Powered By Blogger

Jumat, 22 Januari 2021

SUKSES ITU HARUS DIPERJUANGKAN : Inspirasi Bangkit dari Kondisi Titik Terendah Kehidupan

 

Sumber Gambar : Hal-hal yang Bisa Lo Lakukan Saat Berada di Titik Terendah Kehidupan | Provoke-online.com | LINE TODAY

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Hidup adalah perjuangan. Berani hidup berarti harus juga berani berjuang. Terkadang ada  orang yang melihat kesuksesan orang lain hanya berdasarkan hasil akhirnya saja. Banyak yang mengira bahwa orang-orang sukses tersebut tidak pernah merasakan penderitaan dan perjuangan hidup seperti mereka. Masih banyak ditemukan di masyarakat orang yang beranggapan bahwa dirinyalah yang hidupnya paling sengsara dan mengira orang lain hidupnya baik-baiknya saja. Pemikiran seperti ini adalah pemikiran yang keliru. Banyak orang sukses yang ternyata berangkat dari keterpurukan. Banyak orang memiliki kehormatan setelah mereka berkali-kali merasakan penghinaan. Janganlah kita cepat menilai kehidupan seseorang hanya berdasarkan penglihatan sesaat saja. Jangan menjadikan kondisi seseorang saat ini sebagai gambaran bahwa orang itu dulu juga seperti itu. Karena banyak orang yang menutupi masa-masa suram dan keterpurukan mereka dengan kesuksesan dan kehormatan.

Demikian pula dengan perjalanan hidup saya. Untuk sampai seperti sekarang ini, saya telah melalui banyak cobaan dan hinaan. Untuk meraih kesuksesan (menurut saya, belum tentu menurut orang lain) seperti sekarang ini, saya harus bekerja keras dan berjuang tak kenal lelah untuk mewujudkannya. Sejak kecil perjalanan hidup saya selalu diwarnai dengan perjuangan dan perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang lain. Semua itu dikarenakan satu sebab, yaitu saya dari keluarga orang tidak berpunya dan bukan siapa-siapa. Saya bukan dari keluarga orang kaya. Orang tua saya hanyalah orang biasa, rakyat kecil, bukan pejabat dan bukan orang kaya, hanya orang miskin yang mencoba hidup lebih layak.

            Sejak kecil saya sudah merasakan sangat tidak enaknya hidup dalam kemiskinan dan direndahkan orang lain. Sejak kecil saya melihat sendiri bagaimana masyarakat menghormati seseorang karena kekayaannya atau jabatannya atau pengaruhnya. Masyarakat membedakan perlakuan antara kepada orang miskin dan kepada orang kaya. Saya merasa masyarakat tidak adil. Penghormatan itu harusnya diberikan kepada seseorang karena karakter dan perilaku kehidupannya yang baik, bukan karena harta kekayaan dan jabatannya. Harta dan jabatan itu hanyalah titipan Allah swt yang bersifat sementara, sewaktu-waktu kapan pun Allah swt berkehendak pasti bisa mengambilnya. Dari pengalaman masa kecil inilah saya bertekad kelak harus menjadi orang yang sukses, sejahtera dan terhormat.  

            Ketika masih mahasiswa, saya pernah mendapat penghinaan dari tetangga. Waktu itu saya sangat tersinggung dan sakit hati dengan penghinaan dari tetangga tersebut. Saya gak habis pikir, apa salah saya kok dia sampai menghina saya seperti itu di hadapan orang lain. Saya merasa tidak pernah menghina orang lain, tapi mengapa orang lain menghina saya? Apakah karena saya bukan siapa-siapa? Apakah karena keluarga saya bukan orang berada? Apakah karena orang tua saya bukan orang berpengaruh? Dalam pergaulan, saya memang berbeda dengan remaja lain di kampung saya. Kalau pada umumnya remaja di kampung saya suka kumpul-kumpul sekadar main kartu. ngobrol-ngobrol dan begadang sampai larut malam, maka saya sebaliknya, saya lebih suka di rumah. Bagi saya buat apa begadang sampai larut malam tanpa tujuan yang jelas, mendingan saya di rumah, saya bisa belajar, membaca buku atau malah tidur.

            Setelah lulus sarjana, saya diterima menjadi guru tidak tetap (GTT) di SMA swasta di kota Solo. Ketika mengabdi sebagai guru di sekolah tersebut, perlakuan tidak menyenangkan juga saya terima. Pada hari Sabtu saat rapat pembagian jam mengajar, saya mendapat jam mengajar cukup banyak. Bahkan ketika ada saudara yeng menawari saya untuk mengajar di sekolah lain, saya menolak dengan alasan sudah punya jam mengajar cukup banyak. Tetapi apa yang tidak pernah terpikirkan terjadi di hari Senin pagi. Saya dipanggil menghadap wakasek kurikulum di ruang kerjanya. Di situ wakasek kurikulum memberitahukan bahwa ada perubahan dalam struktur pembagian jam mengajar. Ada seorang guru senior yang diangkat menjadi guru tetap yayasan. Karena kebijakan sekolah mengangkat dia menjadi guru tetap yayasan, maka sekolah butuh tambahan jam mengajar yang cukup banyak. Dan akhirnya diputuskan oleh wakasek kurikulum jam mengajar saya diambil semua dan diberikan kepada guru tersebut, sedangkan saya diberikan jam mengajar mata pelajaran lain yang bukan kompetensi saya (tidak sesuai ijazah). Waktu itu saya kaget dan terpukul sekali, mengapa saya yang dijadikan korban? Apakah karena saya hanya guru junior dan tidak memiliki backingan siapa-siapa? Kembali saya merasa direndahkan oleh orang lain hanya karena saya bukan siapa-siapa dan tidak punya pengaruh. Padahal selama menjadi guru GTT, saya tidak pernah absen, tidak pernah datang terlambat, tidak pernah membuat masalah dan tidak pernah punya masalah. Tetapi mengapa saya yang dikorbankan? Padahal guru senior tersebut sudah menjadi guru tetap di sekolah lain, mengapa sekolah tetap menariknya menjadi guru tetap yayasan sehingga harus mengorbankan saya?

Saya mulai mendapatkan kehormatan di sekolah tersebut setelah saya dapat memenangkan juara 1 pada lomba karya tulis ilmiah guru yang diselenggarakan sekolah dalam rangka HUT sekolah. Saya dapat mengalahkan karya tulis guru-guru senior. Sejak itu kompetensi saya di bidang karya tulis ilmiah benar-benar diakui pimpinan dan guru-guru senior. Bahkan ketika sekolah dapat undangan dari dikpora (diknas) untuk mengirimkan guru mengikuti workshop penulisan buku, pimpinan menugaskan saya untuk mewakili sekolah. Saya pun menyambut gembira penugasan sekolah tersebut, karena dari acara workshop tersebut saya bisa belajar bagaimana menulis buku pelajaran yang baik. Puncak kehormatan yang saya dapatkan dari sekolah adalah ketika setelah saya lolos tes CPNS dosen di Universitas Sebelas Maret (UNS), saya merasakan sekali guru-guru senior dan pimpinan sekolah semakin menghormati saya. Bahkan ketika saya baru saja lulus S2 dari UGM, wakasek kesiswaan meminta saya untuk bersedia kembali mengajar ekstrakurikuler KIR (Karya Ilmiah Remaja), tetapi penawaran tersebut saya tolak. Saya memang pernah mengajar ekstra kurikuler KIR, dan di bawah bimbingan saya, tim KIR siswa sekolah pernah mendapatkan juara 2 tingkat regional wilayah Jateng-DIY pada lomba karya tulis ilmiah remaja yang diselenggarakan oleh fakultas Teknik UNDIP Semarang. Walaupun telah mendapatkan pengakuan dan penghormatan, saya tetap berusaha tidak lupa diri dengan penghormatan semu tersebut. Saya tetap berusaha menghormati orang lain, walau itu kepada orang yang mungkin dipandang sebagai pegawai rendahan.  Bagi saya pribadi, mereka tetaplah orang yang memiliki kehormatan dan harga diri, Maka saya berusaha menghargai dan menghormati mereka apa adanya.

Pengalaman awal-awal menjadi dosen ternyata tidak jauh berbeda dengan ketika awal-awal menjad guru. Saya beberapa kali mendapatkan perlakuan tidak adil dari pimpinan. Saya seperti tidak dihargai oleh pimpinan. Puncak dari perlakuan tidak menyenangkan dari pimpinan adalah ketika saya dikata-katain sebagai orang pemalas dan itu dilakukan di ruang kantor di hadapan banyak dosen lain. Waktu itu saya merasa harga diri saya benar-benar diinjak-injak oleh pimpinan. Pimpinan saya telah mempermalukan saya di hadapan dosen-dosen lain. Saat itu saya sangat marah sekali dan ingin membentak pimpinan saya tersebut. Kalau tidak ingat bahwa beliau itu dulu dosen saya dan sekarang menjadi pimpinan saya, serta  juga jika tidak ingat kalau saya baru dosen CPNS, mungkin saya akan membalas penghinaan beliau. Tetapi saya menyadari bahwa posisi saya saat itu sedang berada di bawah, posisi saya sangat lemah. Jika saya sampai lepas kendali, maka mungkin karier saya sebagai dosen bisa bermasalah. Menyadari hal itu, maka saya berusaha sekuat tenaga menahan diri walau hati saya sangat marah dan sakit hati dengan perlakuan tersebut. Waktu itu saya hanya berdiri diam membisu, tetapi tangan saya mengepal kencang menahan amarah, mata saya memandang tajam ke arah pimpinan dengan pandangan mata penuh amarah, dan dada saya bergemuruh menahan amarah yang meluap-luap. Tetapi saya tetap berusaha menahan diri dari melakukan tindakan di luar kendali.

Ketika di rumah, pikiran saya selalu terbayang-terbayang kejadian penghinaan di kampus tadi. Pikiran saya tidak bisa melupakan kejadian menyakitkan hati tersebut. Hati saya benar-benar sakit dihina dan dipermalukan di hadapan dosen lain tersebut. Dalam hati saya bertanya, mengapa saya mendapat perlakuan tidak adil? Mengapa saya direndahkan? Saya sempat mikir, apakah saya lebih baik mundur dari dosen CPNS? Ternyata menjadi dosen tidak enak, di kampus selalu diremehkan. Tapi kalau memikirkan nasib keluarga, eman-eman kalau saya sampai mengudurkan diri dari dosen CPNS. Keluarga menaruh harapan besar pada saya dengan diterima menjadi dosen PNS. Ketika saya dinyatakan lolos tes seleksi menjadi dosen PNS, nama baik dan martabat keluarga ikut terangkat. Masyarakat di desa akhirnya mengakui dan menaruh hormat pada orang tua saya karena telah berhasil mendidik anaknya hingga bisa menjadi dosen. Di desa saya waktu itu belum ada seorangpun yang menjadi dosen. Makanya, ketika mengetahui saya diterima menjadi dosen, masyarakat kagum pada saya dan keluarga saya. Ternyata keluarga yang miskin dan bukan siapa-siapa bisa berhasil mendidik anaknya menjadi seorang dosen PNS di Perguruan Tinggi Negeri. Mengingat hal itu, saya memutuskan akan bertahan dan akan berjuang sekuat tenaga untuk meraih kehormatan diri demi kehormatan dan martabat keluarga.

Walau sempat berada di titik terendah antara putus asa dan optimis meraih kehormatan diri, akhirnya dengan semangat diri yang tersisa, saya memutuskan untuk bangkit melawan segala penghinaan yang saya terima. Saya waktu itu hanya punya dua pilihan, yaitu saya menyerah dan menjadi pecundang seumur hidup atau saya bangkit dan menjadi pemenang dalam mendapatkan kehormatan diri. Dengan banyak pertimbangan, akhirnya saya memilih bangkit berjuang. Saya akhirnya memilih untuk menunjukkan prestasi dan kompetensi saya agar orang lain menghormati dan menghargai saya. Alhamdulillah, Allah swt menunjukkan jalan kepada saya untuk mendapatkan kehormatan tersebut. Ketika mahasiswa bimbingan saya dapat memenangkan medali emas pada acar PIMNAS dan mengharumkan nama baik kampus, maka Rektor UNS memberikan penghargaan kepada saya selaku dosen pembimbing. Penyerahan penghargaan Rektor UNS dilaksanakan di hadapan seluruh dosen dan pegawai UNS saat acara upacara bendera peringatan HUT Kemerdekaan RI. Pasca acara pemberian penghargaan Rektor tersebut, barulah pimpinan saya menghormati saya. Kalau dulu beliau memanggil saya langsung nama saya, maka sejak peristiwa pemberian penghargaan Rektor ke saya di hadapan seluruh dosen dan pegawai UNS tersebut, beliau memanggil saya dengan panggilan Pak Agung. Sejak momen membanggakan itulah, saya mendapatkan kehormatan saya dan pengakuan atas kompetensi saya.

Saya terus berusaha mengukir prestasi dan memperbanyak karya. Dalam perjalanan karier sebagai dosen, saya pernah menduduki beberapa jabatan, yaitu 1). Sekretaris Sub Lab Kimia UPT. Laboratorium Pusat MIPA UNS, 2). Sekretaris Program Studi S1 Pendidikan Kimia, 3). Auditor Internal SMM ISO 9001: 2008 Universitas Sebelas Maret, 4). Anggota Tim Penjaminan Mutu Divisi ISO FKIP UNS, 5). Koordinator Pembina OSN Program Studi S1 Pendidikan Kimia, 6). Dosen Pembina HMP Kimia Kovalen. Di bidang prestasi, saya pernah memperoleh Juara 1 Tingkat Nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI. Dari memenangkan lomba inilah saya mendapatkan hadiah uang hampir seratus juta rupiah yang akhirnya saya belikan rumah yang sekarang saya tempati. Dari menulis dan menerbitkan buku, saya pernah memperoleh royalty hampir seratus juta rupiah sehingga bisa untuk biaya merenovasi rumah dan membelikan motor baru untuk istri. Sejak itu saya terus menekuni aktivitas menulis, khususnya menulis buku. Hingga tulisan ini dibuat, tercatat saya telah menerbitkan buku sebanyak 36 judul buku. Saya memiliki sertifikat kompetensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sebagai Penulis Buku Nonfiksi. Saya juga pemegang sertifikat profesi sebagai Official ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Official Indomindmap Certified Trainer (Indonesia). Di samping itu, saya juga memiliki dua sertifikat HAKI (Surat Pencatatan Ciptaan) dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Dari perjuangan selama ini, saya terus mendapatkan pengakuan dari kolega dan kehormatan saya terus terbangun. []

 

Gumpang Baru, 23 Januari 2021



BIODATA

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan dasar dan menengah dijalani di madrasah (MI, MTs, MA). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana Master (M.Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih dari 36 judul buku, Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), serta Trainer MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Postingan Populer