Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro
Beberapa waktu yang
lalu saya membaca sebuah postingan dari mentor menulisku yaitu Dr. Ngainun Naim
tentang keberadaan rak buku. Sayapun segera ikut memberikan komentar tentang
rak buku yang saya miliki dengan tidak lupa mengunggah foto rak buku saya yang
terletak di ruang tamu. Bagi saya pribadi, keberadaan rak buku memang memiliki
kesan tersendiri. Dulu setiap berkunjung ke rumah orang, jika di situ ada rak
dengan deretan buku yang tertata rapi, saya selalu senang dan kagum pada
pemiliknya. Entah mengapa saya selalu senang jika melihat rak-rak buku dengan
banyak buku yang berada di dalamnya. Saya selalu merasa kagum dengan orang yang
memiliki koleksi banyak buku. Ada semacam keinginan terpendam, suatu saat nanti
saya juga ingin bisa memiliki rak-rak buku yang terisi banyak koleksi buku.
Ketika masa kecil, di
rumah memang ada rak buku tapi tidak terlalu banyak buku-bukunya, itupun
buku-buku milik bapak. Tapi buku-buku itulah yang telah membuatku memiliki
minat baca yang tinggi. Selain buku-buku koleksi bapak tersebut, bapak juga
berlangganan majalah bulanan. Oleh karena itu, setiap bulan saya mendapatkan
bahan bacaan baru.
Ketika kuliah S1,
karena sudah memiliki uang sendiri dari uang saku dan gaji dari bekerja, saya
mulai mengoleksi buku-buku yang saya beli setiap bulannya di toko buku. Setiap
bulan saya menyisihkan sebagian uang untuk membeli buku. Pernah kejadian,
setelah ujian skripsi banyak buku-buku referensi skripsi yang saya kumpulkan
satu demi satu dipinjam teman-teman seangkatan tetapi akhirnya tidak ada
satupun yang kembali. Semua buku koleksi saya itu hilang entah kemana karena
dipinjam-pinjamkan ke adik kelas. Saya waktu itu cukup sedih kehilangan
buku-buku berharga tersebut. Akhirnya saya mengikhlaskan buku-buku tersebut dan
kembali berburu buku-buku lagi di toko buku maupun lapak-lapak penjualan buku
bekas.
Sedikit demi sedikit
koleksi buku-buku saya terus bertambah. Saya mulai membeli rak buku yang
sederhana untuk menaruh buku-buku saya di kamar. Saya terus menambah koleksi
buku-buku dengan cara membeli di toko buku. Saya rutin main ke toko buku untuk
sekadar membaca dan membeli buku-buku yang menarik menurutku. Saya mulai
mempunyai pemikiran untuk membuat perpustakaan pribadi di rumah. Saya sangat
mencintai buku-buku saya tersebut. Buku-buku tersebut saya sampuli agar tidak
mudah rusak. Bagi saya, buku merupakan harta yang sangat berharga karena buku
adalah sumber ilmu pengetahuan.
Menurut pendapat saya,
nilai sebuah buku tidaklah dinilai dari penampilan dan wujud fisik buku, tetapi
dari kandungan isi (ilmu)nya. Saya menghormati dan menghargai setiap ilmu
pengetahuan yang terkandung dalam sebuah buku. Oleh karena itu, walau wujud
fisiknya sudah lusuh dan banyak coret-coretan maupun bekas sobekan di beberapa
bagian, jika saya merasa isinya bermanfaat maka tetap saya rawat buku tersebut.
Terkadang saya berburu buku-buku bekas dan tua karena saya merasa buku-buku
zaman dulu banyak yang berkualitas. Buku-buku zaman dulu isinya lebih lengkap
dan mendalam pembahasannya.
Pernah ketika masih
kuliah S1, di sebuah stand pameran buku saya menemukan sebuah buku yang tahun
terbitnya sebelum saya lahir, isinya sangat menarik. Maka tanpa pertimbangan
lama, sayapun segera membeli buku tersebut, apalagi harganya cukup murah karena
sudah cukup tua usia buku tersebut. Sampai sekarang buku tersebut masih saya
simpan dan menjadi salah satu referensi saya dalam menyusun materi kuliah di
mata kuliah yang saya ampu.
Setelah saya menikah
dan memiliki rumah sendiri, hobi berburu buku-buku semakin menjadi dan
menggila. Saya jarang membeli barang-barang kebutuhan non-primer terkait
kebutuhan pribadi saya. Tetapi khusus untuk buku, saya menyediakan anggaran
khusus untuk menambah koleksi buku-buku di perpustakaan pribadi.
Hobi berburu dan
mengoleksi buku-buku berdampak pula pada minat saya untuk menulis buku. Setiap
membaca sebuah buku, saya selalu kagum dengan penulisnya. Saya heran, bagaimana
cara sang penulis mampu menuliskan ide, pemikiran dan gagasannya ke dalam
bentuk tulisan yang berjumlah puluhan sampai ratusan halaman dan bahkan ribuan
halaman. Dari rasa penasaran tersebut mendorong saya untuk terus belajar
bagaimana agar bisa menulis buku.
Perjalanan panjang untuk
mampu menulis buku telah saya jalani. Suka duka untuk menjadi penulis buku
telah saya alami. Berbagai pelatihan menulis telah pernah saya ikuti. Akhirnya,
melalui perjuangan panjang yang tanpa mengenal lelah dan putus asa, sekarang
saya telah mampu menulis puluhan buku. Saya bahkan pernah meraih juara 1
tingkat nasional pada lomba penulisan buku pelajaran yang diselenggarakan oleh
Departemen Agama RI (sekarang Kementerian Agama RI).
Kala itu, saya
merasakan kebanggan dan kebahagiaan yang amat sangat. Saya tidak pernah
menyangka bisa mengalami pengalaman berharga tersebut. Sejak kecil saya tidak
pernah membayangkan kalau suatu saat akan diundang menteri untuk menghadiri
acara besar di kantor kementerian. Waktu itu, ada kebanggan yang amat sangat
ketika saya mengajak istri ikut mendampingi saya untuk menghadiri dan
menyaksikan acara penyerahan piala dan hadiah lomba dari bapak Menteri Agama di
auditorium gedung Kementerian Agama RI di Jakarta. Dari aktivitas menulis buku,
saya sudah menikmati hasilnya. Tidak hanya saya saja yang menikmati hasil dari
menulis buku, tapi keluarga saya juga ikut menikmatinya karena rumah yang kami
tempati sekarang merupakan berkah dari aktivitas menulis buku yang saya tekuni
selama ini. []
Gumpang Baru, 26/02/2020
2 komentar:
Terima kasih menyebut nama saya di tulisan
Sama-sama pak doktor Ngainun. Terima kasih untuk inspirasi-inspirasi menulisnya.
Posting Komentar