Powered By Blogger

Jumat, 31 Mei 2024

LOMBA KHATAM AL-QUR'AN: AYAH V$ ANAK

 


LOMBA KHATAM AL-QUR'AN: 

AYAH VS ANAK

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro



Sejak lulus Iqra' jilid 6 dan bisa membaca Al-Qur'an, putri kecil kami semangat membaca Al-Qur'an setiap hari. Setiap hari bakda Maghrib, bersama-sama dengan papi, mami, dan kakaknya, ia membaca Al-Qur'an ayat demi ayat, surat demi surat, dan juz demi juz. Hingga saat ini bacaan Al-Qur'an-nya sudah sampai juz 14. 


Setelah beberapa bulan berlalu, kemampuan membaca Al-Qur'an di kecil semakin baik. Saya berusaha selalu mendampinginya ketika ia membaca Al-Qur'an. Setiap kali ia menemukan bacaan yang membingungkan cara membacanya, dia tanya ke papinya. 


Beberapa hari ini kebetulan juz, surat dan ayat yang dia baca sama dengan bacaan papinya. Setiap kali selesai membaca Al-Qur'an, dia bertanya ke papinya sudah sampai mana bacanya. Jika saya selesai membaca Al-Qur'an lebih dulu, saya tetap menunggui si kecil menyelesaikan bacaan Al-Qur'an-nya. 


Hal itu saya lakukan sebagai bentuk perhatian saya ke dia dan untuk memonitoring progres bacaan Al-Qur'an si kecil. Sekaligus juga untuk membantu si kecil membetulkan bacaannya ketika dia mengalami kebingungan cara membacanya. 


Setiap kali membaca Al-Qur'an, biasanya saya rata-rata membaca empat halaman dan terkadang lebih. Karena si kecil tidak mau ketinggalan dengan papinya, dia juga berusaha menarget bacaan Al-Qur'an-nya seperti papinya. Terkadang saya merasa kasihan melihat dia membaca Al-Qur'an sampai empat halaman. 


Terlihat sekali bagaimana ia berusaha keras untuk menyelesaikan bacaan Al-Qur'an-nya sampai akhir ayat yang dibaca papinya. Tetapi di sisi lain, saya sangat bangga dengan semangatnya dalam membaca Al-Qur'an. Saya amati, dia sangat senang, enjoy dan menikmati sekali proses membaca Al-Qur'an setiap harinya. 


Ketika kemarin dia saya belikan mushaf Al-Qur'an yang baru, dia sangat senang sekali. Sudah beberapa waktu sebelumnya saya menjanjikan ke dia untuk membelikan mushaf Al-Qur'an yang ada nama dia. Dan ketika paket kiriman mushaf Al-Qur'an sudah datang, dia antusias sekali melihatnya. 


Ketika ditanya maminya apakah mushaf Al-Qur'an-nya akan dibaca sekarang, dia menjawab tidak. Si kecil mengatakan akan menggunakan mushaf barunya setelah dia khatam membaca mushaf Al-Qur'an yang saat ini digunakannya. 


Satu kejadian yang saya anggap lucu adalah dia sering mengecek (menanyakan) papi maminya sudah sampai juz berapa bacaan Al-Qur'an-nya. Dan ketika dijawab papi maminya masih juz di bawah dia, dia tampak bangga. 


Awalnya juz bacaan saya di belakang dia karena belum lama saya baru saja khatam Al-Qur'an, dan dia selalu memonitornya. Tetapi suatu waktu, saya menyalib bacaan dia. Ketika tahu papinya mendahuluinya, tiba-tiba dia menangis. Cukup lama saya menenangkan dan menghentikan tangisannya. Ternyata dia tidak mau papinya mendahuluinya. 


Belajar dari kejadian tak terduga tersebut, maka kemudian saya berusaha mengurangi kecepatan membaca Al-Qur'an saya agar si kecil tidak terlalu susah payah mengejar akhir ayat yang saya baca. Terkadang saya hanya membaca dua halaman saja, tetapi terkadang juga sampai empat halaman. Saya lihat si kecil masih bisa menyelesaikan bacaan Al-Qur'an-nya hingga empat halaman walaupun dia jadi selesai membaca Al-Qur'an paling akhir dan saya berusaha tetap menungguinya. []


Gumpang Baru, 26 Mei 2024

WOW, DELAPAN HALAMAN?

 


WOW, DELAPAN HALAMAN?

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro



Hari ini saya ada jadwal mengajar mata kuliah di sore hari. Perkuliahan mulai pukul 15.30 dan selesai pukul  17.10 WIB.  Selesai mengajar saya langsung pulang dan sampai rumah pukul 18.15 WIB. 


Sampai di depan rumah, anak lanang keluar membukakan pintu pagar dan memandu papinya memasukkan mobil ke dalam garasi. Keluar dari mobil, terdengar suara si kecil sedang membaca Al-Qur'an dengan suara keras. 


Ketika masuk ke dalam rumah, terlihat istri sedang sibuk menata baju. Saya pun bertanya, "Mami sudah sholat?" Istri menjawab, "Sudah". Lalu saya lanjut bertanya, "Kok adek masih membaca Al-Qur'an?". Saya bertanya begitu karena merasa aneh, mami dan kakaknya sudah berganti melakukan aktivitas lain tapi si kecil kok masih membaca Al-Qur'an. 


Mendengar pertanyaan saya tersebut, istri menjelaskan bahwa kata si kecil dia mau menyelesaikan juz 14. Mendengar penjelasan istri, saya tersenyum dan berkata dalam hati "Wah adek serius sekali ingin segera mengkhatamkan Al-Qur'an". 


Segera saya mengambil air wudhu dan mengerjakan sholat Maghrib. Selesai sholat Maghrib, saya lanjut membaca Al-Qur'an. Karena merasa agak capek pulang sore, saya membaca Al-Qur'an hanya dua halaman saja. Ketika saya selesai membaca Al-Qur'an, si kecil juga menyelesaikan bacaan Al-Qur'an-nya.


Melihat papinya membaca Al-Qur'an hanya sebentar, si kecil lantas bertanya, "Papi baca berapa halaman?". Saya jawab, "Papi baca dua halaman saja karena badan papi agak capek". Lantas saya balik bertanya, "Lha adek baca berapa halaman?" Si kecil berkata kalau sudah selesai juz 14 dan tambah satu halaman di juz 15.


Dia lalu menghitung jumlah halaman Al-Qur'an yang dibacanya. Saya lumayan kaget, karena ternyata dia telah membaca Al-Qur'an sebanyak delapan halaman. Saya tidak menyangka si kecil punya kemauan sendiri untuk membaca Al-Qur'an sebanyak itu. Karena terlalu semangatnya membaca Al-Qur'an dengan suara keras (ia membaca Al-Qur'an di kamar depan, suaranya terdengar sampai di belakang rumah), nafasnya agak sedikit terengah-engah. 


Saya lihat dia tampak senang sekali karena bisa melampaui jumlah halaman Al-Qur'an yang dibaca papinya. Melihat perilaku hebat si kecil tersebut, saya sangat bangga dan bersyukur, ternyata putri kecil kami yang sebentar lagi tamat sekolah TK dan masuk SD sudah bisa mandiri dalam membaca Al-Qur'an. Lebih bersyukur lagi karena dia punya kemauan kuat untuk segera mengkhatamkan bacaan Al-Qur'an-nya. Subhanallah Wa Alhamdulillah. []


Gumpang Baru, 27 Mei 2024

PERJUANGAN SEORANG ISTRI

 


PERJUANGAN SEORANG ISTRI

Oleh: 

Agung Nugroho Catur Saputro



Sudah sekitar satu setengah tahun ini rutin setiap minggu sang istri mendampingi suaminya berobat ke dokter di RS UNS. Terkadang ia harus menjadi driver ketika suaminya tidak memungkinkan untuk menyetir mobil. Dalam seminggu terkadang ia bisa dua sampai tiga kali mengantar suaminya kontrol dokter.


Pernah sang istri enam kali mendampingi suaminya rawat inap di RS UNS karena suaminya harus menjalani tindakan operasi. Belum termasuk empat kali mendampingi suami menjalani tindakan ESWL. Pernah juga selama empat bulan ia harus merawat suaminya yang harus bed rest pasca menjalani operasi bedah. 


Jika dihitung keseluruhan waktu dan tenaga yang habis digunakan untuk mendampingi, merawat, dan mengantar suaminya selama masa pengobatan, maka tak terhitung banyaknya. Semua itu ia jalani karena tanggung jawabnya sebagai istri dan bentuk baktinya kepada suaminya. 


Hari itu, sejak pagi sang istri mendampingi suaminya kontrol ke dokter di RS UNS. Menjelang dhuhur suaminya selesai  kontrol dokter. Belum sampai keluar dari area kompleks RS UNS, tiba-tiba ia mendapat telepon dari sekolah si kecil yang mengabarkan jika si kecil di sekolah muntah-muntah. Segera sang istri bersama suaminya berangkat ke sekolah untuk menjemput si kecil.


Selesai menjemput si kecil di sekolah, langsung membawanya ke IGD RS UNS untuk segera mendapatkan perawatan medis. Sambil menunggu si kecil menjalani pengobatan dan observasi oleh dokter, sang istri duduk terkantuk-kantuk di tepi ranjang pasien. Mungkin rasa capek dan mengantuk sudah sangat menguasai tubuhnya. 


Setelah dokter memperbolehkan si kecil menjalani pengobatan rawat jalan, langsung pulang. Di rumah sang istri lanjut menyelesaikan urusan rumah seperti mencuci pakaian dan mencuci piring-piring kotor. Sambil mengerjakan pekerjaan rumah, ia juga terus memantau kondisi si kecil yang masih muntah-muntah dan badannya panas. Suaminya juga ikut selalu mengecek kondisi kesehatan si kecil. 


Di malam hari, kondisi badan si kecil masih panas. Tiba-tiba kakak si kecil juga muntah-muntah. Ditunggu hingga sampai pukul 23.00 malam masih juga muntah-muntah, akhirnya diputuskan untuk membawa si kakak ke IGD RS UNS. Karena si kecil sedang tidur dan badannya juga masih panas, maka diputuskan sang istri di rumah menjaga si kecil sedangkan si kakak diantar suami. 


Pukul 23.30 sang suami mengantar si kakak berobat ke IGD RS UNS.  Perlu beberapa waktu bagi dokter untuk mengobservasi dan memberikan tindakan medis. Pukul 01.30 akhirnya si kakak diperbolehkan pulang dan menjalani pengobatan rawat jalan. 


Malam itu, pasangan suami dan istri tersebut merasakan badan yang sangat capek, kurang tidur, dan mengantuk sekali. Aktivitas seharian dari pagi hingga malam hari di RS telah sangat menguras tenaga. Walaupun begitu, malam itu mereka tidak bisa tidur dengan nyenyak karena masih harus terus memonitor perkembangan kesehatan kedua anaknya.[]


Gumpang Baru, 29 Mei 2024

UJIAN SAKIT

 


UJIAN SAKIT

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro



Hari Selasa, 28 Mei 2024 saya punya jadwal untuk periksa ke Poli Rehabilitasi Medik karena seminggu yang lalu dirujuk oleh dokter syaraf. Ada permasalahan di syaraf jari-jari tangan kiri yang cukup mengganggu dan sering terasa nyeri. Sebenarnya hari itu saya juga punya jadwal fisioterapi rutin untuk tulang belakang dan sendi di lutut yang sudah berjalan sejak bulan Januari 2024. 


Sudah sekitar dua bulan saya menjalani pengobatan di poli syaraf RS UNS berkaitan dengan keluhan jari-jari tangan yang kebas, agak kaku, dan terasa nyeri. Dokter sudah melakukan pemeriksaan EMG dan cek kadar gula darah di laboratorium. Kedua jenis tes tersebut menyatakan tidak ada kerusakan syaraf di tangan saya dan kadar gula darah saya juga masih normal. Karena konsumsi obat-obatan syaraf belum menunjukkan hasil, maka dokter merekomendasikan saya untuk mengkombinasikan minum obat dan fisioterapi. 


Setelah bertemu dokter rehabilitasi medik di poli rehabilitasi medik dan dilakukan pemeriksaan, saya dirujuk ke poli fisioterapi untuk menjalani tindakan fisioterapi di lutut kaki dan tangan sekaligus.  Selesai menjalani tindakan fisioterapi, saya dan istri mau langsung pulang. 


Ketika kami baru sampai di depan ruang IGD RS UNS untuk menuju ke tempat parkiran, tiba-tiba ada telepon dari sekolah si kecil yang memberitahukan bahwa si kecil muntah-muntah. Bergegas kami menuju ke sekolah si kecil untuk menjemputnya pulang dan memeriksakan ke dokter. 


Setelah menjemput si kecil di sekolah, kami segera melaju menuju ke RS UNS kembali dengan tujuan ruang IGD. Sesampainya di IGD RS UNS, si kecil segera mendapat perawatan dari dokter. Karena si kecil menangis karena katanya perutnya sakit, maka dokter akan memberikan  obat pereda sakit melalui suntikan. 


Sebelum perawat menyuntikan obat, saya memberitahu si kecil kalau nanti akan disuntik agar perutnya tidak sakit lagi. Saya mengatakan nanti adek jangan menangis ketika disuntik ya. Nanti sedikit sakit seperti dulu waktu dipasang jarum infus. Ketika mau disuntik, saya memegang tangan si kecil untuk memberikan penguatan dan memeluknya. Alhamdulillah si kecil pun tidak menangis ketika tangannya ditusuk jarum suntikan. 


Sesaat setelah disuntik obat, si kecil mulai merasakan badan lebih nyaman dan akhirnya tertidur dengan pulas. Kami menunggu beberapa waktu hingga akhirnya dokter memberitahukan jika si kecil sudah boleh pulang dan menjalani rawat jalan.


Setelah menyelesaikan urusan administrasi dan mengambil obat rawat jalan di bagian farmasi IGD, kami membangunkan si kecil untuk diajak pulang. Malam hari kondisi badan si kecil belum stabil, masih panas dan terkadang masih muntah walaupun intensitasnya sudah berkurang. 


Hari Kamis ini, kondisi si kecil sudah pulih. Badannya sudah tidak panas, perutnya sudah tidak sakit, dan juga tidak muntah-muntah lagi. Karena kondisinya sudah normal, maka kami membolehkan dia berangkat sekolah. Semoga si kecil sehat terus dan dapat belajar dengan menyenangkan di sekolah. Amin. []


Surakarta, 30 Mei 2024

AKHLAK KEPADA ORANG SAKIT


AKHLAK KEPADA ORANG SAKIT
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro


Setiap kejadian di dunia ini tidak terlepas dari izin Allah SWT. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi tanpa sepengetahuan dan seizin Allah SWT. Artinya setiap kejadian di dunia ini berlangsung mengikuti mekanisme kerja hukum alam yang merepresentasikan kehendak Allah SWT. 


Kejadian yang bisa menimpa siapapun dan kapanpun adalah sakit. Sakit adalah kejadian seizin Allah SWT yang tidak diinginkan oleh setiap orang. Tidak ada orang yang mau sakit karena sakit itu tidak enak. Sakit adalah penderitaan, baik secara fisik maupun psikis (mental). Orang yang sedang sakit tidak hanya merasakan sakit pada tubuh jasmaninya (fisik), tetapi psikisnya juga terganggu. 


Untuk bisa sembuh dari sakit yang diderita, seseorang terkadang tidak cukup dengan diobati secara fisik, tetapi juga psikisnya perlu diobati. Ketika fisik mendukung untuk sembuh tetapi psikisnya lemah (kehilangan motivasi sembuh, putus asa, kehilangan semangat hidup), maka pasti sulit sembuh. Jadi perlu ada keseimbangan antara penyembuhan fisik dan penyembuhan psikis. 


Tetapi walaupun tidak diinginkan, ketika kejadian sakit diizinkan Allah SWT, maka seseorang bisa tiba-tiba menderita sakit. Terkadang seseorang dapat menderita sakit secara tiba-tiba tanpa pernah diduga  sebelumnya. Tiba-tiba saja ia jatuh sakit dan sakitnya berkepanjangan karena tidak sembuh-sembuh atau sembuh dalam jangka waktu yang lama. 


Orang yang mengalami kejadian sakit yang tidak terduga dan tidak diharapkan dalam jangka waktu lama hingga tidak ada kepastian kapan sembuhnya seperti ini akan dapat mengalami penurunan ataupun kehilangan motivasi hidup.


Orang-orang sakit seperti ini selain memerlukan pengobatan fisik juga membutuhkan pengobatan psikis. Terkadang pengobatan psikis lebih diutamakan karena akan berpengaruh besar kepada keberhasilan pengobatan fisik. Orang sakit yang telah bangkit semangat dan motivasi hidupnya akan menimbulkan auto sugesti pada dirinya untuk sembuh.  


Berangkat dari pemikiran di atas, maka kepada siapapun yang sedang menderita sakit hendaknya kita bersikap positif dengan memotivasi dan membangkitkan semangatnya untuk sembuh. Mendoakan kesembuhan untuk orang yang sakit jauh lebih daripada memberikan  statement-statement penghakiman yang kurang berdasar, seperti sakit karena kurang bersyukur, kurang sedekah, kurang ibadah, dan lain sebagainya. 


Hal yang dibutuhkan oleh orang yang sedang sakit bukanlah penghakiman negatif tetapi support dan motivasi untuk sembuh. Perhatian dan kepedulian kepada orang yang sakit juga sangat berdampak positif bagi proses penyembuhan. Pemberian nasihat kepada pasien untuk sabar dan ikhlas menjalani ujian sakit dan mendoakan untuk kesembuhan pasien merupakan sikap positif yang sebaiknya disampaikan ke pasien, bukan sebaliknya. []


Kamar 718A RS UNS, 31 Mei 2024.

BERBAGI TUGAS MENJAGA ANAK

 


BERBAGI TUGAS MENJAGA ANAK

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro



Hari Selasa malam kemarin ketika bakda shalat Isyak anak pertama kami tiba-tiba muntah-muntah. Sehari sebelumnya dia memang sudah mengalami demam, kepala pusing, dan perut mual. Selasa sore bakda Ashar dia kami periksakan ke klinik kesehatan dekat rumah dan mendapatkan obat untuk diminum. Tetapi saat setelah makan malam dan minum obat, dia tiba-tiba muntah-muntah. 


Kami kira karena perutnya sudah terlalu mual, makanya makanan dan obat yang masuk dikeluarkan lagi. Kami berharap kondisi anak lanang akan berangsur-angsur membaik. Tetapi sampai pukul 23.00 wib, anak lanang masih terus muntah-muntah. Karena kawatir dengan kondisinya yang seperti tambah parah, maka kami memutuskan membawanya ke IGD RS UNS untuk segera mendapatkan pertolongan medis. 


Sekitar pukul 00.00 wib saya dan anak lanang sampai di ruang IGD RS UNS. Dokter segera memeriksa dan mengobservasi kondisi kesehatan anak lanang. Karena anak lanang masih pusing dan perut mual, maka dokter memberikan suntikan obat. Sekitar pukul 01.30 wib dokter membolehkan anak lanang untuk pulang dan memberikan obat rawat jalan. 


Ketika pemeriksaan di IGD, dokter menyatakan bahwa jika sampai kamis malam atau Jumat pagi kondisi anak lanang belum membaik, maka dianjurkan untuk kembali kontrol ke IGD guna cek darah untuk memastikan penyebab sakitnya. 


Hari Rabu kondisi anak lanang masih belum mengalami perubahan signifikan, yakni badan masih panas, kepala pusing, dan perut mual. Perubahannya hanya tidak muntah-muntah lagi. Hari Kamis juga relatif masih sama hingga Jumat pagi. Karena Jumat pagi sudah masuk hari kelima sejak hari pertama sakit, dan kondisi anak lanang masih belum berubah banyak, maka saya memutuskan untuk kembali membawa dia ke UGD RS UNS. 


Jumat pukul 09.00 WIB kami membawa anak lanang kembali periksa ke dokter IGD RS UNS. Ketika datang ke IGD RS UNS, kondisi badan anak lanang sudah agak lemah karena makannya sedikit (nafsu makan berkurang karena perut selalu mual). Ketika diperiksa dokter, dokter menyatakan bahwa anak lanang sudah mengalami dehidrasi dan dari hasil cek lab darah diketahui jumlah trombositnya juga rendah. 


Berdasarkan data pemeriksaan medis tersebut, dokter merekomendasikan anak lanang untuk menjalani rawat inap. Mendengar rekomendasi dokter IGD tersebut, demi kesembuhan dan pemulihan kesehatan anak lanang, maka kami menyetujui anak lanang menjalani pengobatan rawat inap. 


Permasalahan sakitnya anak lanang sudah ditangani dokter. Sekarang permasalahan berikutnya adalah nanti yang menemani anak lanang di RS siapa, sementara si kecil masih sekolah dan juga baru saja sembuh dari sakitnya. Setelah berdiskusi dengan istri, akhirnya disepakati saya yang menemani anak lanang menjalani pengobatan rawat inap di RS UNS sedangkan istri menjaga si kecil di rumah. 


Begitulah dinamika kehidupan yang terjadi di keluarga kami. Segala permasalahan keluarga sebisa mungkin kami selesaikan sendiri tanpa menggantungkan bantuan orang lain. Hanya saat kondisi sangat kepepet dan tidak ada alternatif solusi lain yang bisa ditempuh, barulah kami meminta bantuan orang lain. Anak-anak sejak kecil juga kami latih untuk bisa memahami kondisi keluarga. Sehingga ketika keluarga sedang ada permasalahan, mereka bisa diajak diskusi dan diberi pemahaman. 


Sebagai contoh masalah ketika papinya sakit dan harus operasi, maka otomatis maminya harus ikut mendampingi papinya rawat inap di RS. Ketika menghadapi situasi seperti itu, terkadang si kecil bersedia tinggal di rumah bersama kakaknya. Jika solusi tersebut tidak memungkinkan, maka si kecil kami titipkan ke rumah eyangnya atau budenya, tapi ini pilihan terakhir. 


Dulu pernah ketika anak lanang masih balita, kami menghadapi masalah keluarga. Saat itu di waktu yang bersamaan, istri ditugaskan sekolah untuk mendampingi siswa study tour ke Bali, sedangkan saya ditugaskan kampus untuk mendampingi KKL mahasiswa ke Bandung. Sesaat kami mengalami kebingungan bagaimana dengan anak lanang yang masih balita tersebut. 


Setelah diskusi dengan istri, dengan mempertimbangkan segala risiko yang mungkin terjadi jika membawa anak balita dan menjalankan tugas mendampingi siswa/mahasiswa, maka diputuskan anak lanang ikut papinya ke Bandung. Maka semua keperluan si kecil (anak lanang) dipersiapkan istri untuk perjalanan ke Bandung.


Kami waktu itu bisa saja menitipkan anak lanang ke eyangnya, toh pasti eyangnya dengan senang hati mau dititipi cucunya. Tetapi langkah tersebut tidak kami tempuh karena kami ingin mandiri dalam menghadapi setiap permasalahan keluarga. Melalui diskusi bersama dan komitment untuk menyelesaikan setiap permasalahan keluarga secara bersama-sama, maka melalui langkah pembagian tugas dalam keluarga, setiap permasalahan yang terjadi di keluarga dapat diselesaikan dengan baik. []


Kamar 718A RS UNS, 01 Juni 2024

TEKNOLOGI AI (ARTIFICIAL INTELLEGENCE) UNTUK MENULIS: PELUANG ATAU ANCAMAN TERHADAP TRADISI LITERASI DI INDONESIA

 


TEKNOLOGI AI (ARTIFICIAL INTELLEGENCE) UNTUK MENULIS:
PELUANG ATAU ANCAMAN TERHADAP TRADISI LITERASI DI INDONESIA

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Beberapa waktu yang lalu, dunia akademik di Indonesia dihebohkan oleh berita tentang  oknum seorang profesor di sebuah kampus di Indonesia yang memiliki karya ilmiah sebanyak 160 lebih judul artikel jurnal selama kurun waktu sekitar 3 bulan di tahun 2024. Data tersebut diketahui berdasarkan profil Google Scholar professor tersebut (Ernis, 2024). Banyak orang kaget dan terbelalak dengan pencapaian sang professor tersebut. Orang-orang heran dan sulit menerima fakta tersebut, yakni bagaimana mungkin ada orang yang mampu menulis satu artikel ilmiah dalam waktu kurang dari sehari.

Di lain pihak, muncul fenomena baru di dunia akademik yang sangat kontras dengan kejadian pada professor tersebut. Fenomena yang sekarang sedang tren adalah bermunculannya pelatihan, training, workshop penulisan artikel jurnal ilmiah maupun buku dalam waktu yang sangat singkat melalui penggunaan aplikasi AI (Artificial Intelligence). Dalam iklannya, dijanjikan peserta akan mampu menulis artikel jurnal ilmiah dalam waktu beberapa jam, atau mampu menulis buku hanya dalam waktu beberapa hari saja (Ross, 2023). Dan yang menjadi narasumber workshop atau pelatihan menulis tersebut juga para akademisi (orang yang memiliki pendidikan tinggi) yang bergelar doktor dan bahkan professor (Bersama, 2023).

Munculnya dua fenomena di dunia akademik yang kontradiktif tersebut sepertinya kurang mendapatkan perhatian serius dari kalangan akademisi. Terbukti semakin banyak kampus-kampus yang menyelenggarakan workshop atau pelatihan penulisan artikel ilmiah berbasis AI. Salah satu keunggulan aplikasi AI yang diinginkan oleh penyelenggara adalah dosen mampu menghasilkan karya ilmiah dalam waktu yang singkat sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas karya ilmiah dosen dan kampus. Di sinilah faktor kecepatan menghasilkan karya ilmiah yang ingin dituju oleh dunia perguruan tinggi dan faktor tersebut ada di aplikasi AI.

Menurut pandangan penulis yang masih tahap belajar ini, ada keanehan dari munculnya dua fenomena tersebut. Di satu sisi para akademisi menghujat atau minimal menyangsikan kecepatan produktivitas oknum professor yang mampu menghasilkan sedikitnya 160 judul makalah ilmiah dalam waktu sekitar tiga bulan. Tetapi di sisi lain, banyak akademisi dan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pelatihan penggunaan teknologi AI untuk mempercepat penulisan artikel ilmiah dalam waktu singkat dan endingnya untuk meningkatkan jumlah produktivitas karya ilmiah dosen-dosen di kampusnya.

Dua kejadian atau fenomena tersebut sangat kontradiktif dalam pandangan penulis karena pada kejadian oknum professor, para akademisi seolah-olah melupakan kemungkinan penggunaan teknologi AI oleh sang professor (dan alternatif kemungkinan lainnya) dan menuduhnya tidak masuk akal dengan produktivitas karya ilmiah yang dihasilkannya. Tetapi pada fenomena kedua, perguruan tinggi dan para akademisi mendewa-dewakan teknologi AI sebagai dewa penolong untuk mendongkrak jumlah produktivitas karya ilmiah yang dihasilkan dosen-dosennya. Apakah ini bukan sebuah keanehan cara berpikir?

Dari dua kejadian atau fenomena di dunia akademi di atas, penulis menyoroti terkait dengan masih rendahnya tradisi dan budaya menulis di kalangan akademisi di Indonesia. Ketika produktivitas hasil karya tulis dosen-dosen di perguruan tinggi masih rendah, ternyata para pemangku kebijakan di beberapa kampus memilih untuk menggunakan teknologi AI untuk membantu mendongkrak jumlah publikasi ilmiah. Bukan sebalinya mendorong dan memotivasi para akademisi untuk meningkatkan motivasi dan semangat menulisnya. Tetapi justru jalan yang dipilih adalah melalui cara instan dengan mengandalkan teknologi AI.

Menurut pandangan penulis, cara yang ditempuh oleh beberapa pimpinan perguruan tinggi dalam mencari solusi bagaimana cara meningkatkan jumlah publikasi dan tingkat produktivitas menulis dosen dengan menggunakan teknologi AI adalah sebuah kemunduran dalam cara berpikir. Mengandalkan kecepatan teknologi AI untuk meningkatkan jumlah publikasi ilmiah tanpa disertai dengan peningkatan semangat dosen menulis secara alami hanya akan menciptakan masalah baru. Masalah lama yaitu masih rendahnya tradisi membaca dan menulis di kalangan akademisi, sekarang akan ditambah dengan masalah menggunakan cara instan untuk meningkatkan jumlah publikasi ilmiah. Penggunaan teknologi AI untuk menulis artikel ilmiah maupun buku riskan terhadap terjadinya tindak plagiarism dan menurunkan kualitas kemampuan menulis. Memang jumlah publikasi ilmiah bisa mengalami kenaikan yang luar biasa dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi AI, tetapi potensi kejadian yang menimpa oknum professor di atas dapat mungkin terulang kembali dan bahkan terjadi secara masif dan terstruktur. Bayangkan jika dosen-dosen dapat menghasilkan satu judul artikel ilmiah yang siap dipublish ke jurnal dalam hitungan beberapa jam saja berkat bantuan teknologi AI, betapa mungkinnya jumlah artikel publikas ilmiah akan meningkat tajam. Tetapi potensi terjadinya kemiripan artikel-artikel ilmiah yang dihasilkan teknologi AI belum mendapat perhatian serius.

Masalah masih rendahnya tingkat literasi bangsa Indonesia bukanlah rahasia lagi. Sudah banyak hasil penelitian maupun berita surat kabar yang menyoroti rendahnya tingkat literasi warga Indonesia. UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa (Devega, 2017).

Berdasarkan uraian alur berpikir tersebut di atas, maka penggunaan teknologi AI untuk membantu kecepatan menulis dengan tujuan akhir untuk mendongkrak jumlah publikasi ilmiah dan meningkatkan tingkat produktivitas para akademisi adalah cara yang kurang tepat dan berpotensi membahayakan upaya menghidupkan tradisi literasi di Indonesia. Usaha yang meningkatkan produktivitas sivitas akademika dalam menghasilkan publikasi karya ilmiah harusnya dengan meningkatkan kualitas SDMnya dulu, bukan mengandalkan kecaggihan teknologi AI. Langkah terpenting yang harusnya dilakukan oleh para pemangku kebijakan (pimpinan institusi pendidikan tinggi) adalah mendorong, memotivasi, memfasilitasi para akademisi untuk terus berkarya dan berkreasi dalam menghasilkan karya-karya publikasi dan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap hasil karya para akademisi. Dengan cara demikian, diharapkan iklim dan kualitas menulis akademisi semakin baik sehingga produktivitasnya meningkat dan pada akhirnya jumlah publikasi yang dihasilkan para akademisi di Indonesia juga dapat meningkat tajam. []

 

Gumpang Baru, 28 Mei 2024

 

 

Daftar Referensi

Bersama, I. (2023, May 10). Workshop Memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) untuk Menulis Artikel Ilmiah Bebas Plagiasi | LEKANTARA -. Retrieved May 27, 2024, from https://ilmubersama.com/2023/05/10/workshop-memanfaatkan-artificial-intelligence-ai-untuk-menulis-artikel-ilmiah-bebas-plagiasi-lekantara/

Devega, E. (2017, October 10). TEKNOLOGI Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos. Retrieved May 27, 2024, from Website Resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI website: http:///content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media

Ernis, D. (2024, April 15). Hasil Turnitin Karya Ilmiah Dekan Unas Kumba: 96-97 Persen Mirip dengan Artikel Lain. Retrieved May 27, 2024, from Tempo website: https://nasional.tempo.co/read/1856866/hasil-turnitin-karya-ilmiah-dekan-unas-kumba-96-97-persen-mirip-dengan-artikel-lain

Ross, C. (2023, March 2). How to Write an Entire Book in 3 Days using A.I. Retrieved May 27, 2024, from Medium website: https://medium.com/@charles-ross/how-to-write-a-book-in-3-days-using-a-i-6621aa2b0120

 

 

 

Sabtu, 18 Mei 2024

KEHIDUPAN MASA TUA

 


KEHIDUPAN MASA TUA

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro



Beberapa hari yang lalu saya punya jadwal ke dokter RS UNS untuk konsultasi tindak lanjut pasca tindakan operasi batu ginjal ke dokter urologi. Dua bulan yang lalu saya menjalani tindakan operasi penghancuran batu ginjal dengan teknik laser. Satu bulan kemudian dokter merekomendasikan saya untuk melakukan tindakan ESWL. Kontrol kemarin itu  untuk mengevaluasi hasil tindakan operasi dan ESWL.

Saat menunggu antrian di ruang tunggu poli urologi, datanglah seorang pasien laki-laki yang sudah tua dalam kondisi terbaring di tempat tidur. Seorang ibu tua mendorong bed berisi laki-laki tua tersebut. Karena di samping saya masih ada kursi kosong, maka saya mempersilakan ibu tersebut untuk duduk di kursi samping saya.  

Setelah ibu tersebut duduk dengan nyaman, saya mulai mengajak beliau ngobrol dengan diawali pertanyaan, "Pangapunten ibu, bapak gerah menopo njih?" Ibu tersebut menjawab bahwa bapak sakit tumor prostat dan sudah operasi. Tumor prostat yang diderita bapak sudah cukup parah hingga berefek ke tulang belakang sehingga menyebabkan bapak tidak bisa jalan lagi. Tujuan datang ke RS UNS adalah untuk mencari surat rujukan lagi untuk melanjutkan pengobatan di RS Moewardi. 

Setelah menjelaskan kondisi sakit suaminya, ibu tersebut kemudian balik bertanya ke saya tentang sakit saya. Saya jelaskan bahwa saya sakit batu ginjal dan sudah menjalani beberapa kali tindakan selama satu tahun ini, yaitu tiga kali operasi dan empat kali ESWL. 

Mendengar penjelasan saya tersebut, ibu tersebut kemudian menimpali bahwa ia juga terkena batu ginjal. Dokter sudah merekomendasikannya untuk operasi. Tapi karena kesibukannya merawat suaminya yang sakit tumor prostat dan lumpuh, ia mengalami kesulitan untuk menentukan jadwal waktu operasi. Beliau sedang mencari waktu yang tepat untuk operasi di sela-sela merawat suaminya yang sakit. Beliau juga bercerita bahwa sebelumnya juga habis operasi pengangkatan rahim karena ada miom. 

Mendengar cerita ibu tersebut, saya langsung terbayang betapa repotnya beliau harus merawat suaminya yang sakit sedangkan dirinya sendiri juga dalam kondisi sakit. Berkaca dari kondisi ibu dan bapak tersebut, saya bersyukur masih bisa menjalani pengobatan penyakit batu ginjal selama satu tahun ini tanpa kerepotan berarti  karena ada istri yang selalu membantu dan mendampingi saya. 

Karena beliau datang ke RS UNS hanya berdua dengan suaminya, maka saya penasaran dengan menanyakan apakah beliau datang diantar anaknya. Beliau menjawab tidak, beliau datang ke RS UNS sendirian mengantar suaminya cari surat rujukan. Anak-anaknya semuanya kerja di pondok pesantren. Anak pertama bekerja di pondok pesantren di Karanganyar, anak kedua bekerja di pondok pesantren di Solo, dan anak ketiga bekerja di pondok pesantren di Kartasura (pondok pesantren yang dimaksud tidak jauh dari rumah saya). 

Beliau cerita semuanya anak-anaknya disekolahkan di pondok pesantren sejak masih SMP terus berlanjut hingga kemudian juga bekerja di pondok pesantren. Beliau sendiri tinggal bersama suaminya di desa Jaten, Makamhaji. Saya membatin, "Oh, berarti rumah ibu ini dekat dengan rumah istri, hanya bersebelahan desa". Ibu tersebut juga bercerita bahwa ia telah sekitar sepuluh tahunan tinggal hanya berdua dengan suaminya karena anak-anaknya semua  tinggal di pondok pesantren. 

Mendengar cerita ibu tua tersebut, ada yang mengganjal dalam pikiran saya, yaitu mengapa anak-anaknya tidak ada yang tinggal di rumah bersama kedua orangtuanya, padahal jarah tempat bekerja anak-anaknya dengan rumah orangtuanya tidak terlalu jauh. Khususnya anak terakhirnya yang bekerja di pondok pesantren dekat rumah saya, kalau ditempuh dari rumah orang tuanya ke pondok pesantren pakai sepeda motor mungkin hanya butuh waktu sekitar  sepuluh menitan. 

Mendengar cerita kehidupan ibu dan bapak tua tersebut, saya tidak ingin menebak-nebak dan negative thinking mengapa mereka sampai menjalani hidup di masa tua seperti itu, tinggal sendiri berdua dalam kondisi sakit tanpa ada anak yang merawatnya. Saya berhusnudhan mungkin beliau berdua memang tidak mau merepotkan anak-anaknya sehingga memilih menjalani hidup berdua saja. Atau mungkin saja anak-anak mereka memang sedang sangat sibuk sehingga belum bisa merawat kedua orang tuanya. Ketika ibu tersebut bercerita tentang menyekolahkan anak-anaknya di pondok pesantren, saya melihat raut muka kebanggaan. 

Dari kisah kehidupan sepasang suami istri yang menjalani kehidupan masa tuanya sendirian tanpa ada anak-anak yang mendampingi dan merawatnya karena semua anak-anak tinggal dan bekerja di pondok pesantren tersebut, saya berusaha mengambil hikmah dan ibrah positif untuk kebaikan kehidupan kami nanti di masa tua. Kami tidak ingin mengalami kejadian seperti yang menimpa pasangan suami istri tersebut. 

Oleh karena itu, kami sejak awal menikah dan memiliki anak sudah  memikirkan bagaimana caranya merancang sistem pendidikan keluarga bagi anak-anak kami agar ketika besar nanti mereka selalu merindukan keluarganya. Untuk mewujudkan rencana tersebut, maka kami berusaha mengisi memori anak-anak dengan  banyak momen kebersamaan yang menyenangkan dan membahagiakan agar kelak mereka selalu ingat dan rindu suasana bahagia tersebut. Kami ingin anak-anak kami menyadari bahwa cinta sejati nan tulus dan sumber kebahagian ada di rumahnya, yakni di keluarga bersama orang tuanya. Jadi jika kelak mereka merindukan momen-momen bahagia di masa kecil, mereka akan pulang dan datang ke orang tuanya. Mereka pulang ke rumah orang tuanya bukan karena kewajiban tetapi karena rasa rindu yang membuncah di hati ingin bertemu orang tuanya. Itulah harapan sederhana kami selaku orang tua yang saat ini sedang belajar mendidik anak-anak yang masih kecil. Semoga Allah SWT meridai niat baik dan harapan kami. Amin. []


Gumpang Baru, 7 Mei 2024

MENJADI ORANG TUA YANG TIDAK EGOIS

 


MENJADI ORANG TUA YANG TIDAK EGOIS

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro



Beberapa waktu yang lalu, saya menjalani operasi batu ginjal yang keempat selama kurun waktu satu tahun ini. Sejak terkena penyakit batu ginjal setahun yang lalu, saya sudah menjalani empat kali tindakan operasi dan empat kali tindakan ESWL.

Jika ditotal keseluruhan, maka tindakan dokter yang dilakukan ke saya di ruang IBS (Instalasi Bedah Sentral) RS UNS selama satu tahun ini sebanyak delapan kali. Ada dua orang dokter spesialis urologi yang menangani penyakit saya. Alhamdulillah  tindakan-tindakan dokter tersebut menunjukkan progres yang baik. 

Ketika rawat inap, saya tinggal di kamar rawat inap kelas 1 dimana satu ruang berisi dua tempat tidur atau dua pasien. Ketika menjelang dhuhur saya masuk kamar rawat inap, saya masih pasien sendirian. Barulah ketika waktu Ashar datanglah pasien lain yang memasuki kamar rawat inap. 

Pasien tetangga kamar rawat inap saya tersebut adalah seorang laki-laki tua yang diantar seorang wanita tua dan seorang wanita muda. Wanita tua tersebut adalah istri pasien, sedangkan wanita muda adalah orang dekat pasien tapi bukan anak ataupun tidak ada hubungan persaudaraan. 

Bakda Sholat Maghrib, saya dan istri secara tidak sengaja mendengar obrolan percakapan suami istri tersebut. Saya tidak menyengaja berniat menguping atau mencuri dengar pembicaraan mereka berdua. Tetapi karena mereka berbicara cukup keras sehingga kami jadi ikut mendengar bahan pembicaraan mereka dengan jelas. 

Dalam obrolannya, pasangan suami istri lansia tersebut mengeluh mengapa sejak pagi hingga malam tidak ada satupun anak-anak mereka yang menengok ke rumah sakit, padahal ibunya sudah memberitahu bahwa ayahnya ngedrop dan harus dirawat di RS. Karena begitu kecewanya mereka atas sikap anak-anaknya, sang ibu berkata kepada suaminya agar bersabar, mungkin ini adalah ujian dari Allah SWT diberikan anak-anak yang kurang peduli kepada orang tuanya. 

Dari obrolan mereka tersebut, saya bisa merasakan betapa mereka sangat mengharapkan kehadiran anak-anaknya. Tetapi karena tidak ada satupun dari anak-anaknya yang datang menjenguk ke RS, mereka menjadi sangat kecewa dan bersedih hati. Mereka lantas membandingkan dengan orang lain yang bukan keluarga tetapi mau mengantar dan membantu mereka selama di RS. Mereka bingung mengapa anak-anaknya tidak ada yang datang ke RS walaupun sudah dikabari kondisi ayahnya. 

Mendengar keluh kesah dan kesedihan kedua orang tua tersebut, saya jadi ikut sedih dan kasihan kepada mereka. Di usia yang sudah tua tersebut harusnya mereka mendapatkan perhatian dari anak-anak mereka. Ketika tubuh dan otot-otot mereka sudah lemah, harusnya mereka mendapat bantuan dari tenaga anak-anaknya. Ketika mereka mulai sakit-sakitan karena faktor usia, seharusnya mereka mendapatkan pengobatan dan perawatan dari anak-anaknya. Tetapi sangat sayangkan, mereka tidak memperoleh harapan-harapan tersebut. Mereka sangat sedih dengan kondisi tersebut, mengapa mereka harus mengalaminya. 

Mendengarkan keluh kesah kedua orang tua tersebut, saya jadi kepikiran mengapa anak-anaknya tidak ada yang segera datang ke RS ketika dikabari ayahnya ngedrop dan harus dirawat di RS. Saya jadi penasaran faktor apa yang membuat anak-anak mereka terkesan kurang peduli dengan kondisi ayahnya yang sakit. Pikiran saya belum mengarah ke kesimpulan bahwa anak-anak mereka tidak peduli pada orang tuanya. Saya hanya masih penasaran mengapa anak-anak mereka tidak segera menyusul ke RS. 

Tetapi beberapa waktu kemudian, terdengar pertengkaran antar suami istri tersebut. Si ibu marah-marah ke suaminya karena selalu menyuruhnya melakukan apa saja. Si ibu marah karena suaminya seakan-akan tidak senang melihatnya istirahat sebentar. Si suami ternyata kalau sudah punya keinginan atau kemauan harus segera diwujudkan. Jadi sang suami memiliki sifat suka memerintah dan merepotkan keluarganya. 

Dari pertengkaran suami istri tersebut, saya jadi berpikiran tentang mengapa anak-anak mereka terkesan kurang peduli terhadap kondisi ayahnya. Saya menduga anak-anak mereka malas bertemu dengan ayahnya karena jika bertemu pasti akan disuruh-suruh atau direpotkan terus. Saya menduga anak-anak mereka tidak segera menyusul ke RS karena kemungkinan anak-anaknya malas untuk bertemu ayahnya. 

Dugaan saya tersebut  ternyata benar. Besoknya ketika anak-anak mereka datang menjenguk ayahnya, sang ayah langsung memerintahkan anak-anaknya melakukan sesuatu dan harus segera dilakukan. Ketika sang ayah meminta sesuatu, ibu dan anak kompak berkata "Iya" agar sang ayah tidak terus berbicara dan mengulang-ulang terus permintaannya. 

Dari kejadian yang dialami kedua orang tua tersebut, saya mengambil hikmah bahwa orang tua jangan bersifat egois dengan seenaknya memerintah dan menyuruh-nyuruh anak-anaknya. Orang tua jangan memaksakan kehendak kepada anak-anaknya. Berikan kebebasan kepada anak-anak untuk memilih jalan kehidupannya. Tugas orang tua hanyalah membekali anak-anak dengan kemampuan untuk menjalani hidup dengan baik. Penanaman nilai-nilai akhlak yang baik perlu dilakukan sejak anak-anak masih kecil melalui pemberian ketauladanan dan contoh nyata dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari. 

Tidak kalah penting dalam pergaulan di keluarga adalah mengisi memori anak-anak dengan aktivitas-aktivitas kebersamaan dengan orang tuanya yang menyenangkan dan membahagiakan. Dengan begitu, diharapkan kelak ketika anak-anak sudah dewasa, mereka akan selalu ingat memori-memori kebersamaan tersebut dan merindukan masa-masa membahagiakan tersebut.[]


Gumpang Baru, 16 Mei 2024

Postingan Populer