah jadi es, tetapi jika dipanaskan air akan berubah menjadi uap air. Baik uap air, air, maupun es, materi penyusunnya sama yaitu air.

 

Perubahan kimia adalah perubahan materi yang menghasilkan zat baru. Perubahan kimia lebih lazim dikenal dengan sebutan reaksi kimia. Karena menghasilkan zat baru, maka secara substansi materi yang mengalami reaksi kimia memang berubah menjadi materi lain yang sama sekali berbeda dengan materi sebelumnya. Contohnya adalah logam besi yang bisa berubah menjadi karat besi (senyawa oksida logam) jika berada di tempat yang banyak oksigen dan udaranya lembab.

 

Terjadinya reaksi kimia dapat diketahui jika pada perubahan materi tersebut teridentifikasi minimal salah satu ciri-ciri berikut, yaitu terjadinya perubahan temperatur, munculnya perubahan warna, terbentuknya endapan, dan munculnya gas.

 

Berlangsungnya reaksi kimia melibatkan sejumlah energi. Reaksi kimia hanya mungkin terjadi jika energinya cukup untuk berlangsungnya reaksi. Setiap reaksi kimia memiliki energi aktivasi (Ea). Energi aktivasi dapat kita pandang semacam energi minimal yang perlu dimiliki oleh zat-zat yang bereaksi untuk dapat berubah menjadi zat lain hasil reaksi.

 

Jika zat-zat yang bereaksi tidak memiliki energi yang cukup yakni melebihi energi aktivasi, maka zat-zat tersebut tidak akan dapat  bereaksi membentuk zat lain, kecuali ada tambahan energi dari luar sistem sehingga akhirnya zat-zat yang akan bereaksi memiliki energi yang melebihi energi aktivasi. Contohnya untuk memicu terjadinya reaksi kimia yang melibatkan zat-zat fase padat diperlukan energi tambahan berupa energi kalor melalui proses pemanasan.

 

Dalam reaksi kimia, zat-zat pereaksi (reaktan) akan saling bereaksi membentuk zat baru (senyawa baru) yang disebut zat hasil reaksi (produk). Sifat produk sama sekali berbeda dengan sifat reaktan, tetapi reaktan "hanya" bisa bertransformasi menjadi produk jika reaktan memiliki energi minimal yang cukup untuk melampaui energi aktivasi.

 

Mengapa zat-zat di alam ini (atom, molekul, ion) dapat bereaksi secara kimia? Perlu kita pahami bahwa zat-zat kimia itu benda mati yang tidak dapat berperilaku seperti makhluk hidup. Tetapi mengapa zat-zat kimia tersebut dapat bereaksi?

Penting kita pahami bahwa walaupun zat-zat (materi) di alam ini benda mati, tetapi mereka diberikan oleh Allah Swt semacam "sifat" tertentu yang terikat oleh sunnatullah (hukum-hukum alam). Jadi materi di alam ini ketika berinteraksi dengan materi lain hanya sekedar menjalankan "kehendak" Tuhannya yang telah ditetapkan dalam wujud sifat-sifat materi. Materi di alam ini hanya memenuhi "kewajibannya" selaku makhluk, materi di alam ini hanya sekedar mematuhi takdirnya.

 

Dari uraian penjelasan di atas, hikmah kehidupan apa yang dapat kita ambil? Hikmah yang pertama adalah terjadinya perubahan materi secara kimia (reaksi kimia) telah mengajarkan kepada kita bahwa setiap orang niscaya harus berubah menjadi lebih baik. Untuk dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik memerlukan bekal keilmuan yang cukup agar dapat melalui segala hambatan dan rintangan yang setiap saat dapat menghalangi kelancaran proses perubahan tersebut.

 

Hikmah kedua adalah jika kita memiliki keinginan untuk berubah ke arah yang lebih baik tetapi kita kurang memiliki bekal keilmuan maupun motivasi yang cukup, maka kita memerlukan bantuan dari pihak lain. Maka sangat pantaslah kalau di dalam agama dianjurkan untuk saling membantu satu sama lain dan saling menasihati dalam kebaikan.

 

Adapun hikmah yang ketiga adalah perubahan diri menjadi pribadi yang lebih baik itu perlu momentum yang tepat dan indikator terjadinya perubahan. Setiap waktu adalah baik, tetapi di antara waktu-waktu yang baik tersebut terdapat waktu yang paling baik untuk kita melakukan perubahan diri. Waktu terbaik untuk melakukan proses transformasi diri adalah setelah kita melakukan refleksi diri (muhasabah), yakni mengevaluasi apa saja yang telah kita lakukan, progres kebaikan apa yang telah kita capai, resolusi kehidupan kita apa saja yang telah terealisasi dan apa saja yang belum terealisasi. Nah, waktu dan momentum yang paling tepat untuk mengawali proses transformasi diri  adalah ketika awal tahun (baru). Pada saat awal tahun (baru) inilah waktu yang tepat untuk kita menetapkan resolusi dalam kehidupan kita dan merumuskan indikator-indikator ketercapaian resolusi kita.

 

Hikmah keempat yaitu adanya rahasia dibalik kesuksesan proses transformasi diri. Ada konsep yang sangat penting yang perlu kita pahami dalam proses transformasi diri yaitu "kesadaran diri" bahwa keinginan kita untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik adalah kehendak Allah Swt yang sudah ditetapkan pada setiap diri kita.

 

Kita harus paham bahwa transformasi diri itu sebuah keniscayaan, dan itu adalah kehendak Allah Swt. Jadi kalau kita bertransformasi menjadi pribadi yang lebih baik, berarti secara tidak langsung kita mewujudkan takdir baik kita sendiri. Tidak inginkah kita menjadi hamba yang mematuhi kehendak Allah Swt? Tidak inginkah kita menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik sesuai kehendak Allah Swt? WaAllahu a'lam.


-------------------------------------------------

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran di Kemenag RI (2007), penulis buku tersertifikasi BNSP, penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, dan konsultan penerbitan buku pelajaran bidang kimia dan IPA.


Sumber gambar : https://republika.co.id/berita/trendtek/sains-trendtek/pp2hmy368/belajar-kimia-lewat-melukis-di-atas-susu

Postingan Populer