Oleh
:
Agung
Nugroho Catur Saputro
Setiap tanggal 22
Desember bangsa Indonesia memperingati peringatan Hari Ibu. Di era social media sekarang ini, setiap
tanggal tersebut banyak orang membagikan status tentang kenangannya bersama ibu
dengan tidak lupa disertai foto kebersamaan dengan sang ibu. Dari status dan
foto yang banyak beredar di social media, mengesankan bahwa orang-orang
tersebut memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ibunya dan juga sangat
menyayangi ibunya. Apakah memang demikian? Jawaban atas pertanyaan ini
memerlukan kajian yang mendalam.
Ibu memang sosok
yang patut dihormati dan disayangi. Tetapi
penghormatan tersebut tidak mutlak untuk semua ibu, hanya layak diberikan
kepada seorang wanita yang benar-benar menjalankan peran sebagai ibu yang
benar. Untuk ibu-ibu yang tidak menjalankan peran sebagai ibu yang baik, tentulah
pemberian penghormatannya berbeda dengan penghormatan kepada ibu sejati. Jadi di
dunia ini ada dua kategori ibu, yaitu ibu yang harus dihormati dan disayangi
karena menjalankan perannya sebagai ibu dengan totalitas, dan kedua adalah
sosok ibu yang tidak menjalankan perannya sebagai ibu, hanya mengandung dan melahirkan
saja. Untuk ibu kategori kedua ini, kemuliaan yang dimiliki lebih rendah
dibandingkan dengan ibu kategori kedua.
Kemuliaan derajat yang
disandang sosok ibu bukan hanya karena ia mengandung dan melahirkan anak,
tetapi juga bagaimana ia merawat dan mendidik anaknya. Seorang ibu yang
melahirkan anak tetapi tidak mau merawat anaknya, maka ia mendapat kehormatan
sebagai ibukandung saja. Sedangkan ibu yang mau merawat dan memelihara
anak-anaknya dengan pebuh cinta dan kasih sayang serta mendidiknya dengan
pendidikan yang baik, maka sosok ibu ini layak mendapatkan penghormatan dan
derajat kemuliaan yang tinggi. Sosok ibu sejati inilah yang dimuliakan Allah
swt. Bentuk kemuliaan dan kehormatan yang diberikan Allah swt kepada para ibu
yang baik tersebut adalah ungkapan bahwa surga berada di bawah telapak kaki
ibu. Surga adalah simbol tertinggi kebaikan, maka ungkapan surga di bawah
telapak kaki ibu mengandung makna bahwa kedudukan ibu mempunyai tingkat kehormatan
dan kemuliaan yang sangat tinggi. Di sinilah terlihat bahwa tidak semua wanita
yang melahirkan anak itu lebih baik dari surge, tetapi hanya wanita-wanita yang
menjalankan peran sebagai ibu sejati yang memiliki kebaikan lebih dari surga. Anak
yang tumbuh dan berkembang dalam limpahan cinta dan kasih sayang yang tulus
dari ibunya pasti akan merasakan kehidupan yang sangat nyaman dan bahagia
layaknya hidup di surga.
Seorang
wanita yang telah melahirkan anak tidak otomatis pantas memperoleh penghormatan
sebagai ibu. Akan tetapi dia harus menjalankan peran sebagai orang tua yang
benar. Dia harus merawat anaknya dengan limpahan kasih sayang dan mendidik
anak-ananya menjadi anak yang berakhlak mulia. Berbeda halnya dengan wanita
yang melahirkan anak tetapi tidak mau merawat anaknya dengan alasan belum siap
punya anak atau anak tersebut hasil dari hubungan terlarang, atau karena faktor
perekonomian, bahkan ia menelantarkan anaknya sendiri. Apakah wanita seperti
ini layak mendapatkan penghormatan sebagai ibu?
Sosok
ibu memiliki keistimewaan di hadapan Allah swt. Kita pasti pernah mendengar
cerita rakyat di daerah Sumatera Barat yang mengisahkan pentingnya menghormati
dan menyayangi ibu. Di samping itu juga tentang begitu didengarnya doa ibu oleh
Allah. Cerita rakyat tersebut sangat melegenda, yaitu legenda Malin Kundang. Dalam legenda tersebut, diketahui bagaimana
akhir dari seorang anak bernama Malin Kundang yang telah mendurhakai ibu
kandungnya sendiri yang telah merawat dia sejak kecil hingga dewasa dengan
penuh cinta dan kasih sayang. Tetapi ketika si anak telah sukses dan hidupnya
mewah, dia melupakan ibunya dan bahkan menghinanya. Sakit hati dan kekecewaan yang
teramat sangat yang dirasakan oleh sang ibu membuatnya sampai berdoa dan
mengutuk si anak menjadi batu, dan doa sang ibu dikabulkan Allah swt. Begitu dahsyat
doa seorang ibu[1].
Dalam ajaran
agama Islam, sosok ibu mendapatkan
kedudukan mulia dalam pandangan Allah Swt. Allah swt meninggikan derajat
kemuliaan wanita yang menjadi ibu melebihi derajat laki-laki. Tentang tingginya
kedudukan ibu di hadapan Allah swt, kita bisa juga membaca kisah sahabat
Rasulullah saw yang bernama Alqomah. Alqomah adalah sahabat Nabi saw yang rajin
sholat, rajin puasa dan banyak bersedekah, tetapi kemudian sakit keras yang
mengalami kesusahan menjelang meninggalnya.
Ketika para
sahabat lainnya mengunjunginya dan mentalqin dengan kalimah Laa Ilaaha Illallah pada saat naza’, ternyata
Alqomah tidak bisa mengucapkannya. Para sahabat kemudian mencari tahu apa penyebabnya.
Akhirnya diketahui ternyata Ibu Alqomah pernah marah kepadanya, karena ibunya
merasa tersinggung tidak dipedulikan oleh Alqomah, yang menurut ibunya Alqomah
lebih mendahulukan istrinya daripada ibunya. Mengetahui hal itu, kemudian
Rasulullah saw meminta ibunya Alqomah untuk memaaafkan Alqomah, agar
kematiannya mudah, tetapi sang Ibu tidak mau memaafkan. Karena sang ibu tidak
mau memaafkan anaknya, maka Rasulullah saw mengancam akan membakar Alqomah
untuk mempercepat kematian dan menghilangkan penderitaannya. Mendengar ancaman
Rasulullah saw tersebut, akhirnya tersentuh juga hati sang ibu sehingga mau
memaafkan dan Alqomah pun akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. [1]
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw
bersabda, “Seseorang datang kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dan
berkata, “Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?”
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ibumu!” Orang tersebut kembali bertanya, “Kemudian siapa lagi?”
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ibumu!” Orang tersebut kembali bertanya, “Kemudian siapa lagi?”
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ibumu!” Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?”
Beliau menjawab, “Ayahmu.” (HR.
Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).
Pendapat
Imam Al-Qurthubi dalam menjelaskan hadits tersebut adalah, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap
seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah.
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali,
sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas
lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa
hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat
anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya
dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya (Tafsir Al-Qurthubi X : 239). [2]
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menjadi ibu itu adalah sebuah
keberuntungan bagi setiap wanita. Menjadi seorang ibu akan menjadikannya
memiliki derajat kemuliaan yang tinggi di hadapan Allah swt. Penghormatan yang disandang
seorang ibu dari anak bahkan tiga kali lebih banyak dibandingkan penghormatan ayah.
Bukti tingginya kemuliaan ibu dinyatakan dengan ungkapan bahwa surga berada di
bawah telapak kaki ibu. Tetapi semua penghormatan dan kemuliaan yang
dikaruniakan Allah swt tersebut hanya akan diperoleh oleh para wanita yang
benar-benar memerankan sebagai sosok ibu yang sejati. Wallahu a’lam bissawab. []
Referensi
:
[1] V.
Prashita, “Kedudukan Ibu dalam Islam,” Dream.co.id, 2015.
https://www.dream.co.id/your-story/kedudukan-ibu-dalam-islam-1512284.html
(accessed Dec. 23, 2020).
[2] Amir, “Kedudukan Ibu dalam islam,” islamudinblog,
Mar. 08, 2012.
https://islamudin69.wordpress.com/2012/03/08/kedudukan-ibu-dalam-islam/
(accessed Dec. 23, 2020).
____________________________________
*) Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc.,C.TBIL, ICT adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana Master (M. Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan 36 judul buku, Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA di penerbit CV. Putra Nugraha, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), serta Trainer MindMap Certified of ThinkBuzan iMindMap Leader-C.TBIL (UK) dan Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar