TEKNOLOGI
AI (ARTIFICIAL INTELLEGENCE) UNTUK
MENULIS:
PELUANG
ATAU ANCAMAN TERHADAP TRADISI LITERASI DI INDONESIA
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Beberapa waktu yang
lalu, dunia akademik di Indonesia dihebohkan oleh berita tentang oknum seorang profesor di sebuah kampus di
Indonesia yang memiliki karya ilmiah sebanyak 160 lebih judul artikel jurnal selama
kurun waktu sekitar 3 bulan di tahun 2024. Data tersebut diketahui berdasarkan
profil Google Scholar professor tersebut (Ernis, 2024). Banyak orang
kaget dan terbelalak dengan pencapaian sang professor tersebut. Orang-orang
heran dan sulit menerima fakta tersebut, yakni bagaimana mungkin ada orang yang
mampu menulis satu artikel ilmiah dalam waktu kurang dari sehari.
Di lain pihak, muncul
fenomena baru di dunia akademik yang sangat kontras dengan kejadian pada professor
tersebut. Fenomena yang sekarang sedang tren adalah bermunculannya pelatihan,
training, workshop penulisan artikel jurnal ilmiah maupun buku dalam waktu yang
sangat singkat melalui penggunaan aplikasi AI (Artificial Intelligence). Dalam iklannya, dijanjikan peserta akan
mampu menulis artikel jurnal ilmiah dalam waktu beberapa jam, atau mampu
menulis buku hanya dalam waktu beberapa hari saja (Ross, 2023). Dan yang
menjadi narasumber workshop atau pelatihan menulis tersebut juga para akademisi
(orang yang memiliki pendidikan tinggi) yang bergelar doktor dan bahkan
professor (Bersama, 2023).
Munculnya dua fenomena
di dunia akademik yang kontradiktif tersebut sepertinya kurang mendapatkan
perhatian serius dari kalangan akademisi. Terbukti semakin banyak kampus-kampus
yang menyelenggarakan workshop atau pelatihan penulisan artikel ilmiah berbasis
AI. Salah satu keunggulan aplikasi AI yang diinginkan oleh penyelenggara adalah
dosen mampu menghasilkan karya ilmiah dalam waktu yang singkat sehingga
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas karya ilmiah dosen dan kampus. Di
sinilah faktor kecepatan menghasilkan karya ilmiah yang ingin dituju oleh dunia
perguruan tinggi dan faktor tersebut ada di aplikasi AI.
Menurut pandangan
penulis yang masih tahap belajar ini, ada keanehan dari munculnya dua fenomena
tersebut. Di satu sisi para akademisi menghujat atau minimal menyangsikan
kecepatan produktivitas oknum professor yang mampu menghasilkan sedikitnya 160
judul makalah ilmiah dalam waktu sekitar tiga bulan. Tetapi di sisi lain,
banyak akademisi dan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pelatihan
penggunaan teknologi AI untuk mempercepat penulisan artikel ilmiah dalam waktu
singkat dan endingnya untuk meningkatkan jumlah produktivitas karya ilmiah
dosen-dosen di kampusnya.
Dua kejadian atau
fenomena tersebut sangat kontradiktif dalam pandangan penulis karena pada
kejadian oknum professor, para akademisi seolah-olah melupakan kemungkinan
penggunaan teknologi AI oleh sang professor (dan alternatif kemungkinan
lainnya) dan menuduhnya tidak masuk akal dengan produktivitas karya ilmiah yang
dihasilkannya. Tetapi pada fenomena kedua, perguruan tinggi dan para akademisi
mendewa-dewakan teknologi AI sebagai dewa penolong untuk mendongkrak jumlah
produktivitas karya ilmiah yang dihasilkan dosen-dosennya. Apakah ini bukan
sebuah keanehan cara berpikir?
Dari dua kejadian atau
fenomena di dunia akademi di atas, penulis menyoroti terkait dengan masih
rendahnya tradisi dan budaya menulis di kalangan akademisi di Indonesia. Ketika
produktivitas hasil karya tulis dosen-dosen di perguruan tinggi masih rendah,
ternyata para pemangku kebijakan di beberapa kampus memilih untuk menggunakan
teknologi AI untuk membantu mendongkrak jumlah publikasi ilmiah. Bukan
sebalinya mendorong dan memotivasi para akademisi untuk meningkatkan motivasi
dan semangat menulisnya. Tetapi justru jalan yang dipilih adalah melalui cara
instan dengan mengandalkan teknologi AI.
Menurut pandangan
penulis, cara yang ditempuh oleh beberapa pimpinan perguruan tinggi dalam
mencari solusi bagaimana cara meningkatkan jumlah publikasi dan tingkat
produktivitas menulis dosen dengan menggunakan teknologi AI adalah sebuah
kemunduran dalam cara berpikir. Mengandalkan kecepatan teknologi AI untuk
meningkatkan jumlah publikasi ilmiah tanpa disertai dengan peningkatan semangat
dosen menulis secara alami hanya akan menciptakan masalah baru. Masalah lama
yaitu masih rendahnya tradisi membaca dan menulis di kalangan akademisi,
sekarang akan ditambah dengan masalah menggunakan cara instan untuk
meningkatkan jumlah publikasi ilmiah. Penggunaan teknologi AI untuk menulis
artikel ilmiah maupun buku riskan terhadap terjadinya tindak plagiarism dan
menurunkan kualitas kemampuan menulis. Memang jumlah publikasi ilmiah bisa
mengalami kenaikan yang luar biasa dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi
AI, tetapi potensi kejadian yang menimpa oknum professor di atas dapat mungkin
terulang kembali dan bahkan terjadi secara masif dan terstruktur. Bayangkan
jika dosen-dosen dapat menghasilkan satu judul artikel ilmiah yang siap dipublish
ke jurnal dalam hitungan beberapa jam saja berkat bantuan teknologi AI, betapa mungkinnya
jumlah artikel publikas ilmiah akan meningkat tajam. Tetapi potensi terjadinya
kemiripan artikel-artikel ilmiah yang dihasilkan teknologi AI belum mendapat
perhatian serius.
Masalah masih rendahnya
tingkat literasi bangsa Indonesia bukanlah rahasia lagi. Sudah banyak hasil
penelitian maupun berita surat kabar yang menyoroti rendahnya tingkat literasi
warga Indonesia. UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal
literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat
baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari
1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Riset berbeda
bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh
Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan
menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di
bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian
infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas
negara-negara Eropa (Devega, 2017).
Berdasarkan uraian alur
berpikir tersebut di atas, maka penggunaan teknologi AI untuk membantu
kecepatan menulis dengan tujuan akhir untuk mendongkrak jumlah publikasi ilmiah
dan meningkatkan tingkat produktivitas para akademisi adalah cara yang kurang
tepat dan berpotensi membahayakan upaya menghidupkan tradisi literasi di
Indonesia. Usaha yang meningkatkan produktivitas sivitas akademika dalam
menghasilkan publikasi karya ilmiah harusnya dengan meningkatkan kualitas
SDMnya dulu, bukan mengandalkan kecaggihan teknologi AI. Langkah terpenting yang
harusnya dilakukan oleh para pemangku kebijakan (pimpinan institusi pendidikan
tinggi) adalah mendorong, memotivasi, memfasilitasi para akademisi untuk terus
berkarya dan berkreasi dalam menghasilkan karya-karya publikasi dan memberikan
penghargaan yang tinggi terhadap hasil karya para akademisi. Dengan cara
demikian, diharapkan iklim dan kualitas menulis akademisi semakin baik sehingga
produktivitasnya meningkat dan pada akhirnya jumlah publikasi yang dihasilkan
para akademisi di Indonesia juga dapat meningkat tajam. []
Gumpang Baru, 28 Mei 2024
Daftar
Referensi
Bersama,
I. (2023, May 10). Workshop Memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) untuk
Menulis Artikel Ilmiah Bebas Plagiasi | LEKANTARA -. Retrieved May 27, 2024,
from
https://ilmubersama.com/2023/05/10/workshop-memanfaatkan-artificial-intelligence-ai-untuk-menulis-artikel-ilmiah-bebas-plagiasi-lekantara/
Devega,
E. (2017, October 10). TEKNOLOGI Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet
di Medsos. Retrieved May 27, 2024, from Website Resmi Kementerian Komunikasi
dan Informatika RI website: http:///content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media
Ernis,
D. (2024, April 15). Hasil Turnitin Karya Ilmiah Dekan Unas Kumba: 96-97 Persen
Mirip dengan Artikel Lain. Retrieved May 27, 2024, from Tempo website:
https://nasional.tempo.co/read/1856866/hasil-turnitin-karya-ilmiah-dekan-unas-kumba-96-97-persen-mirip-dengan-artikel-lain
Ross,
C. (2023, March 2). How to Write an Entire Book in 3 Days using A.I. Retrieved
May 27, 2024, from Medium website: https://medium.com/@charles-ross/how-to-write-a-book-in-3-days-using-a-i-6621aa2b0120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar