Sumber Gambar : Hal-hal yang Bisa Lo Lakukan Saat Berada di Titik Terendah Kehidupan | Provoke-online.com | LINE TODAY |
Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro
Hidup adalah perjuangan.
Berani hidup berarti harus juga berani berjuang. Terkadang ada orang yang melihat kesuksesan orang lain
hanya berdasarkan hasil akhirnya saja. Banyak yang mengira bahwa orang-orang
sukses tersebut tidak pernah merasakan penderitaan dan perjuangan hidup seperti
mereka. Masih banyak ditemukan di masyarakat orang yang beranggapan bahwa
dirinyalah yang hidupnya paling sengsara dan mengira orang lain hidupnya
baik-baiknya saja. Pemikiran seperti ini adalah pemikiran yang keliru. Banyak
orang sukses yang ternyata berangkat dari keterpurukan. Banyak orang memiliki kehormatan
setelah mereka berkali-kali merasakan penghinaan. Janganlah kita cepat menilai
kehidupan seseorang hanya berdasarkan penglihatan sesaat saja. Jangan
menjadikan kondisi seseorang saat ini sebagai gambaran bahwa orang itu dulu
juga seperti itu. Karena banyak orang yang menutupi masa-masa suram dan
keterpurukan mereka dengan kesuksesan dan kehormatan.
Demikian pula dengan
perjalanan hidup saya. Untuk sampai seperti sekarang ini, saya telah melalui
banyak cobaan dan hinaan. Untuk meraih kesuksesan (menurut saya, belum tentu
menurut orang lain) seperti sekarang ini, saya harus bekerja keras dan berjuang
tak kenal lelah untuk mewujudkannya. Sejak kecil perjalanan hidup saya selalu
diwarnai dengan perjuangan dan perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang
lain. Semua itu dikarenakan satu sebab, yaitu saya dari keluarga orang tidak berpunya
dan bukan siapa-siapa. Saya bukan dari keluarga orang kaya. Orang tua saya
hanyalah orang biasa, rakyat kecil, bukan pejabat dan bukan orang kaya, hanya
orang miskin yang mencoba hidup lebih layak.
Sejak
kecil saya sudah merasakan sangat tidak enaknya hidup dalam kemiskinan dan direndahkan
orang lain. Sejak kecil saya melihat sendiri bagaimana masyarakat menghormati seseorang
karena kekayaannya atau jabatannya atau pengaruhnya. Masyarakat membedakan
perlakuan antara kepada orang miskin dan kepada orang kaya. Saya merasa
masyarakat tidak adil. Penghormatan itu harusnya diberikan kepada seseorang
karena karakter dan perilaku kehidupannya yang baik, bukan karena harta kekayaan
dan jabatannya. Harta dan jabatan itu hanyalah titipan Allah swt yang bersifat
sementara, sewaktu-waktu kapan pun Allah swt berkehendak pasti bisa
mengambilnya. Dari pengalaman masa kecil inilah saya bertekad kelak harus
menjadi orang yang sukses, sejahtera dan terhormat.
Ketika
masih mahasiswa, saya pernah mendapat penghinaan dari tetangga. Waktu itu saya
sangat tersinggung dan sakit hati dengan penghinaan dari tetangga tersebut. Saya
gak habis pikir, apa salah saya kok dia sampai menghina saya seperti itu di
hadapan orang lain. Saya merasa tidak pernah menghina orang lain, tapi mengapa
orang lain menghina saya? Apakah karena saya bukan siapa-siapa? Apakah karena
keluarga saya bukan orang berada? Apakah karena orang tua saya bukan orang
berpengaruh? Dalam pergaulan, saya memang berbeda dengan remaja lain di kampung
saya. Kalau pada umumnya remaja di kampung saya suka kumpul-kumpul sekadar main
kartu. ngobrol-ngobrol dan begadang sampai larut malam, maka saya sebaliknya,
saya lebih suka di rumah. Bagi saya buat apa begadang sampai larut malam tanpa
tujuan yang jelas, mendingan saya di rumah, saya bisa belajar, membaca buku
atau malah tidur.
Setelah
lulus sarjana, saya diterima menjadi guru tidak tetap (GTT) di SMA swasta di
kota Solo. Ketika mengabdi sebagai guru di sekolah tersebut, perlakuan tidak
menyenangkan juga saya terima. Pada hari Sabtu saat rapat pembagian jam
mengajar, saya mendapat jam mengajar cukup banyak. Bahkan ketika ada saudara
yeng menawari saya untuk mengajar di sekolah lain, saya menolak dengan alasan sudah
punya jam mengajar cukup banyak. Tetapi apa yang tidak pernah terpikirkan
terjadi di hari Senin pagi. Saya dipanggil menghadap wakasek kurikulum di ruang
kerjanya. Di situ wakasek kurikulum memberitahukan bahwa ada perubahan dalam
struktur pembagian jam mengajar. Ada seorang guru senior yang diangkat menjadi
guru tetap yayasan. Karena kebijakan sekolah mengangkat dia menjadi guru tetap
yayasan, maka sekolah butuh tambahan jam mengajar yang cukup banyak. Dan
akhirnya diputuskan oleh wakasek kurikulum jam mengajar saya diambil semua dan diberikan
kepada guru tersebut, sedangkan saya diberikan jam mengajar mata pelajaran lain
yang bukan kompetensi saya (tidak sesuai ijazah). Waktu itu saya kaget dan
terpukul sekali, mengapa saya yang dijadikan korban? Apakah karena saya hanya
guru junior dan tidak memiliki backingan siapa-siapa? Kembali saya merasa
direndahkan oleh orang lain hanya karena saya bukan siapa-siapa dan tidak punya
pengaruh. Padahal selama menjadi guru GTT, saya tidak pernah absen, tidak
pernah datang terlambat, tidak pernah membuat masalah dan tidak pernah punya
masalah. Tetapi mengapa saya yang dikorbankan? Padahal guru senior tersebut
sudah menjadi guru tetap di sekolah lain, mengapa sekolah tetap menariknya
menjadi guru tetap yayasan sehingga harus mengorbankan saya?
Saya mulai mendapatkan
kehormatan di sekolah tersebut setelah saya dapat memenangkan juara 1 pada lomba
karya tulis ilmiah guru yang diselenggarakan sekolah dalam rangka HUT sekolah. Saya
dapat mengalahkan karya tulis guru-guru senior. Sejak itu kompetensi saya di
bidang karya tulis ilmiah benar-benar diakui pimpinan dan guru-guru senior. Bahkan
ketika sekolah dapat undangan dari dikpora (diknas) untuk mengirimkan guru mengikuti
workshop penulisan buku, pimpinan menugaskan saya untuk mewakili sekolah. Saya
pun menyambut gembira penugasan sekolah tersebut, karena dari acara workshop
tersebut saya bisa belajar bagaimana menulis buku pelajaran yang baik. Puncak
kehormatan yang saya dapatkan dari sekolah adalah ketika setelah saya lolos tes
CPNS dosen di Universitas Sebelas Maret (UNS), saya merasakan sekali guru-guru
senior dan pimpinan sekolah semakin menghormati saya. Bahkan ketika saya baru
saja lulus S2 dari UGM, wakasek kesiswaan meminta saya untuk bersedia kembali
mengajar ekstrakurikuler KIR (Karya Ilmiah Remaja), tetapi penawaran tersebut
saya tolak. Saya memang pernah mengajar ekstra kurikuler KIR, dan di bawah
bimbingan saya, tim KIR siswa sekolah pernah mendapatkan juara 2 tingkat
regional wilayah Jateng-DIY pada lomba karya tulis ilmiah remaja yang
diselenggarakan oleh fakultas Teknik UNDIP Semarang. Walaupun telah mendapatkan
pengakuan dan penghormatan, saya tetap berusaha tidak lupa diri dengan
penghormatan semu tersebut. Saya tetap berusaha menghormati orang lain, walau
itu kepada orang yang mungkin dipandang sebagai pegawai rendahan. Bagi saya pribadi, mereka tetaplah orang yang
memiliki kehormatan dan harga diri, Maka saya berusaha menghargai dan menghormati
mereka apa adanya.
Pengalaman awal-awal menjadi
dosen ternyata tidak jauh berbeda dengan ketika awal-awal menjad guru. Saya beberapa
kali mendapatkan perlakuan tidak adil dari pimpinan. Saya seperti tidak
dihargai oleh pimpinan. Puncak dari perlakuan tidak menyenangkan dari pimpinan
adalah ketika saya dikata-katain sebagai orang pemalas dan itu dilakukan di ruang
kantor di hadapan banyak dosen lain. Waktu itu saya merasa harga diri saya
benar-benar diinjak-injak oleh pimpinan. Pimpinan saya telah mempermalukan saya
di hadapan dosen-dosen lain. Saat itu saya sangat marah sekali dan ingin
membentak pimpinan saya tersebut. Kalau tidak ingat bahwa beliau itu dulu dosen
saya dan sekarang menjadi pimpinan saya, serta
juga jika tidak ingat kalau saya baru dosen CPNS, mungkin saya akan
membalas penghinaan beliau. Tetapi saya menyadari bahwa posisi saya saat itu sedang
berada di bawah, posisi saya sangat lemah. Jika saya sampai lepas kendali, maka
mungkin karier saya sebagai dosen bisa bermasalah. Menyadari hal itu, maka saya
berusaha sekuat tenaga menahan diri walau hati saya sangat marah dan sakit hati
dengan perlakuan tersebut. Waktu itu saya hanya berdiri diam membisu, tetapi tangan
saya mengepal kencang menahan amarah, mata saya memandang tajam ke arah pimpinan
dengan pandangan mata penuh amarah, dan dada saya bergemuruh menahan amarah
yang meluap-luap. Tetapi saya tetap berusaha menahan diri dari melakukan
tindakan di luar kendali.
Ketika di rumah, pikiran saya
selalu terbayang-terbayang kejadian penghinaan di kampus tadi. Pikiran saya
tidak bisa melupakan kejadian menyakitkan hati tersebut. Hati saya benar-benar
sakit dihina dan dipermalukan di hadapan dosen lain tersebut. Dalam hati saya
bertanya, mengapa saya mendapat perlakuan tidak adil? Mengapa saya direndahkan?
Saya sempat mikir, apakah saya lebih baik mundur dari dosen CPNS? Ternyata
menjadi dosen tidak enak, di kampus selalu diremehkan. Tapi kalau memikirkan
nasib keluarga, eman-eman kalau saya sampai mengudurkan diri dari dosen CPNS. Keluarga
menaruh harapan besar pada saya dengan diterima menjadi dosen PNS. Ketika saya dinyatakan
lolos tes seleksi menjadi dosen PNS, nama baik dan martabat keluarga ikut
terangkat. Masyarakat di desa akhirnya mengakui dan menaruh hormat pada orang
tua saya karena telah berhasil mendidik anaknya hingga bisa menjadi dosen. Di desa
saya waktu itu belum ada seorangpun yang menjadi dosen. Makanya, ketika mengetahui
saya diterima menjadi dosen, masyarakat kagum pada saya dan keluarga saya. Ternyata
keluarga yang miskin dan bukan siapa-siapa bisa berhasil mendidik anaknya
menjadi seorang dosen PNS di Perguruan Tinggi Negeri. Mengingat hal itu, saya
memutuskan akan bertahan dan akan berjuang sekuat tenaga untuk meraih
kehormatan diri demi kehormatan dan martabat keluarga.
Walau sempat berada di titik
terendah antara putus asa dan optimis meraih kehormatan diri, akhirnya dengan
semangat diri yang tersisa, saya memutuskan untuk bangkit melawan segala
penghinaan yang saya terima. Saya waktu itu hanya punya dua pilihan, yaitu saya
menyerah dan menjadi pecundang seumur hidup atau saya bangkit dan menjadi
pemenang dalam mendapatkan kehormatan diri. Dengan banyak pertimbangan,
akhirnya saya memilih bangkit berjuang. Saya akhirnya memilih untuk menunjukkan
prestasi dan kompetensi saya agar orang lain menghormati dan menghargai saya.
Alhamdulillah, Allah swt menunjukkan jalan kepada saya untuk mendapatkan
kehormatan tersebut. Ketika mahasiswa bimbingan saya dapat memenangkan medali
emas pada acar PIMNAS dan mengharumkan nama baik kampus, maka Rektor UNS
memberikan penghargaan kepada saya selaku dosen pembimbing. Penyerahan
penghargaan Rektor UNS dilaksanakan di hadapan seluruh dosen dan pegawai UNS
saat acara upacara bendera peringatan HUT Kemerdekaan RI. Pasca acara pemberian
penghargaan Rektor tersebut, barulah pimpinan saya menghormati saya. Kalau dulu
beliau memanggil saya langsung nama saya, maka sejak peristiwa pemberian penghargaan
Rektor ke saya di hadapan seluruh dosen dan pegawai UNS tersebut, beliau
memanggil saya dengan panggilan Pak Agung. Sejak momen membanggakan itulah,
saya mendapatkan kehormatan saya dan pengakuan atas kompetensi saya.
Saya terus berusaha mengukir
prestasi dan memperbanyak karya. Dalam perjalanan karier sebagai dosen, saya
pernah menduduki beberapa jabatan, yaitu 1). Sekretaris Sub Lab Kimia UPT.
Laboratorium Pusat MIPA UNS, 2). Sekretaris Program Studi S1 Pendidikan Kimia,
3). Auditor Internal SMM ISO 9001: 2008 Universitas Sebelas Maret, 4). Anggota
Tim Penjaminan Mutu Divisi ISO FKIP UNS, 5). Koordinator Pembina OSN Program
Studi S1 Pendidikan Kimia, 6). Dosen Pembina HMP Kimia Kovalen. Di bidang
prestasi, saya pernah memperoleh Juara 1 Tingkat Nasional bidang Kimia pada
lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI. Dari memenangkan
lomba inilah saya mendapatkan hadiah uang hampir seratus juta rupiah yang
akhirnya saya belikan rumah yang sekarang saya tempati. Dari menulis dan
menerbitkan buku, saya pernah memperoleh royalty hampir seratus juta rupiah
sehingga bisa untuk biaya merenovasi rumah dan membelikan motor baru untuk
istri. Sejak itu saya terus menekuni aktivitas menulis, khususnya menulis buku.
Hingga tulisan ini dibuat, tercatat saya telah menerbitkan buku sebanyak 36
judul buku. Saya memiliki sertifikat kompetensi dari Badan Nasional Sertifikasi
Profesi (BNSP) sebagai Penulis Buku Nonfiksi. Saya juga pemegang sertifikat
profesi sebagai Official ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Official
Indomindmap Certified Trainer (Indonesia). Di samping itu, saya juga memiliki
dua sertifikat HAKI (Surat Pencatatan Ciptaan) dari Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Dari
perjuangan selama ini, saya terus mendapatkan pengakuan dari kolega dan kehormatan
saya terus terbangun. []
Gumpang Baru, 23 Januari 2021
BIODATA
Agung
Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT. adalah dosen di
Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan
dasar dan menengah dijalani di madrasah (MI, MTs, MA). Pendidikan sarjana
(S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana Master
(M.Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018
penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan
Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen,
beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih
dari 36 judul buku, Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan
buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang
telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan
penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah
terakreditasi SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), serta Trainer
MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Indomindmap Certified
Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp
+6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.
Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur
Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan
blog : https://sharing-literasi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar