Powered By Blogger

Minggu, 03 Desember 2023

URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER KINERJA DAN KARAKTER MORAL

 

Sumber Gambar: https://shr.rcdsb.on.ca/en/ourschool/character-education.asp

URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER KINERJA DAN KARAKTER MORAL

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Menurut Thomas Lickona, (2012), “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling and moral behavior.” Karakter yang mulia menurutnya bermula dengan pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan dan akhirnya benar-benar melaksanakan kebaikan. Menurut Kilpatrick dalam (Hudi, 2017), pembentukan karakter bangsa dapat dilakukan melalui proses pengetahuan (knowing) kepada tindakan kebiasaan (habits). Hal ini bermakna, pengetahuan yang diperoleh diaplikasikan dalam bentuk tindakan melalui latihan dan pendidikan yang berterusan untuk membedakan mana-mana pengaruh yang baik dan keburukan. Untuk tujuan ini, seorang pelajar (siswa, mahasiswa) hendaklah dididik secara sadar akan pengetahuan moral (moral knowing), menghargai nilai-nilai yang baik (moral feeling) dan melakukan kebiasaan moral yang baik (moral habits).

Lickona (2012) mengatakan ada 7 (tujuh) alasan utama yang menjadi dasar mengapa Pendidikan Karakter wajib untuk diberikan kepada seluruh peserta didik sejak dari tahap dini, yaitu: 1). Ini cara terbaik untuk menjamin peserta didik bisa memiliki kepribadian yang baik dalam hidupnya, 2). Ini cara yang paling efektif dalam meningkatkan prestasi akademik peserta didik, 3). Sebagian peserta didik belum bisa membentuk karakter yang baik bagi dirinya di tempat lain, 4). Sebagai sarana untuk membentuk peserta didik agar menjadi insan yang dapat menghormati orang lain dan hidup dalam kemajemukan. 5). Sebagai upaya untuk mengatasi akar masalah moral-sosial seperti ketidakjujuran, ketidaksopanan, kekerasan, etos kerja yang rendah, dll., 6). Ini cara terbaik untuk membentuk perilaku peserta didik sebelum mereka memasuki lingkungan kerja, 7). Sebagai sarana untuk mengajarkan nilai-nilai budaya yang menjadi bagian dari sebuah peradaban.

Pendidikan karakter sangat penting diajarkan ke mahasiswa. Walaupun umumnya orang berpandangan bahwa mahasiswa sudah dewasa sehingga mereka pastinya sudah memahami pendidikan karakter, tetapi faktanya masih dijumpai adanya mahasiswa yang kurang memiliki karakter baik. Penulis masih menjumpai di lapangan bagaimana beberapa mahasiswa kurang peduli terhadap lingkungannya dan kurang memiliki empati terhadap orang lain. Mereka cenderung bersikap individualistik dimana mereka hanya fokus pada kepentingan dirinya sendiri dan kurang mempedulikan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa belum semua mahasiswa memiliki karakter yang baik. Karakter baik seperti rasa empati, kepedulian sosial, kemandirian, dan sikap religius harus tetap diajarkan dan dilatihkan kepada mahasiswa dalam pembelajaran di ruang-ruang kelas agar karakter-karakter yang baik tersebut menjadi habit (kebiasaan) mereka.

Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab semua komponen pendidikan, khususnya pendidik (guru, dosen). Di tingkat pendidikan tinggi, dosen memiliki kewajiban selain mengajarkan materi perkuliahan juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengajarkan pendidikan karakter kepada para mahasiswa. Untuk mengajarkan materi pendidikan karakter tidak perlu terpisah dalam mata kuliah khusus pendidikan karakter, tetapi dapat diajarkan secara terpadu dalam penyampaian materi perkuliahan. Dosen dapat mengintegrasikan materi perkuliahannya dengan materi pendidikan karakter sehingga penyampaian materi perkuliahan secara terpadu juga menyampaikan materi pendidikan karakter.

Ketika mengajar mata kuliah, penulis berusaha memasukkan nilai-nilai karakter yang baik pada penyampaian materi perkuliahan. Di mulai dari awal perkuliahan, penulis mengawali dengan mengajak mahasiswa untuk berdoa terlebih dahulu sebelum memulai proses pembelajaran. Pada pertemuan pertama, penulis selaku dosen yang memimpin doa bersama (doa dalam hati masing-masing sesuai agama dan keyakinannya karena mahasiswa bisa beragam agamanya). Tetapi pada pertemuan kedua dan seterusnya, penulis meminta salah satu perwakilan mahasiswa untuk memimpin doa bersama. Mungkin apa yang penulis lakukan tersebut dinilai tidak terlalu penting. Mungkin ada yang berpendapat, buat apa mengajak mahasiswa berdoa bersama karena pastinya mereka sudah berdoa sendiri-sendiri tanpa dipimpin.

Menurut penulis, kegiatan berdoa bersama setiap kali memulai perkuliahan adalah kegiatan yang tidak sia-sia. Dalam kegiatan doa bersama tersebut, penulis ingin mengajak dan mengingatkan agar para mahasiswa kembali mengingat Tuhan (walau sesaat) setelah sekian waktu beraktivitas memikirkan duniawi dan juga memohon kepada Tuhan agar ilmu yang akan mereka pelajari nantinya membawa kebaikan dan kemanfaatan bagi kehdupan mereka terkhusus kesuksesan karier mereka nanti. Kegiatan doa bersama di setiap awal perkuliahan penulis desain untuk membangkitkan jiwa spiritualisme mahasiswa agar walau sesaat hati dan jiwa mereka tersirami oleh nilai-nilai kesucian yang bersifat transenden. 

Kegiatan mengawali perkuliahan dengan doa bersama sudah beberapa tahun penulis lakukan ketika mengajar dan penulis merasakan (subjektivitas penulis) bahwa setelah adanya kegiatan doa bersama, penulis merasakan suasana kelas yang lebih religius dan damai dibandingkan suasana kelas sebelum penulis mengadakan kegiatan doa bersama. Penulis mengamati terkadang masih ada satu dua mahasiswa yang terkesan meremehkan kegiata doa bersama yang terlihat dari ketika berdoa mereka tidak serius (khusuk). Melihat kondisi tersebut, ketika di dalam proses pembelajaran, penulis menyisipkan nasihat tentang pentingnya berdoa secara khusuk kepada Tuhan karena manusia adalah makhluk yang sangat lemah. Manusia membutuhkan bantuan Tuhan dalam menjalani kehidupan agar ditunjukkan jalan kebaikan dan dimudahkan dalam segala urusan. Melalui pemberian nasihat-nasihat seperti itu, mahasiswa menjadi lebih sadar tentang pentingnya berdoa secara serius dan khusyuk.

Setelah di awal perkuliahan memasukkan aktivitas berdoa bersama, di dalam proses penyampaian materi kuliah penulis juga menyisipkan materi pendidikan karakter, misalnya penyisipan motivasi berprestasi, manajemen diri, dan semangat berusaha (memperjuangkan cita-cita) melalui pembacaan biografi tokoh-tokoh ilmuwan dunia. Sebagai contoh, ketika menyampaikan materi kuliah kimia koordinasi, penulis mengawali dengan menyampaikan sejarah perkembangan kimia koordinasi. Nah, saat membahas materi sejarah perkembangan kimia koordinasi topik Teori Koordinasi Werner, penulis menyisipkan pembahasan tentang biografi Alfred Werner, ilmuwan kimia peraih hadiah nobel bidang kimia koordinasi tahun 1913. Melalui pembahasan biografi Alfred Werner tersebut, mahasiswa mengetahui bagaimana Alfred Werner bekerja keras meneliti senyawa-senyawa koordinasi selama kurang lebih 20 tahun sehingga akhirnya menjadi pakar kimia koordinasi dengan merumuskan teori koordinasi dan dunia menghargainya dengan memberikan penghargaan hadiah nobel pada tahun 1913.

Dari mempelajari biografi Alfred Werner tersebut, mahasiswa dapat belajar tentang pentingnya belajar secara tekun, fokus, menemukan bakat minat sejak dini, tidak mudah menyerah, dan akhirnya meraih kesuksesan. Mahasiswa dapat menyadari dari kisah-kisah kesuksesan para tokoh dunia bahwa kesuksesan harus diperjuangkan, kesuksesan tidak ada yang instan tetapi melalui usaha dan perjuangan tanpa mengenal lelah. Dari metode pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam proses pembelajaran inilah mahasiswa belajar tentang Performance Character, sedangkan melalui kegiatan doa bersama dan menghayatinya serta mengimplementasikan dalam perilaku kehidupan sehari-hari, mahasiswa belajar tentang Moral Character. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Thomas Lickona (2012) bahwa karakter dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu Karakter Moral (Moral Character) dan Karakter Kinerja (Performance Character). 

Lebih lanjut, Djohan Yoga (2022) menjelaskan tentang perbedaan antara Karakter Moral dan Karakter Kinerja. Karakter Moral (Moral Character) merupakan karakter yang berguna untuk menjalin hubungan dengan orang lain seperti : jujur, rasa hormat, menerima perbedaan, dll. Karakter Moral dapat mendorong seseorang untuk berperilaku yang positif dan menjadi warganegara yang bertanggungjawab. Dengan Karakter Moral, sesorang akan dapat menghargai pendapat orang lain serta tidak melanggar nilai moral dalam meraih prestasi. Adapun Karakter Kinerja (Performance Character) merupakan karakter yang berguna untuk meraih prestasi seperti: kerja keras, disiplin, pantang menyerah, kreatif, dll. Karakter Kinerja mendorong seseorang untuk mengeluarkan semua potensi yang dimilikinya untuk menguasai sesuatu (ilmu, ketrampilan). Dengan Karakter Kinerja seseorang akan dapat memaksimalkan prestasi sebab bisa melahirkan kekuatan dan strategi yang menantang diri sendiri untuk meraih yang terbaik dengan talenta yang dimilikinya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa pelu dibekali dengan Karakter Moral dan Karakter Kinerja. Mengapa mahasiswa perlu dibekali dengan pendidikan karakter moral dan karakter kinerja sekaligus? Menanggapi pertanyaan ini, penulis mengutip penjelasan Djohan Yoga (2022) dalam Workbook Training of Trainer Character Education Practitioner yang memberikan penjelasan secara sangat memuaskan terkait pentingnya Karakter Kinerja dan Karakter Moral sebagai berikut.

1. Seseorang bisa memiliki Karakter Kinerja saja tanpa Karakter Moral dan sebaliknya bisa hanya memiliki Karakter Moral tapi tidak untuk Karakter Kinerja. Kita banyak mendengar bahwa ada banyak peraih prestasi yang mencapaikan dengan berlatih keras, disiplin, pantang menyerah dan aspek lainnya yang terkait dengan Karakter Kinerja. Namun mereka kurang dalam aspek kejujuran, kebaikan, dan aspek lainnya yang terkait dengan Karakter Moral. Sebaliknya ada orang yang kuat dalam Kebajikan Moral tapi kurang dalam Kebajikan Kinerja seperti kerja keras, kegigigihan dan berinisiatif.

2. Seseorang yang berkarakter harus memiliki baik Karakter Kinerja maupun Karakter Moral. Keduanya mendatangkan kewajiban. Karakter Kinerja seperti juga Karakter Moral memiliki dimensi etika. Kita semua memiliki tanggungjawab untuk mengembangkan talenta, merealisasikan potensi untuk keunggulan dan memberikan usaha terbaik dalam melaksanakan tugas-tugas kita. Kita memiliki kewajiban dengan 2 alasan : a). Rasa hormat kepada diri-sendiri dengan cara tidak mengabaikan talenta kita tapi menggunakan mereka untuk berkembang sebagai pribadi yang terbaik. b. Peduli dengan kebutuhan orang lain dengan cara mengerjakan seluruh tugas dengan sebaik-baiknya sebab kualitas kerja kita akan berpengaruh pada kehidupan orang lain. Dalam cara yang sama, kita semua juga memiliki tanggungjawab untuk menjadi yang pribadi yang terbaik secara etika sebab hal ini juga akan berpengaruh pada kehidupan yang ada di sekitar kita

3. Perlu diingat bahwa dalam kebajikan moral (moral virtues) yang pada hakikatnya baik, kebajikan kinerja (performance virtues) dapat juga digunakan untuk sesuatu yang buruk. Para teroris mungkin telah menggunakan kebajikan kinerjanya seperti kecerdikan dan tanggungjawab dalam melakukan pengeboman kepada orang yang tidak berdosa. Sebaliknya, kebajikan moral seperti keadilan, kejujuran dan kepedulian yang pada hakekatnya baik tidak dapat dipaksa untuk melakukan tugas-tugas yang jahat.

4. Karakter Kinerja dan Karakter Moral saling mendukung satu dengan yang lain secara terpadu dan saling terkait. Keterpaduan Karakter Kinerja dan Karakter Moral bisa ditunjukkan dalam 2 cara: a). Orang yang kuat dalam Karakter Kinerja bisa membantu mereka dalam mencapai tujuan moralnya. b. Karakter Moral bisa memberikan energi yang bisa memotivasi mereka untuk menggerakkan kinerja yang tinggi dan memastikan bahwa mereka melakukannya secara beretika.

5. Pendidikan Karakter memiliki tiga dimensi psikologis yaitu: kognitif (the head), emosi (the heart) dan perilaku (the hand). Hal yang sama juga berlaku untuk Karakter Kinerja dan Karakter Moral yang bisa dipandang memiliki tiga komponen psikologis juga yaitu: kesadaran (awareness), sikap (attitude) dan aksi (action) yang dikenal dengan istilah 3A’s of Performance Character and Moral Character. []

 

Referensi

Hudi, I. (2017). Pengaruh Pengetahuan Moral Terhadap Perilaku Moral pada Siswa SMP Negeri Kota Pekanbaru Berdasarkan Pendidikan Orang Tua. Jurnal Moral Kemasyarakatan, 2(1), 30–44.

Lickona, T. (2012). Mendidik untuk membentuk karakter: Bagaimana sekolah dapat memberikan pendidikan tentang sikap hormat dan bertanggungjawab. Bumi Aksara.

Yoga, D. (2022). Workbook Training of Trainer Character Education Practitioner. Indomindmap.

 

Gumpang Baru, 04 Desember 2023

_________________________________

*Agung Nugroho Catur Saputro adalah Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Peraih juara 1 Nasional lomba penulisan buku pelajaran Kimia SMA/MA di Kementerian Agama RI. Penulis Buku Nonfiksi tersertifikasi BNSP yang telah menerbitkan 100+ judul buku dan memiliki 38 sertifikat hak cipta dari Kemenkumham RI. Beliau dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp: 081329023054, email: anc_saputro@yahoo.co.id, dan website: https://sharing-literasi.blogspot.com.

 

Tidak ada komentar:

Postingan Populer